Balada Sang Tukang Ngutang

Kadang-kadang aku ini kampret juga, sekampret orang-orang yang biasa kukampret-kampretin. Misalnya aja kejadian lebih setahun kemarin yang melibatkan aku sama Ngurah Poyok, temen esemaku. Jadi ceritanya aku ini sudah lebih dari setahun nggak pulang ke Denpasar. Tahun lalu pas pulang, aku main ke distronya Poyok yang dikasih judul “Jerk Wardrobe” sama dia. Niatnya, sih, cuma iseng-iseng aja main ke situ, sekalian ngeliat-ngeliat temen esemaku pada sudah berkembang sejauh apa.

Ternyata Poyok sudah jadi juragan fesyen, sodara-sodara. Distronya udah 2 lantai di depan rumahnya sendiri. Dan berhubung aku ini ganteng, maka sama Poyok, supaya makin ganteng, aku disuruh ngambil sebiji t-shirt produk distronya dia secara cuma-cuma. “Ambil yang mereknya Jerk aja. Itu barangku. Kalo merek yang lain, itu barang titipannya orang lain,” kata Poyok wanti-wanti.

Berhubung aku nggak enak juga kalo harus ngambil secara gretongan (hologh… Bahasa opo iki?), demi membalas budi akupun berjanji, “Nanti kubikinin desain kaos 4 biji, dah. Gratis. Nggak usah mbayar pake Djarum Super.”

Cuma, gara-gara aku sibuk syuting (dan skripsi, dan pendadaran, dan revisi, dan wisuda sambil kena hepatitis A), janji itu terbengkalai.

Janji memang tinggallah janji (yang belum terlunasi), mas-mas, mbak-mbak sekalian. Sampai kemarin sore desain kaos buat Poyok belum juga kugarap-garap yang akibatnya aku malahan jadi nggak enak sendiri. Tiap make kaos dari dia, aku jadi disetani perasaan bersalah (gombal!). Yaaa… Gara-gara aku sibuk syuting itu tadi, sih.

Jadilah gara-gara itu, sesorean kemarin aku bersemedi nunggu ilham buat nggarap desain untuk Poyok. Alhamdulillah si ilham datang.

Aslinya aku ini bukan tipe manusia yang hobi lari dari kejaran penagih utang, lho. Tiap utang pasti kulunasi. Cuma entah kapan utang-utang kulunasi, itu sendiri masih jadi misteri buat aku. Biasanya aku memang harus nunggu hidayah dari Yang Di Atas dulu buat ngelunasin utang-utangku.

Dan untuk problematika antara aku dan Poyok, sebenernya Poyok sendiri nggak pernah nagih janjiku. Hanya saja aku, kok, ya ngerasa hidupku kacau-balau. Tiap berlagak kepengen jadi entrepeneur kayak si Awik atau si Liem atau si Alva atau si…si…si…siapa sajalah, rasanya ada aja halangan yang bikin usahaku rasanya nggak lancar.

Maka setelah melakukan serangkaian deduksi terstruktur, aku jadi menarik hipotesa: mungkin saja halangan-halangan tersebut adalah pertanda alam supaya aku segera melunasi utang-utangku sebelum aku berubah jadi orang kaya. Soale rasanya nggak umum aja kalo ada orang kaya yang masih punya banyak utang.

Cuma berhubung kalo harus ngelunasin utang yang berupa duit aku sendiri masih kere, maka kuputuskan saja buat melunasi utang-utangku dari yang berupa janji-janji yang tak kunjung ditepati. Jadilah sesorean sampai malam kemarin aku nggarap desain kaos untuk Poyok sambil ditemani sama si ilham.

Kerja sama si ilham itu enak, lho. Semuanya seolah-olah datang tanpa perlu dipikir panjang. Buktinya kemarin itu aku cuma coret-coret-coret ngawur sampai akhirnya mbatin, lho, kok bagus juga, ya? Aku malah kaget sendiri demi menyadari desain kaosku untuk Poyok ternyata sudah selesai sebiji.

3 biji sisanya, lagi-lagi si ilham pegang peranan. Mouse-ku seolah-olah punya jiwa yang mengerti kebutuhan tuannya :mrgreen: Tanpa pengkonsepan yang jelas, tau-tau aja segalanya sudah beres. Dan akhirnya, sambil ditemani juga sama berbatang-batang racun tar dan nikotin, ritual kemarin malam itu kuakhiri dengan ngirimin desainku ke imelnya Wawan, ajudannya Poyok 😀

Tapi aku sempat khawatir kalau-kalau desain kaosku itu modelnya sudah nggak aptudet lagi. Aku ini bukanlah seorang korban mode. Dan tentu saja perkara macam gituan berimplikasi pada kegagapanku untuk mengikuti perkembangan mode yang lagi ngetren. Ditambah lagi sampai sekarang aku belum dapat kabar apakah Poyok berkenan dengan desainku atau tidak, aku jadi makin khawatir (ya jelas aja. Gimana mau sudah dapat kabar, wong aku ngirimnya juga baru kemarin malam itu?).

Wawan sendiri nggak komentar desainku itu masih aptudet atau nggak. Dia juga cuma bilang, “Tunggu a-se-se dari si bos aja.”

Jadi sekarang aku tinggal nunggu kabar aja, semoga desainku lolos uji klinis semua. Bukan apa-apa… Soale kalo ternyata desainku nggak bisa dipake, itu artinya aku masih berutang sama Poyok. Dan kalo firasat gejala alam yang akhir-akhir ini kurasakan itu benar, maka kalo desainku bener-bener nggak kepake, kapan aku jadi orang kayanya, coba?


Facebook comments:

9 Comments

So, what do you think?