Ayam Kremes Surya

Jaman dulu, dulu sekali, aku pernah kuliah juga di Modern School of Design. Di situ aku ngambil D-3 Desain Komunikasi Visual. Iseng dan nggaya aja, sih, sebenernya kenapa aku sampai kuliah di situ. Pengen sok-sokan kuliah ndobel meskipun akhirnya aku tiada kuat untuk bertahan sampai lulus.

Meskipun di situ tempat kuliahnya sebenernya enak, ada cewek yang sempet kutaksir juga di situ, tapi gara-gara tempat kuliahnya lumayan jauh – di daerah Taman Siswa – dari tempat kosku waktu itu yang di Condongcatur, tugas nggambarnya seabrek-abrek yang selalu menyita waktuku, akhirnya aku nyerah. Cukup sekitar 1,5 tahun kuliah akhirnya aku cabut.

Aku bener-bener nggak kuat kalo harus kuliah dobel, ternyata. Tiap masuk kuliah pas pulangnya selalu dibekali tugas dan itu berlaku untuk hampir semua mata kuliah. Jadi kalo jatah tugas hari kemarin ndak ta’kerjain, maka besoknya (alias hari ini) pastilah bakal sudah ketumpuk lagi sama jatah tugas untuk hari ini. Tobaaaaattttt! Padahal aku, kan, waktu sekitar tahun 2003 itu masih punya kewajiban apel tiap malam ke Klebengan buat nengokin mantan calon ibunya anak-anakku yang akhirul kalam minggat meninggalkan diriku demi laki-laki lain (yeah, waktu itu aku belumlah sekaya sekarang meskipun sebenarnya tetap saja aku ini ngganteng). Ditambah lagi di kampus itu nggak punya kantin buat nongkrong sambil nggodain cewek-cewek yang lagi jajan, ketidak-betahanku kuliah di situ akhirnya semakin menjadi-jadi.

Tapi toh reputasiku di keluarga besarku selaku jebolan DKV sudah terlanjur melekat. Alhasil ketika kemarin Tante Ayu, tanteku yang di Denpasar, berniat buka warung ayam kremes, sebagai satu-satunya keponakan yang bisa diandalkan, aku ketiban mandat untuk nggarap corporate identity-nya.

Proses brain storming pun segera dimulai. Ketika mendengar kata “ayam” sebenernya entah kenapa yang terlintas di otakku adalah bayangan cewek. Mungkin ini gara-gara aku kebanyakan disuplai barang haram sama Bram, Abhi, Destian, Aphip, juga makhluk-makhluk bejat lainnya yang bergentayangan dalam hidupku.

Untung saja aku nggak jadi menggambar ayam kampus via Corel Draw-ku. Setelah berkali-kali mengucapkan istighfar akhirnya pikiranku kembali jernih, hingga terwujudlah gambar ayam kayak di atas itu. Lanjutannya aku sempat kebingungan masalah pemilihan jenis huruf gara-gara aku sudah lama nggak ndesain logo-logoan lagi. Ditambah males ngutak-atik huruf yang sudah ada, akhirnya aku malah ngasih jenis huruf yang ngasal.

Bisa ditebak desainku ditolak! Hurufnya nggak cocok, kata seorang oom-oom yang sampai sekarang masih jadi suaminya tanteku (namanya Oom Tomo). Logo ayam itu minta direvisi. Tapi aku tetap saja males bikin jenis huruf sendiri. Alhamdulillah aku punya stok huruf banyak di CD yang segera saja kuinstall. Kemudian, setelah kupilih 5 huruf yang menurutku bentuknya lucu, desainnya kukirim ulang ke imel tanteku.

Hasilnya, sekarang sudah ada kecocokan yang wujudnya kayak gambar di atas itu. Aku lega. Sebagai keponakan yang baik dan tampan aku sudah melakukan kewajibanku. Masalah bayaran? Aku tiada dibayar. Ini proyek keluarga, soale. Apa boleh buat… Berharap saja aku memperoleh ganjaran perbuatanku di akhirat besok. Kalopun besok tau-tau aku mau dimasukkan ke neraka, semoga tanteku tiba-tiba mengacungkan tangan dan ngomong ke Tuhan, “Keberatan, ya Allah. Tidak seharusnya Panjenengan memasukkan keponakan saya itu ke neraka. Dia itu anak baik yang harusnya masuk surga. Buktinya dia pernah mbikinin saya logo tanpa meminta bayaran sepeser pun!” :mrgreen:


Facebook comments:

16 Comments

So, what do you think?