Kepanikan dan Nalar Kekalahan

Di hape Android-ku aku masang aplikasi Wasap. Di aplikasi Wasap-ku itu aku tergabung dengan sebuah grup yang betul-betul bahengan (baca: bajingan, su!). Saking bahengannya, suatu waktu di Eat & Eat, Gandaria City, Aswin, seorang analis resiko dari bank plat merah negeri ini, pernah bersabda, “Wong nek atine ora jembar ora bakal iso bertahan neng grupe awak’e dewe,” yang terjemahan nyaris-bebasnya kira-kira begini: “Orang yang tidak lapang dada tiadalah mungkin bertahan di grup kita.”

Tapi pancen itu memang…memang demikianlah keadaannya. Orang-orang di grup Wasap tersebut tercatat sudah sering membuat homo sapiens di grup Wasap lain yang juga dihuninya memilih left group lantaran tidak tahan dengan ketajaman budi-bahasanya. Kadang memang beberapa oknum dalam grup Wasap kami tersebut suka lupa keadaan bahwasanya mereka sedang tidak ngobrol dengan sesama kami. Mereka lupa bahwa tidak semua orang punya hati baja macam manusia di grup kami. Maka ketika kebiasaan di grup Wasap kami kebawa ke grup Wasap lainnya, ketika ada anggota yang kemudian memilih ciao, hal itu bisa menjadi sebuah perkara yang layak dimaklumi.

Betapa tidak…di grup Wasap kami ejek-mengejek sudah menjadi budaya dasar. Mungkin bukan sekadar ejek-mengejek lagi, melainkan sudah sampai taraf hina-menghina. Malah mungkin bukan sekadar hina-menghina pula, melainkan sudah sampai taraf bersuka-cita di atas derita sesama manusia.

Misalnya ada member grup yang sedang sendu karena ditinggal mantan pacarnya kawin lagi, dengan tanpa perasaan kami bakal bahu-membahu mengumpulkan bukti-bukti kisah cinta sejawat kami tersebut. Foto-foto mesra antara beliau nan sedang dirundung nestapa tersebut dan mantan pacarnya waktu masih mesra bakal kami umbar dengan semena-mena di grup nan bersangkutan.

Sering juga walaupun di antara kami ada yang sudah menjalin bahtera rumah tangga, ledekan berbahan kisah cinta lawas itu tetap kami obral murah-meriah. Jadi sangat mungkin sekali pasangan hidup teman kami tersebut bakal menemukan foto suami atau istrinya sedang berpose mesra dengan mantan kekasihnya dahulu di hapenya. Dalam hal ini aku pribadi sangat salut dengan ketegaran hati pasangan dari teman kami itu. Bayangkan, bagaimana jika Anda menemukan foto mesra pasangan Anda dengan mantan pacarnya ternyata, lho, kok, jebul ada di hapenya? Orang biasa dengan level kesabaran khas orang awam pastilah sudah muntab-muntab tidak karuan.

Maka hanya manusia-manusia yang yakin akan value miliknyalah yang akan bisa bereaksi dengan tenang. Cuma mereka yang yakin dengan kekuatan cinta dari pasangannyalah yang bisa bertahan dengan kondisi demikian. Makhluk-makhluk Tuhan yang insecure, yang selalu mempertanyakan perasaan pasangannya, yang selalu berusaha memvalidasi cinta teman hidupnya, akika pastikan rumah tangganya bakal goyah ketika dihadapkan dengan data dan fakta bahwa sigarane-nyawanya ternyata memiliki kumpulan teman-teman yang sangat tidak berperi-kemanusiaan.

Aku sendiri juga sudah sering menerima tantangan untuk memajang foto mesra bersama mbak mantan di media sosialku. “Tinggal W opo O,” demikian uji nyali dan psy war yang biasanya dilancarkan si Kub, seorang engineer dari bakul server khas Amerika. “Wedi opo ora wani?” lanjutnya pula.

Tentu saja aku nggak bakal tinggal diam melihat orang jumawa di hadapanku. Tantangan itu kusambar, “Wani!” Dan kemudian aku sangat berterima-kasih kepada gadis(-gadis)ku saat ini yang sudah sangat berbesar hati memaklumi kelakuan(teman-teman)ku.

Kemudian, berbicara tentang perkara secure dan insecure, sejujurnya saat ini aku sedang dirundung keprihatinan mendalam. Dan apalagi perkara yang bisa membuatku sedemikian prihatin kalau bukan tentang kondisi mental sebagian masyarakat bangsa ini, khususon masyarakat (yang ngakunya) Muslim yang demikian mudahnya termakan berbagai macam propaganda pemecah-belah kerukunan antar umat beragama.

Kapan hari kemarin aku ditugaskan ke Banjarmasin. Memutuskan extend semalam di sana, aku diterima sama Amed untuk menginap di rumahnya (terima kasih, lho, Oom), tidur beralaskan ranjang bergambar Princess Syahrini berwarna merah muda yang sungguh romantis dan sesuai dengan kelembutan hatiku, di dalam kamar di mana terpajang poster Emma Watson di dindingnya. Sungguh sempurna!

Aku juga diantar berkeliling Banjarmasin-Banjarbaru-Martapura sama Mansup (terima kasih juga, lho, Oom), nongkrong di Alun-alun Kidul van Banjarbaru, ngobrolin banyak hal, terutama seputar kearifan lokal (baca: informasi tentang karakter gadis-gadis di sana), juga mau nggak mau akhirnya nyerempet juga ke persoalan umat beragama, perkara JIL dan bukan JIL, perkara syiah dan bukan syiah, sampai juga portal-portal web Islam murahan yang pengelolanya kami anggap tidak paham bagaimana memilih diksi yang menyejukkan, kalau memang tidak mau kusebut punya banyak agenda terselubung.

Walaupun tema ini, kata Mansup, sudah usang, tapi, kok, ya entah kenapa aku jadi kepikiran lagi tentang hal ini, tentang rasanya, kok, ya umat Islam sedang dipaksa untuk merasa insecure dengan kondisi saat ini.

Mulai dari share-share-an status di Fesbuk tentang betapa berbahayanya film kartun “Doraemon” untuk perkembangan mental anak karena mengajari tentang memohon pertolongan kepada Doraemon dan bukan kepada Allah, sampai tentang betapa merusaknya tayangan “Mahabharata” dan “Mahadewa” di tipi karena mengajarkan untuk menyembah Tuhan yang bukan “Tuhannya Islam” (eh, itu sengaja ta’kasih tanda petik dua, lho).

Padahal apa bedanya tayangan di atas itu dengan serial “White Snake Legend” atau “Journey to the West” pas jaman dulu itu? Ah, mungkin bedanya adalah bahwa sekarang membuat portal berita itu semudah membalikkan telapak tangan. Kita sekarang sudah lebih mudah lagi untuk mengingatkan sesama kita bahwa ada marabahaya yang siap menghadang langkah kita dalam menerapkan ajaran Islam secara kaffah. Sekali lagi, ada marabahaya yang siap menghadang! Sekali lagi lagi, marabahaya!

Betul. Ini adalah sebuah marabahaya. Kenapa marabahaya? Yeah, karena kondisi umat Islam di era sekarang tidaklah sepintar umat Islam di eranya Siluman Ular Putih. Waktu jaman Sun Go Kong mendampingi Biksu Tong untuk ke barat mengambil kitab suci itu umat Islam di Endonesa masih pada pintar. Mereka bisa memilih dan memilah, mana yang harus dinikmati sebagai hiburan dan mana yang harus diimani sebagai akidah. Beda sama umat jaman sekarang yang tidak memiliki kemampuan menyaring informasi babar blas.

Orang tua di jaman sekarang juga sudah pada malas dan bodo. Mereka tidak bisa menanamkan pemahaman kepada anak-anaknya sebagaimana orang tua-orang tua jaman dulu yang tidak khawatir dengan perjalanan anak-anaknya ketika mendampingi Pegasus Seiya membebaskan Putri Saori dari cengkeraman Paus di Athena. Mereka tidak takut anak-anak mereka melupakan Ulul Azmi hanya karena anak-anaknya saban Minggu pagi harus mengawal Shulato menghajar Indra.

Umat Islam jaman sekarang nan lugu-lugu itu harus senantiasa diperingatkan bahwa banyak bahaya yang mengancam, banyak penyesatan akidah yang harus diwaspadai. Jangan gampang terlena! Jangan gampang merasa aman! Musuh senantiasa mengancam dari bawah-atas-kiri-kanan-belakang-depan. Semua hal harus dicurigai. Sikap mental insecure harus tertanam di bawah sadar supaya kita semua selamat sampai di Firdaus.

Umat Islam harus bangkit melawan. Yeah, melawan dengan cara apapun. Yang namanya musuh harus dibendung, harus dibasmi. Kita yang sekarang ini adalah kita yang lugu. Kita tidak bisa bersikap luwes dan fleksibel. “Luwes” dan “fleksibel” itu, kan, 2 kata yang cuma dikenal sama orang-orang yang pintar. Yang bodo macam kita ini harus membatu, harus keras. Lawan semuanya, hajar seluruhnya. Pertahankan benteng iman kita dengan mati-matian, dengan penuh perjuangan!

Sekali lagi, ingat! Lawan punya banyak tipu muslihat. Mereka itu pintar, taktiknya macam-macam. Maka kaum berpendidikan rendah model kita ini tidak boleh kecolongan. Misalnya, kalau ada kisah tentang jagoan bernama Vlad the Dracula yang meluluh-lantakkan pasukan Muslim Turki, maka sudah seharusnya kita menganggap bahwa itu adalah bentuk serangan terhadap kita, terhadap umat Islam. Dalam benak kita harus terpatri bahwa hal itu adalah usaha pemutar-balikan fakta sejarah.

Tidak perlu kita mengingat bahwa Hollywood pernah menciptakan hiburan pada sosok John Rambo yang sendirian membantai pasukan Vietkong. Tidak perlu kita renungkan bahwa generasi pendahulu kita toh menganggap bahwa hal itu hanyalah hiburan belaka, dan bukan upaya pemalsuan sejarah.

Untuk menghadang invasi dengan kedok film “Dracula: Untold” itu, kita haruslah punya pahlawan. Kita harus ingat bahwa kita punya sosok yang akan mengangkat kembali harkat, derajat, dan martabat umat Islam di hadapan kafir-kafir Amerika itu. Kalau tidak ada? Ciptakan! Ciptakan dengan cara bagaimanapun, sebohong apapun, lalu kemudian yakini kebohongan yang telah kita ciptakan itu sebagai sebuah kebenaran. Kemudian keyakinan itu harus kita patri dalam-dalam di sanubari kita.

Atau kalau kita masih dalam taraf sungkan untuk berbohong, konsumsilah buku “Chronicles of Ghazi” yang akan mengajarkan sejarah yang sebenarnya pada kita. Belilah, pesanlah, atau kalau belum punya uang maka menabunglah. Ingat, belilah! Beli! Beli bukunya, karena ini adalah hal yang penting sebagai pondasi keimanan kita. Wajib, karena kalau sampai kita tidak beli bukunya maka kita akan mudah diperdaya oleh musuh-musuh kita. Sekali lagi, beli!

Tak penting untuk kita pahami bahwa di antara 2 pihak yang saling berhadapan maka wajarlah jika hero di 1 pihak adalah penjahat bagi pihak lainnya. Nggak urgen untuk kita menengok sebentar ke belakang bahwa sudah sepatutnya kita maklum kalau bagi pendukung Prabowo maka Jokowi adalah calon presiden boneka, sementara bagi supporter fanatik Jokowi, Prabowo adalah tukang culik nan pengecut. Atau lupakan pelajaran sejarah jaman esde tentang apa yang menyebabkan di Bandung tidak ada jalan yang bernama Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk 😈

Juga, tidak perlu kita pertimbangkan apa jadinya jika orang Pati, Blora, Rembang, dan sekitarnya yang keturunan Jipang Panolan masih nggak mau kalau sampai punya menantu orang Jokja keturunan Pajang? Hal tersebut malah harus kita lestarikan. Dendam lama harus kita piara, biar hidup ini seru. Mata haruslah dibayar mata, kecuali untuk Juan Mata waktu pindah ke Manchester United. Karena apa? Karena dengan mengingat-ingat dendamlah maka kita bisa untuk senantiasa curiga terhadap segala gerak-gerik pihak sana.

Maka akhirul kalam, sekalipun sesungguhnya kondisi umat Islam di Endonesa ini baik-baik saja, kita harus yaqin seyaqin-yaqinnya bahwa kondisi kita tidaklah sebagus yang kelihatan di permukaan. Sesungguhnya kita harus percaya bahwa ada banyak bahaya yang tersembunyi. Supaya apa? Supaya emosi kita mudah tersulut, supaya kalau ada pihak yang pengen memanfaatkan kegoblokan kita demi terganggunya kerukunan antar umat beragama dan demi terpecahnya persatuan Endonesa maka mereka akan mudah untuk menunggangi kita.

Eh, aku terlalu berimajinasi dengan teori konspirasikah?

Kalau iya, baiklah, kubuatkan ilustrasi yang lebih sederhana dan membumi:

Maka akhirul kalam, sekalipun sesungguhnya kondisi umat Islam di Endonesa ini baik-baik saja, kita harus yaqin seyaqin-yaqinnya bahwa kita tidaklah sebagus yang kelihatan di permukaan. Sesungguhnya kita harus percaya bahwa ada banyak bahaya yang tersembunyi. Supaya apa? Supaya emosi kita mudah tersulut, supaya kalau ada pihak yang pengen memanfaatkan kegoblokan kita demi terjual dan larisnya dagangan bukunya, maka mereka akan mudah untuk menunggangi kita :mrgreen:

Ingat, kita haruslah tetap merasa insecure, tetap panik, dan tetap berpikir, bahwa jika kita tidak melawan sekarang juga maka kekalahanlah yang menanti kita di depan sana.

P.S. Selamat Hari Blogger Nasional :mrgreen:


Facebook comments:

4 Comments

So, what do you think?