Hari Sabtu-Minggu kemarin aku dolan ke rapat kerjanya pengurus baru Himakom di Kaliurang. Sudah jadi kebiasaannya pengurus Himakom sejak jamanku kalo setiap kali awal kepengurusan, kami selalu memutuskan untuk raker ke luar kota Jokja. Alasannya ya biar sekalian refreshing. Nggak aseek kayaknya kalo pengurus Himakom selalu ngadain rapat di ruangan kecil nan butek di bawah tangga lobby menuju lantai 2 gedung MIPA unit selatan.
Dan aku kembali jadi mahasiswa paling tua yang hadir di situ. Bayangkan saja, eraku di Himakom seharusnya cuma cemerlang pas 4 tahun yang lalu, saat kepengurusan generasiku. Aku jadi pejabat di Himakom setelah 2 tahun aku (sok) mendalami bidang ilmu komputer di Gadjah Mada. Artinya, ya ini adalah tahun keenamku menyandang gelar sebagai mahasiswa. Makanya aku sering nerima komentar, “Kamu apa nggak malu, Joe, masih suka dolan sama anak-anak kecil?”
Aku nggak malu, kok. Sumpah! Sungguh mati aku nggak malu. Aku masih sering main sama anak-anak Himakom ya karena aku masih sering diajakin sama mereka. Dan karena sering diajakin, maka rasanya sah-sah aja kalo aku pengen menyombongkan diri bahwa aku masih dibutuhkan oleh Himakom, meskipun, misalnya saja, aku cuma dibutuhkan sebagai mood-maker, bukan decision-maker lagi. Itu wajar, eraku sudah punah.
Aku memang lagi pengen nyombong. Cuma aku satu-satunya mahasiswa dari angkatan 2002 yang kemarin (juga acara-acara yang lain) ditanyain, “Joe, kowe teko raker, ra?” Dengan pertanyaan model begitu, kayaknya aku boleh, dong, menilai bahwa setidaknya aku masih diharapkan untuk ada di acara tersebut. Aku nggak pengen menilai ajakan seperti itu cuma sekedar basa-basi saja. Nggak rela, nggak ikhlas. Basa-basi, kan, nggak perlu sampai harus dikonfirmasi lewat SMS atau telepon, ya tho?
Mungkin ada yang mau berkesimpulan bahwa aku masih sering diundang gara-gara aku masih suka nongkrong atau tidur-tiduran di ruang Himakom. Itu nggak salah. Di mana lagi tempat di MIPA selatan yang enak buat nungguin jadwal konsultasi skripsi sama dosen pembimbing selain di kantin atau di ruang Himakom, soale. Yang menurutku salah adalah paradigma bahwa mahasiswa angkatan lawas sepertiku nggak pantes lagi masih sering nongkrong dan mondar-mandir di ruang Himakom. Yang menurutku salah adalah paradigma bahwa mahasiswa angkatan lawas sudah seharusnya malu kalo masih sering yak-yak’an dengan adik-adik kelasnya. Yang menurutku salah adalah paradigma bahwa mahasiswa angkatan lawas harus menjaga jarak untuk menjaga wibawa (atau gengsi?) di depan adik-adik tingkatnya.
Hei, menurutku buat apa milih-milih teman? Apa kita harus memilih teman berdasarkan faktor umur? Apa kita cuma boleh memilih teman yang sebaya? Apa aku sudah bertindak ngawur dengan membiarkan adik-adik kelasku beradu ejekan denganku, sementara teman-temanku yang seangkatan sudah pada jadi dosen dan mengajar mereka-mereka yang saat ini sering ngeplaki kepalaku?
Teman-temanku itu hartaku, Bol. Nggak peduli berapapun usia mereka. Mau lebih tua, sebaya, ataupun jauh lebih muda, buatku nggak masalah. Mereka adalah gudang peluruku. Dengan memiliki banyak teman – nggak peduli dari strata usia berapapun – aku berharap bisa njagakke mereka: saat aku terdesak oleh situasi dan harus melepaskan serentetan tembakan untuk menyelamatkan nyawaku, aku berharap mereka bisa menjadi amunisiku.
Dengan berteman sama yang lebih muda aku juga merasa bisa membagikan apa yang aku tahu kepada mereka. Sebabnya, dengan berteman dekat dengan mereka, mereka jadi tidak sungkan untuk bertanya kepadaku. Dengan begitu aku juga bisa lebih maksimal membagikan apa yang kutahu kepada mereka. Bayangkan kalo seandainya mereka punya sikap nggak enakan sama aku – seperti nggak enakannya mereka kepada beberapa teman seangkatanku yang saat ini menjadi dosen mereka – belum tentu aku bisa los bicara dengan mereka.
Teman seangkatanku dan beberapa adik kelasku memang sudah pada lulus duluan. Dan beberapa dari mereka saat ini sudah memulai karirnya sebagai dosen yang rata-rata mengajar anak-anak 2006 dan 2007. Tapi teman-temanku itu ada yang menjaga jarak dengan mahasiswanya. Alhasil meskipun status mereka adalah pengajar, mahasiswanya jadi sungkan kalo bertanya terlalu banyak kepada mereka. Dan akupun beranggapan teman-temanku itu tidak begitu sukses dengan profesinya sebagai pengajar.
Kemarin, waktu adik-adik kelasku yang pada ngambil mata kuliah Praktikum Basis Data dapat tugas buat ngoprek database-nya CMS, dibandingkan dengan konsultasi sama dosen pengampunya, adik-adik kelasku malah banyak yang berkerumun meminta tanda-tangan…aeh, meminta wangsit dariku. Waktu aku tanya, dosennya siapa, apa nggak diajarin sama sang dosen, mereka malah menjawab, “Dosennya Mas Paijo (bukan nama sebenarnya, dong, ah!), Mas. Ngajarnya nggak enak. Udah nggak enak, galak lagi.”
“Ooo… Mas Paijo, tho,” lanjutku.
“Kowe kenal karo Mas Paijo, Mas?”
“Lha ya iya, wong temen seangkatanku, kok.”
“Wah, wong kae nyebahi, Mas. Ngajarnya kayak yang nggak nguasain materi. Ra ngedongke. Sudah gitu, suka sinis kalo ditanya sama bocah-bocah,” kata seorang adik kelasku dari angkatan 2007.
Jadi begitulah. Menurutku jaga jarak itu nggak ada gunanya. Entah itu istilahnya jaga wibawa atau malah jaga gengsi, buatku semuanya sama aja nggak ada mangpa’atnya. Niatnya mau nyebar ilmu, ilmu yang kesebar malahan ndak maksimal cuma gara-gara…apa itu tadi? Ah, ya, gengsi. Gengsi takut dicap nggak bakalan punya wibawa di hadapan mahasiswanya. Apa gunanya jadi dosen kalo kayak gitu? Makanya kalo besok aku mau jadi pengajar, aku janji nggak akan jadi pengajar yang model begitu. Aku mau jadi pendidik yang masih bisa main futsal bareng sama peserta didikku. Aku pengen, minimalnya, kayak si Gendut yang waktu sebelum cabut pindah kerja ke Ericsson masih mau nongkrong di depan kelas bareng mahasiswa-mahasiswanya.
Dalam konteks ini aku malahan jadi pengen nyombong lagi di depan teman-temanku, atau siapa aja yang ngerasa jadi dosen model menyebalkan kayak di atas, “Gelarmu boleh S.Kom., statusmu boleh dosen komputer. Tapi dalam perkara pemasyarakatan teknologi informasi, aku yang masih mahasiswa ini lebih berguna dibanding kamu atau Roy Suryo sekalipun.”
Maka ketika seorang teman seangkatanku, Dino (ini cewek. Nama aslinya Dian Novalina), berujar, “Joe, kamu memang milik setiap angkatan,” meskipun karir mahasiswaku sudah sakaratul maut, aku mendadak kepengen bangga gara-gara aku masih suka ugal-ugalan bareng adik-adik kelasku.
Pertamax?
yoh…
ndang dadi hantu himakom wae…
koen iri, punk, aku nduwe penggemar akeh… π
Kalo di blogosphere, Joe milik semua umur juga nggak? π
joe.. aku tau lo siapa itu mas Paijo..
xixixix.. no comment aja deh π
6 tahun?rung lulus?
UGM pancen marai betah go kuliah kok dab
Wuih…satu lagi tulisan sampeyan yang agak “bener” dan bermakna…
Huehehehe…
Lha koe kok gak ngajar praktikum wae Joe?? Itung2 latihan buat jadi guru…
sora-kun:::
ooo..tentu tidak. kalo di blogosphere cuma buat yang 17 tahun, atau kalo cowok setidaknya sudah sunat, kekekeke…
ninta:::
lho, sama dong, nin. aku juga tau lho
detnot:::
lha iyalah, mas. masuknya susye masak mau ta’tinggal begitu saja. nanti dibilangnya saya ini termasuk orang yang nggak tau bersyukur kan cilekek π
Adhi P.:::
nek kuwi aku wis tau pas jaman mbiyen mahasiswa isih oleh ngampu praktikum. saiki kan nek pengen ngajar praktikum minimal kudu wis s.kom. sik
Oy Uyo? π
Yoi, cara ngajar yang model ‘akrab’ lebih mendukung transfer ilmu dengan lebih cepat coz suasana belajarnya juga jadi mendukung…
Belajar sama temen di taman depan kelas ato di kos2an kadang eh sering lebih donk daripada di ajari dosen di kelas… (emang dasarnya aq alergi sm suasana kelas yang … halah, bikin ngantuk pokoknya… apalagi dosennya suka ceramah doank…gk pake nglawak lg, jd tmbh bosen)
eh, nasib TA-mu piye jon?
TA ki ra sah angel2…sing penting ki lulus e, udu angel e… π
kalo gitu saya nunggu potomu pake toga wisuda… π
mas,,jangan lulus duluuu…
tunggu saya dan mas ceper dulu… T_T
jangan tinggalkan kamii…
wah postingannya panjang amat mas..
sekaligus trik trik senior kepada adik adiknya yang ayu ayu…
weleh aku kok gak diajak jalan2 joe?
joe pancen huebat sodara2, saya yang teman satu ospek dulu mengakui akan hal itu… seperti semboyannya kala itu, orang sudah bersusah payah masuk ugm, ngapain keluarnya cepat2, huahaha2…
disaat teman seangkatan sudah jadi dosen, joe memutuskan ingin menjadi mahasiswanya. bener2 mhs milik semua angkatan ente… π
ya wis,jadi dosen aja joe, brandez dah dadi dosen, sekarang giliranmu biar anakku 20 tahun lagi bisa tak titipin masuk UGM
(oya OOT : saya lagi sedih, juara eropa baru saja kandas dengan terhormat tadi malam π₯ )
hoHOho,,
setuju Mas Joe!!!!!
harusnya saat bergaul kita tidak membeda-bedakan umur dan angkatan..
Sampeyan ki wis tuwo koq yo iseh melu to mas… mbok yoh memberi kesempatan pada yg muda.. katanya sampeyan juga udah mau lulus.. ckckckckckkkkk..
nek aku tho joe..
bergaul ki tidak mesti kudu “mengorbankan” uang buat bayar SPP tiap semester π
kirain sakaratul maut apaan? yo wis tak dongakno arwahmu ndang ucul teko UGM, π
Saya sebagai adek kelas yang berbudi tetap akan menanti saat2 itu tiba. Saat dimana kau memakai toga dan kami arak rame2 muter Kampus Joe. Seluruh HIMAKOM menantinya… Semangat Joe!
Effendi:::
saya ndak nulis tentang Oom Oy Uyo, lho. itu tulisannya sudah saya coret…kekekekeke!
nuha85:::
benul. ilmu2 praktis saya skrg ini 90% tidak dibentuk oleh dosen2 di kampus saya π
punk:::
ngenteni jadwal, punk. koen kalem bae π
cK:::
kamu mau foto bareng aku (lagi), chik?
faisal dwiyana:::
kesuen nek ngenteni kowe cah 2. maap, saya tinggal minggat duluan!
hanggadamai:::
bukannya biasanya juga panjang?
iman brotoseno:::
oh, kalo itu sih anggap aja resiko atau konsekuensi, mas
alva:::
va, kapan kita naik2 ke tingkat 3 gedung rektorat lagi sambil nempelin poster2? kekekekekeke
yudi:::
turut berduka cita akan kualitas milan yang memang payah π
galihyonk:::
lho, sama dong. saya juga setuju π
vcrack:::
saya sudah cukup memberi kesempatan, kok. kan decision makernya bukan saya lagi, wekwek!
anung:::
lho, itu postingan nggak mbahas tentang lama studi dan jumlah bayaran spp π lebih ke attitude aja. contohlah si bram, disamping profesinya sebagai pengedar bokep di kampus, dia juga (sempat jadi) dosen yang user-friendly dan lulusnya relatif tepat waktu. kalo aku sih ya memang kecelakaan aja, kebanyakan ngobyek sama cewek2
toim:::
mbok sekalian doakan badan kasar saya juga
Landhes:::
inget, ndes. kudu ono marching band’e, kekekeke
Mas, temen seangkatanmu bentar lagi nikah lho…
Kw kapan..??
Mas..mas…
Aku melu2 manggil mas ben koe semakin terlihat senior a.k.a “tua”
Lha piye?? Sblm minggat mari kita membuat rusak anak gadis satu saja… Biar nama kita dikenang di Milan
joe, wektune bayar BOP lho π
iyo joe.. ingat utang mu masih 600rb lho.. mau minjem sapa lagi sekarang.. clckckckkcckckckkckckkkkkckckkkkkkk…. π
joe, “tukang gedor” veteran-nya Himakom!
hidup joe! “D
* btw, kapan neh latihan?
chiell:::
sesuk, chiel, nek aku wis sugih
Aday:::
ah, saya lebih suka dikenang dalam hal yang positif sahaja π gyahahahahahaha!
anung:::
saya sudah lunas, nung. untuk itulah saya ngutang 600ribu di landhes π
vcrack:::
gampang…kas bon di kantor masih bisa
crizosaiii:::
udah siap, john. kapan aja bisa langsung cabut ini π
mas,jangan minggat dulu…
apalagi klo minggatnya via balairung,,
alias minggat via menerima surat keputusan rektor,,
yang berjudul “dengan berat hati,bla bla bla…”
gak baik tuh…
:p
mas joe..
ndang lulus..
biar bisa jadi pengajar yang sampeyan inginkan..
: P
pertanyaan sekarang,
mahasiswi angkatan berapa yg bisa menaklukkan hatimu? :p
Kuliah kok suwi banget to mas?
hehehe… π
Jadi kapan kamu ngelamar aki, Joe?
Judule medni tenaaan
βGelarmu boleh S.Kom., statusmu boleh dosen komputer. …
Untung gelarku bukan SKom.. Nyicil ayem. dudu aku sing dirasani sebagai “dosen komputer”.
hahahaha… oalah jo, jo…
nggawe kangen wae karo bocah2..
hidup di ibu kota memang kejam. hahahaha…
ayo jo, buat rekor hadir di raker untuk ke 7 kalinya.. hahahaha
Hmmm….kadang disetiap kelemahan justru ada manfaat yang hadir..
boleh tak samakan dengan difabel” yang jadi pinter lukis ato mengukir misalnya ??? ^_^
Bagi saya sendiri, saya lebih mengakui Joe sebagai senior saya Di Himakom UNY daripada tetua Himakom yang lain. Orang yang bisa menghargai orang lain, layak dihormati..
faisal dwiyana:::
“dengan berat hati kami harus merelakan putra terbaik ugm untuk lulus dan meninggalkan kampus ini. ugm akan sangat kehilangan sosok sepertimu, nak!”
well, kayaknya bagus juga, sal…gyahahahahaha!
Kiki Ahmadi:::
amin. terima kasih.
luzzi:::
hahahaha, kalo yang ini tidak untuk angkatan lain, jul. cukup angkatan kita
Panda:::
betah e, soale π
calonorangtenarsedunia:::
heh? ngelamar sapa? heh? heh? heh?
Fajar:::
iya po? padahal rasanya biasa aja, lho
khabib:::
masih S.Si. ya, bos? gyehehehe! π
yang punya bramantyo.com:::
ndut, karirmu sebagai banci di sana bagemana? rejeki lancar? π
tenang sahaja, raker ke 7 saya bakal datang sebagai pemilik 80% saham google, hohoho
Friend:::
heh? difabel? heh? sapa yang lemah? heh? heh?
ojo ngomong himakom uny meneh, pren. uny wis ono ilkomp’e saiki. dadi ora kepenak dewek
Aku ya setubuh eh, setuju ro njenengan Mas… Kanca-kancaku ya cah cilik-cilik. Tapi, aku tetep bisa ‘nyrawungi’ mereka. Bahkan, aku dianggap Bos mereka (dudu aku sik ngomong lho…). Rumangsaku, aku ki paling pinter diantara mereka, jadi gak ada lagi rasa sungkan untuk kasih ‘wejangan’ ke mereka. Dan sesekali ‘ngakali’ mereka.
Tapi, dalam hal golek cewek, aku kalah dengan mereka. Harus kuakui bahwa cah-cah cilik jaman saiki, wis pinter golek pacar. Ah.. yoben! Kan sisuk bisa ‘ngakali’ salah satu cewek mereka. Pareng po ra Mas?
nek aku piye joe, merakyat pora?
BTW, sayang sekali koe ra doyan ensiklopedia keris
Besuk liburan saya main ke jogja, main yuk
tak kenalke karo ponakanmu sing bagus dewe