Gadjah Mada Football Club dan Universitas Chelsea

Kapan hari kemarin itu adikku pulang dari kampus sambil misuh-misuh. Untuk pertama kali dalam karir hidupnya sebagai mahasiswa (eh, mahasiswi, ding. Dia, kan, cewek) dia dapet nilai C. Sebagai pengumuman, ta’beritahukan kalo adikku sekarang ini lagi menginjak tahun keduanya di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Dulu dia nyelesaiin S-1 Hukum-nya di Universitas Islam Indonesia.

Adikku ini memang agak kampret. Kuliah pertamanya selesai dalam 3,5 tahun. Predikat waktu lulusnya cum laude (sedangkan aku kemarin cuma dapat cum shot), yang artinya sekalipun nggak ada nilai C di transkrip nilainya. Dan gara-gara itu dia sering membangga-banggakan diri di depanku. Akunya, sih, cuma bisa pasrah sambil kadang-kadang ngeles, “Kamu nggak tau kejamnya Gadjah Mada, sih.” Apa boleh buat, nilai C di transkripku jumlahnya lebih banyak dibandingkan jumlah nilai B dan A-ku meskipun sudah digabung.

Tapi kemarin dia pulang sambil misuh-misuh. “Kleng! Aku dapet nilai C, nok,” katanya sambil keluar logat Denpasar-nya. Aku otomatis jadi mesam-mesem dan merasa jumawa.

“Sudah ngerasain sendiri kejamnya Gadjah Mada, kan?” tanyaku dengan nada retoris.

“Aku sudah njawab ujian sesuai sama yang diomongin dosennya di kelas,” kata adikku.

“Ini Gadjah Mada, sobat,” lagi-lagi aku cuma njawab kayak gitu.

“Yang lainnya nggak pernah diajarin sama dia di kelas. Dosennya jarang masuk. Jadinya aku jawab sesuai realita di lapangan. Tapi dosennya terlalu idealis, padahal soalnya tentang contoh kasus.”

“Baru ngerasain dosen jarang masuk ya, Mbak?” ejekku.

“Bangke memang UGM, ni.”

“Itu baru sekali. Kamu belum pernah ngerasain dosen cuma masuk 2 kali selama 1 semester, kan? Belum pernah ngerasain kuliah dikosongin cuma gara-gara jadwal kuliahnya bentrok sama jadwal mancing atau jadwal badminton dosennya, kan? Aku sudah ngerasain 6 tahun. Berkali-kali.”

“Ini, dah, yang namanya kampus humanis. Apa-apa ditoleransi, termasuk yang salah. Absensi dosen nggak jelas. Nggak kayak UII, semuanya tertata,” sambung adikku.

“Oh, hadapi kenyataan. Ini UGM, bukan UII,” kataku. “Masih untung kamu cuma bakal 2 tahun kuliahnya. Jadi mungkin nggak bakal ngerasain nilai kuliah yang kayak kopyokan dadu.”

Iya lho, mungkin aja adikku nggak bakal pernah ngerasain hasil ujian yang nilainya kayak kopyokan dadu. Tapi aku pernah, dan bahkan bolak-balik. Bayangkan saja, apa mungkin lembar soal ujian yang berhasil dicolong Faiz dari ruang kelas waktu mahasiswa masih belum boleh masuk dan penjaganya lagi lengah, terus dibahas rame-rame di toilet, jawabannya dicocokin sama text-book, disalin di kertas kecil-kecil, terus dikopi ke lembar jawaban pas jam ujian, eee…tau-tau pas nilainya keluar ternyata cuma C?

Apa mungkin sudah nyontek ke rekan setim di bangku sebelah, jawaban sama persis, yang 1 dapat A yang 1 lagi bisa D? Mungkin aja, sih, kalo ketauan pengawas. Tapi sebenernya nggak logis juga, soalnya kalo ketauan pengawas nilainya sudah bakal bukan D lagi. Langsung E, malahan.

Tapi apa juga mungkin cuma nulis “bismillah” pake tulisan Arab di bagian atas lembar jawaban, nyalin ulang soal ujiannya di lembar jawaban, blas nggak nulis jawaban apapun tau-tau pas hasil ujiannya keluar nilainya bisa A? Hal inilah yang memotivasi seorang Devita Natali bisik-bisik ke Didit Komeng pas ujian,” Omeng, Omeng, bikinin saya tulisan bismillah…”

Dan kalopun ente sudah yakin akan kevalidan jawaban soal ujian ente, jangan sedih kalo begitu nilainya keluar ternyata nilai ente bakal lebih jeblok dari nilai orang yang ente anggap paling nggak becus sekelas. Inilah fenomena umum tentang Gadjah Mada, yang katanya kampus humanis itu. Giliran ente mau protes, sang dosen tenang menjawab, “Wah, berkas ujiannya hilang.”

Maka kadang-kadang aku jadi sangsi juga sama universitas yang bakalan ta’tinggal minggat tanggal 27 besok ini. Kok ya bisa-bisanya dapet predikat sebagai universitas nomer 1 di Indonesia? Nomer 1 dari mananya coba? Dari Hongkong? Heh, jawab, heh! Dari Hongkong, iya? Dari Hongkong atau dari Klaten, John? Jawab!

Pertanyaan demi pertanyaan itu berkecamuk di otakku. Alhasil, waktu lagi e’ek di kamar mandi aku berpikir keras, apa yang menyebabkan UGM ini tetap ngetop dan berprestasi? Saat itulah wangsit datang. Aku lantas teringat sama klub sepakbola dari Inggris yang berjudul Chelsea.

Chelsea setelah datangnya Roman Abramovich, juragan dari Rusia itu, sebagai pemilik baru, tiba-tiba jadi kekuatan baru selain Manchester United, Arsenal, dan Liverpool di Liga Primer. Apa pasal? Pasalnya adalah dengan sokongan dana dari Pakdhe Roman, Chelsea mampu mengumpulkan pemain-pemain hebat dari seluruh penjuru dunia. Berapapun harganya, sini saya belinya, mungkin begitu kira-kira yang ada di otaknya Pakdhe Roman.

Tapi tentu saja kebijakan buat belanja pemain yang sudah jadi ini akhirnya tetap ada efek negatifnya. Nggak ada pemain muda asli binaan Chelsea yang bisa masuk tim utama. Dibanding berkonsentrasi pada pembinaan pemain usia muda untuk target jangka panjang, Chelsea lebih suka beli pemain instan. Yang penting dalam waktu dekat bisa jadi penguasa Inggris. Pemain-pemain instan ini dari awal memang sudah jadi pemain hebat sebelum bergabung dengan Chelsea. Jadi, Chelsea cuma bertugas mengumpulkan mereka dalam 1 klub. Dan, asal bisa mengambil hati para pemain-pemainnya, seorang Bambang Nurdiansyah pun bisa jadi pelatih yang pernah juara Liga Inggris bersama Chelsea.

Itulah yang juga terjadi sama UGM, menurutku. Kalo diibaratkan sebagai klub sepakbola, UGM adalah Chelsea. UGM bisa tetap berprestasi karena berhasil mengumpulkan bakat-bakat besar dari seluruh negeri. Lewat seleksi masuknya yang maha ketat, nggak ada manusia asal-asalan yang bisa masuk di UGM. Memang nggak kupungkiri kalo seleksi duit setauku tetap ada. Tapi mereka yang termasuk dalam kategori terakhir ini biasanya nanti juga bakal terpacu dengan iklim teman-temannya yang lain yang pada dasarnya memang berbakat di atas rata-rata. Atlet kere tur tidak berbakat, jangan harap bisa masuk Gadjah Mada Football Club.

Maka jangan heran kalo UGM bisa terus berprestasi. Reputasi besar UGM yang sudah terlanjur berada di papan atas sejak jaman dulu itulah yang membuat orang-orang yang memang pada dasarnya hebat pada ngumpul di UGM. Gengsi bahwa UGM adalah klub elit membuat mereka berebutan masuk UGM supaya eksistensi kehebatan mereka makin diakui masyarakat. Apalagi kalo sampeyan cuma satu-satunya pemuda dari kampung sampeyan yang berhasil masuk UGM, wah, sampeyan bakal dipuja-puja. Orangtua-orangtua di kampung bakal berebutan supaya sampeyan berkenan jadi mantunya.

(Sama saja kalo misalnya sampeyan nyata-nyata adalah atlet sepakbola hebat, apa sampeyan mau bergabung dengan Cambridge City?)

UGM memang tertolong dengan reputasi besarnya, Dab, sehingga tanpa perlu ngiklan di koran pun jumlah peminatnya pun selalu membludak saban tahunnya. Tapi kalo mau bicara tentang sistem pembinaan atlet usia muda di UGM adalah juga yang terbaik, oho, nanti dulu.

Dengan sumber daya pelatih seperti yang ta’contohkan di atas rasanya mustahil kalo UGM mampu konsisten bertahan di peta persepakbolaan Indonesia sebagai salah 1 klub sepakbola terbaik. Nggak mungkin itu. Bullshit-lah! Terus, kok, nyatanya bisa seperti itu? Ya itu tadi, UGM tertolong dengan bakat-bakat besar yang berhasil dikumpulkannya.

Atlet-atlet berbakat itu dengan atau tanpa bimbingan pelatihnya bakal tetap bisa surplus, aeh, survive. Yang artinya UGM tidak perlu terlalu repot-repot membentuk mereka lagi. Cukup tunjukkan pakemnya, selebihnya diamkan saja mereka dan biarkan mereka menikmati fasilitas yang disediakan sama UGM, maka mereka sudah akan berkembang dengan sendirinya.

Ini beda kalo misalnya UGM diharuskan bersaing sama-sama dari nol dengan AKY-AKY (Akademi Kurang Yakin, maksudku) yang banyak bertebaran di Jokja dalam bidang mengembangkan potensi atlet-atletnya. AKY-AKY itu biasanya cuma berhasil mengumpulkan atlet kelas medioker atau malah kelas bawah sekalian. Tapi toh AKY-AKY itu berhasil membina mereka sampe jadi atlet yang, yeah, setidaknya lumayanlah meskipun nggak hebat-hebat banget. Nah, coba misalnya UGM menghadapi situasi yang sama di mana atlet-atlet yang harus dibinanya ditakdirkan dalam keadaan kurang berbakat semua, bagaimana?

Aku nggak yakin sistem pembinaan UGM mampu menjawab permasalahan itu. UGM bakal keteteran kalo nggak mau dibilang terpuruk habis-habisan. Budaya berlatih-melatih seperti yang ada sekarang ini kupikir malah bakal semakin membawa UGM ke zona degradasi. Buatku UGM itu bukan tempat pembinaan yang baik. Lha, sistem pembinaan untuk atlet yang berbakat aja masih semrawut, bagemana mau membina atlet yang tidak berbakat?

Jadi, apa ada yang masih mau bilang kalo UGM itu memiliki sistem pembinaan atlet usia muda yang baik? Ah, kusarankan untuk berpikir ulang, deh. UGM cuma tertolong oleh bakat besar atlet-atlet yang berhasil dikumpulkannya. Tanpa mereka nama besar UGM tidak akan pernah ada. Itu saja πŸ˜‰


Facebook comments:

35 Comments

  • mybrainsgrowell |

    keknya curhat di atas hanya berlaku buat jur kita aja, jon (prodi matematika ndak termasuk lo). CMIIW. jd kasian klo fak lain diikutkan.
    klo dgr dr certa fak sebelah keknya ndak pernah ada (belum dgr)nilai hasil kocokan.

    untung nilai kocok an ku dulu A. tanpa tulisan bismillah lo. soale ra iso nulise. πŸ˜†

  • chrisibiastika |

    teknik mau curhat juga!! huhuhu… dari jurusan saya ada dosen yang suka ngocok mas!! ngocok jawaban maksudnya. jawaban sama persis kok satu dapet A satu dapet D. ada juga yang gara2 rame di kelas dikutuk sekelas gak ada yang dapet nilai A biarpun jawabannya sempurna bener. beneran semester itu nilai maksimum cuma B. trus nek tulisan bismillah itu aku ndak pernah nanya ama yang suka nulis itu sih.. πŸ˜€

  • wib |

    makanya buat yang gak pernah menang togel, jangan harap bisa lulus dengan mudah di ugm…

  • Yang Punya Diary |

    mybrainsgrowell:::
    jangan khawatir, git. komentar bernada mendukung dari fakultas lain akan segera mengikuti. sementara ini cukuplah mipa, hukum, sama teknik, hohoho

    chrisibiastika:::
    bakti kami mahasiswa
    gadjah mada semua…
    :mrgreen:

    wib:::
    ra sah kakehan alesan, tho. lulus kie syarate gampang. waton iso mbuka database mesti lulus. sing ra iso lulus mung sing ra iso mbuka database, kakakaka

  • bajinganemilan |

    wah, kayaknya ini terjadi di salah satu prodi yang markasnya berada di selatan Perpustakaan UPT II dech. Kalo setahu saya dr pengalaman2 teman di FEB, FK, Farmasi, TP, Pertanian gak kayak gitu dech. Jadi mas Joe jangan mengambil sampel UGM secara keseluruhan donk, kasihan dosen di fakultas lain yang emang bener2 niat ngajar mas.
    Kalo prodi yang ada di kampus milan itu tinggal menunggu kehancurannya aja mas. Masak ada dosen Basis Data yg gak begitu paham dengan “Functional Dependencies” (Ke laut aja dech..).

  • yudi |

    lah dosenmu suka main kopyok dadu di pasar kreneng tah? :mrgreen:

    btw kalo UGM chelsea maka kampus saya AC Milan, tetap berkibar dengan pemain veteran model temen2 kontrakan saya :mrgreen:

  • lambrtz |

    joe…kowe takkandhakke lo mengko…
    hmmm…
    kandhakke sapa ya enake…

    *clingak clinguk*

    heheheh…kidding…
    aku dulu juga ngrasain
    tapi kalo urusan nilai tetep aman..hahaha :))

  • Yang Punya Diary |

    bajinganemilan:::
    lho, di TP juga ada temen yang misuh2, kok. farmasi juga. terus birokrasi rektorat selaku simbol ugm secara general juga amburadul. yeah, sejauh ini memang baru 3 kampus yang menunjukkan keluh-kesahnya. tapi percayalah, yang lainnya juga bakal menyusul :mrgreen:

    pun tulisan saya ini bukan sekedar perkara dosennya aja kok, melainkan birokrasi keseluruhan; ada manajer, pelatih, pelatih kiper, pemandu bakat, fisioterapis, dan lain-lain. overall, birokrasi di univ lain di jokja rasanya tetap lebih menyenangkan ketimbang ugm, deh πŸ˜€

    kampus yang di pojokan itu memang amburadulnya nyaris tak terselamatkan lagi 😈 tapi mau gimana lagi, di situ sendiri pun kalo mau fair2an ya saya juga tetep harus kasihan sama dosen yang ngajarnya memang niat. cuma, kalo kita hanya diam memaklumi kelakuan dosen yang nggak beres gara2 ga enak sama dosen yang baik, sampe kapanpun ga bakal ada perubahan. lagian ta’pikir dosen2 yang baik itu juga ngerti peribahasa karena nila setitik rusak susu sebelanga, kan? πŸ˜›

    dan, 1 gunung cuma boleh ada 1 harimau. selama tgl 27 belum lewat, gelar bajingan milan itu cuma berhak disandang sama saya πŸ˜†

    yudi:::
    saya salut! loyalitas mereka pada klub bener2 telah teruji πŸ˜†

    lambrtz:::
    mbuh kie, djo. kayaknya mahasiswa tipikal lucky bastard itu tetap ada di mana-mana ya? di kampusku juga ada, kakakaka

  • Anakayamnyasar |

    wuiihh…
    sukur puji tuhan aku ga kul di ugm..
    hahaha…
    toh, IP ku juga ga pernah diatas 3.6, malahan semester lalu cuma 2.8…. tapi bukan salah siapa sih… emang akunya aja yang rajin [bolos]….

    hehehehe….

  • Yang Punya Diary |

    Anakayamnyasar:::
    saya juga rajin bolos, mbak. soale ilmu yg aplikatif ternyata lebih saya dapatkan di luar ketimbang di kelas. dulu aja kalo lagi di kelas saya malah sering bilang ke betty, “bet, cabut neng kantin wae yo?” πŸ˜†

    faisal:::
    ooo…tentu saja. itu berkat kerja keras kami, para mahasiswa. makanya sal, tidak heran kalo aku sangat mencintai ugm; kampus yang reputasinya kami bangun mati2an :mrgreen:

    chrisibiastika:::
    gyohohoho…terima kasih πŸ˜€

  • lambrtz |

    lucky bastard?
    maksudmu yang nyontek dapet A gitu?
    la ya aku ini :))

    mmm…
    bukan nyontek beneran sih
    dulu pernah aku minta diajarin temenku pas ngerjain laporan praktikum
    sama2 dapet A, tapi dia skor aslinya lebih rendah daripada aku :))

    *kabur sebelum dilempar granat*

  • bajinganemilan |

    Yo wes ra popo aku nunggu sampe tanggal 27. Tp yg jelas the Next BajinganMilan lebih tampan dari dirimu. hehe.. Peace..

    Jangan2 yang melatar belakangi mas joe bikin postingan ini dikarenakan mas Joe terlalu lama kuliah disana ya? wakakak…

  • Sugeng Rianto |

    Hidup Chelsea…
    lho ini tentang UGM toh?! sudah PD aja teriak2 ttg chelsea.:lol:
    Yo wis joe, koen wae sing mbina. Siapa tahu ada yg kecantol khan lumayan. πŸ˜€

  • omoshiroi_ |

    wah emang yang namanya kuliah mah kebenaran yang dipake bukan kebenaran obyektif,,tapi kebenaran subyektif si dosen..
    aku ning UNSOED yo ngalami sing koyo ngono

  • detnot |

    kalo gitu saya musti bangga atau tidak sama bojo saya yg alumni situ?

    *jadi mikir
    berarti yg hebat bukan UGM nya tapi pd dasarnya memang bibitnya pd dasarnya sudah hebat duluan ya joe?

    berarti SMA 1, SMA 3, SMP 5, SMP 8 itu? hhmmmmmmmmmmmmhh……….

  • Light |

    Hem..sy ga gt stuju. Di farmasi,ada jg kok dosen yg menurut sy cukup berdedikasi. Yg rela tetep ngajar walo cm sy yg hadir di kelas, yg menyimpan berkas nilai ujian sampai 1 bulan setelah nilai keluar,serta yg bersedia memberikan penjelasan detail mengenai soal ujian. Walopun sy tdk lulus cum laude, dan nilai2 yg sy dpt dr dosen2 itu jg tdk lbh dr C. Buat sy mereka tetap org2 hebat. Dan anda semestinya tdk menggeneralisir spt ini. Thx.

  • jensen99 |

    Hidup Chelsi! Long Live Abramovich! πŸ˜€
    Eh, km mo wisuda besok, Joe? Yah, gagal deh nglewatin masa kuliahku… :mrgreen:

    Kalo di kampusku sih (PTN gak beken), hal2 bobrok diatas dah biasa. Tapi gak nyangka ada yang smacam itu di UGM… 😐
    *& ex jurusanku makin hancur karena tak ada lg “bakat2 diatas rata2 yg gak kuliah di Jawa” yg bisa membawa pencerahan*

  • toim |

    ya udahlah bung joe.tunjukkan respek pd mantan kampus yg udah memberikan ilmu utk anda.jgn anda maki2 terus πŸ™‚

  • crizosaiii |

    Dari Hongkong atau dari Klaten, John? Jawab!

    Jawabannya jelaasss.. dari Klateeen! Lha, wong saya ini sedang KKN PPM UGM di Klaten. tapi ya kebetulan tanggal 10 kemaren sempat manggung di Prambanan juga gituuu… πŸ˜€

    * Ge Er Mode : ON πŸ˜€

  • chiw |

    eh iyo joe…

    tadi hepatitismu yang apa?

    kalo hepatitis A sih, mungkin gara2 nilai A-mu di transkrip yang minus, makanya dilengkapin…
    :mrgreen:

    *tertawa di atas penderitaan Joe*

  • yang punya bramantyo.com |

    Soal tulisan bismillah itu memang benar adanya jon,, sebelum menggunakan tulisan bismillah, nilai saia 3 A dan 1 B bersama mister S******O, tapi setelah menggunakan tulisan bismillah, alhamdulillah, nilai saia selalu A. Cobalah jika anda tidak percaya. Hubungi 0809-1111-772786 Jika anda memesan sekarang juga, akan mendapatkan diskon 70%. Ingat!! 70%.. Cepat, sebelum kehabisan..

  • Yang Punya Diary |

    lambrtz:::
    kalem djo, aku juga pernah beberapa kali me-lucky-bastard-i temen2ku, gyahahahaha

    bajinganemilan:::
    kuliahku tutup teori 4 tahun pas kok. yang lama memang di skripsinya. 2 tahun, gyahahahaha

    Sugeng Rianto:::
    kalo yg kecantol sih sudah banyak geng πŸ˜›

    omoshiroi_:::
    sepertinya problem umum PTN ya?

    detnot:::
    gyehehehehe…setidaknya kalo di smp-sma, guru2nya masih disiplin kan?

    chiell:::
    sayang chiell, tidak semuanya bisa jadi starter πŸ˜†

    Light:::
    “ada” bukan berarti semuanya, kan? justru kalo saya mau menggeneralisasikan ugm sebagai kampus yang baik takutnya nanti malah lebih nggak valid lagi. lha wong contohnya cuma segelintir. contohnya kan cuma sekedar “ada”, belum nyampe level “hampir semua”, iya tak?

    dan sekali lagi, ini bukan cuma masalah dosen2nya aja. tapi kenapa sampe skrg juga masih ada sistem dan birokrasi yang mendukung dosen2 yang semrawut itu untuk beraksi dengan sesukanya? ada punishment yang tidak jelas untuk mereka, saya rasa πŸ˜‰

    makanya saya bilang sistem pembinaan di ugm ini nggak jelas, ohohoho…

    babhichu:::
    tajwidmu salah, bhonk. makanya…rajin mengaji!

    jensen99:::
    nasib klub semenjana ya, dab? :mrgreen:

    rama:::
    saya masih punya jatah 1 tahun lagi yang keburu nggak kepake. mau diambil? :mrgreen:

    toim:::
    sebaliknya, kok. saya malah sangat respek dan cinta sekali. bagaimana tidak? kampus ini reputasi besarnya ya dibangun sama mahasiswa2nya sendiri soale – termasuk saya, tentunya πŸ˜€

    crizosaiii:::
    jon, prambanan itu memang masih masuk klaten. jadinya ndak usah terlalu bangga πŸ˜›

    chiw:::
    nilai A saya tidak dikeluarkan dosen! kampret!

    yang punya bramantyo.com:::
    itu karena anda jenggotan, bram. jadinya disangka ikhwan πŸ˜†

  • nina_azmi |

    Yeach…hal yang sama terjadi di Andalas University…apalagi setelah masa komersialisasi universitas ini, mana mutu service gak karu2an, uang kuliah juga naik rata2 300%..Untung banget aku yang lulus sebelum lepas 2006. Kenapa yah..State University di Indonesia tuch nyebelin banget service nya!!!memang ada dosen yang semena-mena begitu, tapi Alhamdulilla aku masih nemu dosen yang Idealis. Yang bermotto “you’ll get what you deserve”, jadinya aku bisa tamat in time. Cuma sekarang..satu2 mereka dah pergi, aku dah nggak minat jadi asdos lagi..yang tersisa cuma yang “corrupt” minded ajh..
    Guys..kira2 10 tahun lagi negara kita jadi kaya gimana yah????Prihatin……

  • nina_azmi |

    Lucu nya lagi….kampus UNAND yang Termegah SE-ASIA TENGGARA itu….gak punya WC yang bener kecuali WC rektor!!!hahahahah…..bayangin ajh ada yang boker di semak2 saking kebeletnya…ck..ck..ck….

  • faisal |

    ha2..
    sip2…
    btw, selamat atas diwisudanya mas…
    udah gak cinta kampus lagi mas?
    kok kampusnya ditinggalin??
    :p

  • Fortynine |

    Nampaknya sama saja dengan fenomena kampus butut dan ndeso bernama UNLAM.

    Namun ada satu kesamaan yang bisa saya tangkap dari penjelasan panjang diatas: Nama besar bisa memancing minat. Kalau Kampusmu mungkin skala Champion League, kampusku dulu mungkin masih bertaraf UEFA Cup.

    Namun UNLAM memfasilitasi banyaknya minat manusia yang ingin masuk ke UNLAM. Caranya adalah dengan membuka sebanyak banyaknya jalur ekstensi dan jalur mandiri. Tujuannya memang hanya meraup uang, namun yang penting manusia manusia yang kepingin kuliah namun gagal SPMB itu bisa ikut bangga disebut mahasiswa UNLAM. Ga peduli harus bayar berapa.

  • max |

    Cum Laude kan lulus dengan pujian, kalo chumshot itu apa Mas? :mrgreen:
    BTW kapan nih nyusul adiknya, masuk magister? πŸ˜€
    Wah, kalo di fakultas teknik ada nilai kopyokan dadu juga gak ya Mas?

  • putri |

    psikologi UGM sejak 10 taon yang lalo dah nga gitu lho …..
    kekekekekkekekeke

    tapi mungkinitulah disebut kampus humanis, yang berkembang pesat fak2 humanisnya, hahahahha

    sori narsis ya bow

So, what do you think?