
Seandainya saja ente adalah seorang milanisti, akan sangat mudah dimaklumi kenapa ente membenci Internazionale dan menganggap interisti adalah orang-orang yang tersesat. Begitu pula sebaliknya. Aku aja bisa paham apalagi Anda semua, duhai pembaca nan budiman. Tingkat kefanatikan seseorang terhadap golongannya jika sudah mencapai taraf ekstrim seringnya memang tidak nalar. Apapun yang dilakukan pihak seberang akan dianggapnya sebagai sebuah kebejatan. Jika pun mereka yang di seberang itu aslinya tidaklah sebejat cap yang mereka berikan, mereka akan bersikeras, pihak seberang kebetulan sedang berpura-pura tidak bejat sahaja.
Tapi bagaimana aku bisa berpihak pada salah 1 dari mereka? Baik AC Milan maupun Internazionale, dewa beta, Roberto Baggio, pernah menjadi protagonista di 2 klub tersebut. Membenci salah 1-nya cuma akan membuatku dicap sebagai pemuja Roberto Baggio yang tidak kaffah, yang berusaha mengingkari bin berpaling dari jalan yang telah dilalui dan ditunjukkan oleh Mas Baggio yang kebetulan bukan temennya Darto Helm dan S. Diran itu.
Begitu juga dengan polemik di media sosial yang nggak ada habisnya tentang perseteruan Sunni-Syiah. Pendukung Sunni yang matanya sudah gelap akan selalu menganggap orang Syiah sebagai makhluk sesat yang perlu dibasmi, tukang ngibul yang hobi mengadu-domba. Itu wajar. Namanya juga orang gelap mata, tindak-tanduknya – ya seperti yang tadi ta’bilang – sering kali memang nggak masuk nalar.
Aku pernah ngobrol sama seorang adik kelasku. Dia cewek. Ketika status Blekberi Mesej-ku sedang menunjukkan bahwa aku sedang membaca buku tentang Syiah, dia langsung mempertanyakan aksiku itu. Tanpa perlu berpanjang-lebar menjabarkan omongannya, intinya dia lumayan heran, ngapain juga aku yang tampan ini baca-baca buku tentang Syiah? Toh setaunya dia, aku ini bermazhab Sunni Syafi’i, sepertinya jamaknya orang Endonesa yang beragama Islam lainnya.
Kujawab saja kalau aku memang sedang kepengen tau tentang Syiah, dari pendapat yang netral, bukan dari pendapat manusia yang sejak awal memang berniat mengajak orang lain untuk ikut memusuhi Syiah sebagaimana dia memusuhi mereka.
Lha, adik kelasku ini kontan heran. Apalagi yang perlu kupahami tentang Syiah? Toh Syiah memang sudah jelas sesat. Betapa percumanya aku membuang-buang waktu untuk mempelajari sebuah hal yang sudah terbukti kengawurannya.
Kutanya, dia selama ini belajar Syiah dari siapa, yang dijawabnya kalau dia mendapat segala informasi tentang Syiah dari pengajian-pengajian yang diikutinya, yang menerangkan betapa sesatnya Syiah.
Kutanya lagi, apa dia pernah mencoba kroscek, bertanya langsung, berusaha mengklarifikasi ke orang Syiah-nya langsung tentang segala informasi yang didengarnya?
Jawaban berikutnya cukup membuatku geli. Dia bilang, ngapain juga belajar sama yang sudah jelas sesat? Ngapain juga berusaha mengklarifikasi ke orang yang pastinya akan berbohong dan mengingkari fakta-fakta yang selama ini didengarnya? Sungguh itu sebuah perbuatan sia-sia. Kasarannya, maling mana ada yang mau ngaku.
Tentu saja aku gatel π Yang beginian perlu kuhajar sampai sujud-sujud minta ampun dengan argumen-argumen yang kuyakin tidak akan bisa dibantahnya. Hal itu kulakukan. Dia kuceramahi, dan pada akhirnya kayaknya dia jadi betul-betul sujud. Dia tidaklah merespon argumen-argumenku secara langsung. Yang ada ya ngeles sana ngeles sini dan ujung-ujungnya dia malah pamit, katanya mau shalat ashar dulu. Nah, kalau shalat pasti ada sujudnya, kan?
Dan buku yang sedang kubaca waktu itu berjudul “Sunnah Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?: Kajian Atas Konsep dan Pemikiran” karangannya Quraish Shihab.

Buku ini betul-betul kampret! Isinya bagus. Sumprit! Buku ini memang tidak begitu tebal. Halamannya cuma berjumlah 303. Tapi dengan jumlah halaman yang cuma segitu itu, menurutku buku ini sudah cukup komprehensif menjelaskan bagian-bagian tentang Syiah yang selama ini sering disalah-salahkan oleh ustadz-ustadz amatiran, yang aku sendiri nggak yakin apa mereka-mereka itu tau bahwa Syiah itu sendiri terbagi lagi menjadi banyak kelompok: ada yang As-Sabaiyah, ada yang Al-Khaththabiyah, Al-Ghurabiyah, Al-Qaramithah, Ismailiyah Nizary, Ismailiyah Musta’ly, Az-Zaidiyah, Istna Asyariah, dan masih banyak lagi yang lainnya. Masing-masing kelompok ini punya karakter yang beda 1 sama lain, persis kayak betapa berbedanya kelompok yang 1 dan yang lainnya dalam kategori Sunni. Pendeknya, tidaklah bisa jika Syiah itu dipukul rata bahwa mereka ngawur semuanya.
Lebih jauh lagi buku ini juga menjelaskan tentang Rukun Iman dan Rukun Islam-nya Syiah yang digosipkan beda dengan versinya Sunni (dan ternyata substansinya nggak ada beda!), lalu juga masalah imamah, masalah kitab suci yang lagi-lagi digosipkan beda (nyatanya juga nggak!), sikap mereka terhadap sahabat-sahabat Nabi (yang kata orang Sunni ngasal, orang Syiah hobi mencaci sahabat Nabi), tentang taqiyah yang menyebabkan orang Syiah dianggap sebagai juara ngapusi seantero bumi, sampai juga soal-soal rincian agama lainnya yang mencakup shalat, zakat, puasa, haji, nikah dan cerai, juga lainnya.
Dari buku ini juga aku membaca bahwa ulama-ulama jaman dulu, baik Sunni ataupun Syiah, ternyata belajar 1 sama lain. Beberapa keterangan di buku ini juga mencuplik pendapatnya ulama-ulama – ya yang jaman dulu, ya yang jaman sekarang – yang setelah membaca buku ini barulah aku tahu nama besar dan karya-karya mereka, misalnya aja beberapa nama jebul adalah dosen top dari Al Azhar macam Ahmad Muhammad ath-Thayyib atau Muhammad Imarah.
Arah buku ini sebenarnya, sih, sudah ketauan dari judulnya: ketimbang konsen ke perbedaan ajaran antara Sunni dan Syiah, buku ini lebih menekankan ke arah persamaannya. Lagi pun jika perbedaan itu memang ada, toh perbedaan itu tidak berada di level substansi dasar ajaran Islam, melainkan lebih ke cabang-cabangnya, yang mana kalau mau kita sadari antara NU dan Muhammadiyah di negeri ini pun juga masih saling berbeda di persoalan shalat subuh itu pakai qunut atau tidak atau juga di perkara yasinan dan tahlilan dalam rangka memperingati orang yang sudah meninggal.
Akhirul kalam, menurutku buku ini memang sangat layak baca, terutama buat yang kepengen tahu tentang Syiah dari sudut pandang yang berusaha netral. Tapi tentu saja sebaliknya pula. Buku ini tidak akan cocok buat mereka yang level kebutaan dan kebenciannya terhadap Syiah sudah sangat terpatri di sanubari. Untuk jenis yang terakhir ini, sudah seharusnya kita sangat memaklumi ketika mereka berkomentar, “Lha, itu yang ngarang bukunya sendiri aja juga orang Syiah. Jadi buat apa kita ikutan mbaca? Toh pasti isi buku itu ya kibul-kibulan ala mereka semua,” meskipun Pak Quraish sendiri sudah membantah kalau mazhabnya bukanlah Syiah. Tapi kembali, wajar saja ketika mereka kembali berucap, “Mana ada maling yang mau ngaku?”
P.S. Gambar pertama di atas itu dibikin-bikin sama Abang Difo, lho…
kampret dongo
orang jaman skrang lbh seneng ikutan memaki2 kalo ada perbedaan pandangan, tanpa kroscek2 dulu. pdhl media utk mengkroscek sangat mudah dicari di google, misalnya
warkop:::
wah! ip-nya ip kemenperin. sejalan nih kita π
detnot:::
ah ya, itu di atasnya situ itu, mungkin, misalnya π
Sombong sekali anta mas..mas… sok bicara masalah agama padahal ente gak punya ilmu.. emang orang bodoh kebanyakan gak berfikir dlu kalau bicara.. semuanya pakai hawa nafsu.. ente baca lagi kitab-kitab sejarah yang benar baru lah ente menghukumi..
lho, memangnya ente sendiri punya ilmu? atau, at least, memangnya ilmu ente lebih mumpuni dari ilmu ane? π
nah, sejalan dengan kata-kata ente sendiri, baca lagi kitab-kitab sejarah yang benar barulah ente menghukumi ane
Kampret….ulasannya yahud…..saya jadi mau beli buku nya………sekarang ini memang umat islam senengnya betengkar sesama muslim,,,bukannya cari persamaan. bukankah di Al Qur’an kita dilarang bergolong-golongan yang saling membanggakan diri.
sekali lagi yahut ulasannya……semoga Allah SWT. memberkati
Hahaha, silakan. Terima kasih buat doanya π