Lalu Apa yang Dituju?

Di Instagram-ku, sebenarnya ada beberapa akun yang kucurigai sebagai stalker, nggak follow aku tapi setiap aku apdet story, mereka kuperhatikan selalu nongol sebagai pihak pemirsa. Iya, aku memang suka ngeliatin siapa-siapa aja yang nontonin story-ku, soalnya beberapa keluh-kesahku di situ adalah soal urusan pabrik, yang mana aku berharap hal-hal tersebut disimak juga sama bos-bosku di pabrik. Alhamdulillah, akunku memang di-follow sama beberapa petinggi pabrik.

Cuma ya begitulah…sampai sekarang keluhanku nampaknya tidak ditanggapi oleh bos-bos itu. Mungkin mereka juga nggak kuasa untuk mengabulkan permohonan tidak langsungku itu, misalnya soal jam kerja yang jadi 7 hari seminggu sejak pandemi Covid-19 ini. Sejak komandan-komandan tua di pabrik tau kalau ada teknologi yang namanya konferensi video, mereka jadi hobi sekali ngajakin rapat di akhir pekan, yang dulu biasanya tidak pernah terjadi sebelum pandemi. Alasannya hal yang mau dibahas itu sungguhlah urgen, sehingga mesti dirapatkan secepatnya juga, walaupun dalam hati aku selalu bilang, ealah…Paaak, Paaak, yang kayak begini ini dibahas hari Senin juga bisa kali. Lagipun kami-kami ini, kan, ya punya urusan sendiri-sendiri di akhir pekan.

Permohonan langsung tentunya sudah kusampaikan pula, tapi mental. Kayaknya banyak pula bos-bos yang tidak kuasa ketika yang punya kepengenan adalah para komandan di pucuk tertinggi. Komandan-komandan di pucuk tertinggi tentu punya sudut pandang yang berbeda. Pertama, mungkin sampai sekarang mereka masih euforia punya mainan baru yang namanya online meeting. Samalah kayak jaman aku dulu waktu pertama kali punya Nintendo. Maunya tiap hari mainan Nintendo terus sampai larut malam.

Kedua, mungkin mereka kesepian. Komandan-komandan level tinggi ini tentunya sudah berumur. Kalau pakai logika umum, anak mereka sudah pada gede-gede dan mungkin sudah omah-omah sendiri bersama pasangannya masing-masing. Alhasil serigala-serigala tua ini selalu kesepian di akhir pekan. Rumahnya nggak ada keramaian. Ditambah situasi Corona, mereka nggak bisa jalan-jalan ke mana-mana. Ketimbang nglangut sendirian, maka dipilihlah kegiatan konferensi video bersama anak-buahnya.

Ketiga, gaji mereka toh udah besar, nggak perlu melakukan usaha sampingan apapun di akhir pekan. Beda sama pion-pionnya yang etekewer, yang masih harus ngurusin proyek sampingannya di waktu weekend. Alhasil – lagi-lagi karena situasi pandemi – mereka punya banyak sekali waktu senggang untuk memikirkan problematika yang sebenarnya masih bisa diurus hari Seninnya. Sialnya, bos-bos ini apa yang nggak bisa mikir ya, bahwasanya tiap menusia punya kebutuhan yang berbeda?

Aku misalnya… Lha, kalau saban weekend aku selalu diajakin rapat, kapan aku pacarannya? Aku toh masih punya prioritas lain yang perlu diurus ketimbang rapat-rapat online pengganggu ketenteraman akhir pekan itu. Aku masih harus berusaha meyakinkan mbak-mbak yang kutaksir untuk mau kupacari, lalu kemudian untuk kunikahi. Problem kayak gini ini kapan lagi bisa kuurusi kalau bukan pas Sabtu-Minggu, lha wong di hari kerja aja komandan-komandan itu juga hobi ngajakin rapat di luar jam kantor, kok? Mungkin ya itu tadi, begitu lewat Maghrib, mereka merasa kesepian lagi. Anak-buahnyalah yang dipaksa menemani kesendirian mereka dengan dalih rapat ini bin meeting itu. Jangkrik!

Balik lagi soal story-ku. Setidaknya ada sekitar 3-4 stalker yang kutandai selalu nongol setiap aku apdet story. Akunya penasaran juga jadinya, apa alasan mereka melakukan hal itu? Pikirku, tidak mungkinlah itu orang BIN, wong aku ini tergolong tertib administrasi. Aku juga tidak terlibat dalam proyek-proyek strategis nasional, keberadaanku tidaklah mengancam hajat hidup pihak-pihak tertentu, dan tidak ada keuntungan finansial yang bisa didapatkan andai mereka mengetahui rahasia-rahasiaku lalu kemudian memerasku. Pendeknya, rahasia jenis apa, sih, yang mau kusimpan, wong tidak ada rahasia apapun dalam hidupku?

Aku ini, kan, tulus dan suci mengabdi lewat pekerjaanku untuk kemaslahatan ummat!

Maka pada suatu hari akupun bertindak iseng. Mereka kukirimi pesan privat yang isinya: “Kenapa nggak sekalian follow saya aja, sih?”

Yaaa…daripada mereka mesti mengetikkan namaku di kolom pencarian di Instagram, hanya untuk mengecek apakah aku ada apdetan baru atau tidak, alangkah lebih simpelnya jika mereka sekalian follow aku sahaja, kan? Lagipula itu bagus buatku, hitung-hitung menaikkan jumlah follower-ku.

Lanjutannya bisa ditebak. Lewat beberapa hari tidak ada yang membalas pesanku itu. Lagipula geblek juga aku ini… Wong mereka itu, kan, stalker. Stalker ya niatnya mengamat-amati dan bukan berinteraksi. Ya manalah mungkin seorang mata-mata mau blak-blakan kepada target buruannya?

Tapi pada suatu masa, olala…ternyata ada pesan masuk di Instagram-ku. Tanpa kuedit sedikit pun, begini bunyinya:

Tau gak tau gak…, ini faktor ketidak sengajaan sebenernya… Hari ini pun sy baru tau kalo kamu ternyata DM saya, kalo jari sy gak kepleset mungkin selamanya sy tak pernah tau

Cuma nih mas kalo kamu telaah mendalam, kalo sy searching kamu artinya kamu selalu ada dipikiran sy, bedanya dengan aku follow kamu yg tiba tiba muncul ada apdetan dari kamu yg tinggal aku lihat.

Yak! Ada respon dari seekor tukang stalk. Iya, caranya nulis memang sejelek itu, kok. Beliau nggak fasih menggunakan tanda baca, pun beliau tidak bisa membedakan yang mana “di” sebagai kata depan dan kapan “di-” digunakan sebagai awalan. Jadilah sempat saya baca-baca berulang kali dulu untuk memahami maksud kalimatnya πŸ˜€

Kubalas, “Lho, bukannya kita nggak kenal satu sama lain?”

Beliau merespon lagi:

Ya sdh lah, abaikan

Setelahnya, setelah kubalas lagi, “Lho, memangnya kamu kenal aku banget?” beliau tidak pernah merespon apapun lagi sampai sekarang, tapi tetap rajin menengok unggahan-unggahanku. Sungguh menghermankan, aeh…mengherankan πŸ™‚

Iya, aku suka heran sama orang-orang macam tukang stalk di atas itu: Apa tujuan sebenarnya kalau begitu? Jika dibilang bahwa aku selalu ada di kepalanya, hei, ini orang yang setiap saat selalu ada di kepalamu mengajakmu berinteraksi, lho. Kamu bisa ngobrol enak dengan manusia yang setiap hari mengambil sebagian porsi di otakmu. Jadi daripada menduga-duga, mengkhayal, dan menafsirkan sendiri tentang diriku, apa nggak lebih baik kita terlibat interaksi beneran aja, meskipun kadarnya masih virtual?

Normalnya, sih, yang namanya manusia, jika menginginkan sesuatu lalu kemudian sesuatu tersebut muncul di depannya, tentunya manusia yang bersangkutan akan menyambut sesuatu tersebut dengan penuh suka-cita. Di sini aja aku sudah diherankan oleh 2 hal. Pertama, seperti yang kusebutkan tadi, informasi apa yang diinginkannya dengan menguntitku, wong aku ini tidak punya rahasia apapun yang kusimpan, utamanya yang berkenaan dengan proses penggulingan kekuasaan. Kedua, kalaupun toh memang ada hal yang diinginkannya, aku sudah menawarkan untuk bicara, yang mungkin akan memberikannya petunjuk untuk mendapatkan apa yang diincarnya dariku, lha, kok habis itu beliaunya malah kabur?

Dan untuk menambah kesan misteri dalam kasus ini, akun di atas barusan kudapati sempat mem-follow beberapa teman-temanku di pabrik yang berjenis kelamin wanita, yang lumayan sering berinteraksi dan beradu ledekan denganku. Akun Mbak Mantan yang pramugari juga sempat di-follow-nya. Gibliknya, setelah beliau membalas pesan privatku itu, akun-akun tersebut kemudian tidak tercatat lagi diikutinya :mrgreen:

Maka sekarang gantian aku yang kepikiran, siapa makhluk ini sebenarnya (dan belum lagi akun stalker-stalker lainnya)? Sungguh, sampai sekarang aku masih sering dibuat heran oleh jalan pikiran manusia. Entah kenapa juga manusia itu suka sekali dengan drama dan bikin intrik ini-intrik itu. Lebih heran lagi, ketika kita berkepentingan terhadap sesuatu, kenapa juga setelah kepentingan tersebut menunjukkan jalannya kepada kita, kita justru bertindak menghindarinya? Banyak tingkah sekali! Banyak tingkah dan ribet sendiri!

Padahal menurutku, perkara hidup itu, kan, sebenarnya simpel asal kitanya sendiri juga jelas. Kita kepengen sesuatu, bilang dan usahakanlah kepengenan kita itu. Nggak perlulah bikin intrik sana-intrik sini segala. Sudah kitanya repot, kebanyakan drama pada akhirnya juga malah kontraproduktif, ending-nya kita nggak dapat apa-apa.

Hanya saja, tentunya premis tersebut berlaku untuk manusia yang punya niat baik atas kepengenannya. Perihalnya tentu saja berbeda jika niatnya tidaklah lurus lagi, seperti dobosannya Qais, Si Majnun, tentang Layla. Qais berkata kepada dunia, betapa dia mencintai Layla dan rela menderita karenanya. Tetapi ketika Layla sudah berada di depan matanya, Qais justru berlari kabur menghindarinya.

Dari sini kita semua bisa tahu, Qais sebenarnya tidak sebegitunya mencintai Layla. Yang Qais cintai sebenarnya adalah citra dunia terhadapnya, citra sebagai laki-laki yang menderita dan gila karena Layla. Qais pastinya tahu, saat Layla muncul di hadapannya, dia bisa memilih untuk menyambut Layla dan hidup berbahagia dengannya. Tapi jika itu yang dipilihnya, maka dunia tidak akan lagi memberikannya imej sebagaimana yang selama ini disandangnya, sebagai laki-laki menjadi gila karena cinta.

Qais kebanyakan drama, seperti Tuan/Nyonya Tukang Stalk di atas, seperti jamaknya kita semua πŸ™‚


3 Comments

  • warm |

    endingnya nonjok bener sih, mas
    saya setuju itu, haish jd pengen bikin pisuhan sebagus ini pula, tp kumaha :))

  • destiutami |

    Ya itu.. keinginan mbanya cuma stalking. Belum ingin lebih. Mungkin. Bukan cenayang saya mah.
    Kok saya yakin betul ini mba-mba ya? Hahaha..

    Saya malah penasaran kalo Mas Joe suatu saat jadi bos besar akan seperti apa nasib bawahanmu?

So, what do you think?