The Satrianto Show: Beraksi Kembali! My baby takes the morning pill, she works from nine till five AM.

Kapan hari itu aku ditemenin Saber jalan-jalan ke Jogja Phone Market. Ngapainkah aku ke situ, sodara-sodara? Oh, ternyata – tentu saja – aku ada keperluan pengen beli hape baru buat ngenet dan chatting-chatting-an di rumah. Hapenya mau kufungsikan jadi modem buat komputerku tersayang. Dan setelah keliling-keliling dari 1 toko ke toko lain tanpa bisa menemukan mbak-mbak penjual yang cantik, akhirnya aku membawa pulang Nokia 6016 CDMA baru. Celakanya, itu hape kayaknya cacat produk. Baterenya kampret! Di-charge sampe full, lha, belum nyampe 24 jam dianya sudah semaput lagi. Jadilah nanti-nanti hape semprul itu mau ta’bawa ke tukang jualannya. Mau komplain, masak iya hape baru yang belinya bukan 2nd itu cuma segitu performa baterenya? Beuh… 🙁

Tapi sekarang aku bukan mau cerita tentang hape kucluk itu.

Bukan. Bukan, sodara-sodara. Biarlah hape nestapa itu kuistirahatkan dulu pada tempatnya. Sekarang aku malah mau cerita tentang malapetaka Piala Thomas.

Seperti yang kita semua ketahui, kemarin itu tim Piala Thomas Endonesa diplekotho 0-3 sama Korea Selatan di semifinal. Kalah atau menangnya, sampai dengan perjuangannya Markis Kido/Hendra Setiawan, itu ndak problem. Aku bisa maklum, berhubung aku sendiri juga ngeliat di tivi bagaimana dahsyatnya perjuangan mereka di lapangan. Tapi Taufik Hidayat? Astaghfirullah… Ternyata besoknya aku mendapati bukan cuma aku aja yang sebel ngeliat permainannya dia di lapangan. Anak-anak di kampus juga sebel. Nggak cuma yang cowok, yang cewek juga sebel sama Taufik.

Si Taufik kalah. Tapi nggak seperti 2 partai sebelumnya di mana Endonesa juga kalah, kalahnya Taufik mengundang sumpah serapah. Menurut beberapa saksi mata, Taufik mainnya nggak semangat, nggak ekspresif, dan miskin semangat juang. Dia dibekap 2 set langsung sama pemain Korea yang peringkatnya 3 tingkat di bawahnya. Pas kalah, ekspresinya juga datar-datar aja. Nggak keliatan kecewa, apalagi misuh-misuh. Makanya aku sebel. Ini anak, kok, kayaknya nggak niat banget buat tanding? Mendingan aku aja yang dipanggil jadi atlet Piala Thomas kalo mainnya cuma buat kalah aja macam gitu. Setidaknya, meskipun nantinya mati kosong, aku masih bisa menjanjikan bakalan tampil lebih ekspresif dibanding Taufik Hidayat. Hidup aku!

Dan malapetaka Piala Thomas itu datang waktu lagi nonton ganda pertama negeri kita tercinta ini bertanding. Lagi seru-serunya teriak-teriak sendiri di depan tivi, tiba-tiba hape baruku itu bunyi. Ada SMS masuk. Siapa ini, batinku. Aku sempat bingung sesaat 2 saat. Lha, soale nomor Starone di hapeku yang baru itu belum kusebar-luaskan buat publik, kok, tau-tau ada yang ngirim SMS.

Sebelumnya, untuk menambah khazanah pengetahuan bagi para pirsawan dan pirsawati, berikut kuumumkan kalo tadi siangnya aku juga menerima SMS yang berisi konfirmasi bahwa nomorku (yang belum dikenal itu) sudah terisi oleh pulsa gho’ib (ya, gho’ib. Wong aku nggak tau asal-muasalnya dari mana) sebesar 50 ribu. Kupikir itu pulsa bonus dari provider SIM card-ku berhubung aku tercatat sebagai pelanggan baru. Aku sempat nyaris jingkrak-jingkrak kesenengan.

Kembali lagi pada SMS pas semifinal Piala Thomas itu. Di hapeku tertera sebuah pesan sebagai berikut:

Maap td saya salah
ngisi tmpt
mbake/mas. saya
mohon misalnya
mbake/mase mau
ngembalikan
kembali. saya
ucapkan
trimakasih. ow39.

From:
081578844437

Berhubung pas waktu itu Markis sama Hendra lagi berjuang mati-matian sampai rubber-set segala, aku jawab, kalo besok aja gimana? Endonesa sedang terdesak, soale. Aku jelas nggak mau melepaskan momentum langka tersebut kalo harus mbalikin pulsa pada saat itu juga.

SMS-ku nggak langsung dibales. Nggak ada konfirmasi aku harus mbalikin ke mana, jam berapa, dalam bentuk pulsa juga atau duit kontan. Bodo amat, pikirku waktu itu. Markis Kido smesnya keblok terus, masalahnya. Aku lebih kalang-kabut mikirin nasibnya Endonesa.

Sampai 1 jam SMS-ku juga masih belum ditanggapi. Eee… Lhadalah, lewat jam 10 malam tiba-tiba ada SMS lagi yang masuk, tapi dari nomor yang berbeda. Beginilah tulisannya:

Qta iklas kehlgn
pls.tp qta g iklas dg
hatimu

From:
085729124821

Aku yang waktu itu lagi di luar rumah setelah Endonesa terbantai bareng Aday, Azwar, juga Destian, kontan langsung emosi. Baru aja si Taufik bikin perkara sama perasaanku, sekarang malah ketambahan manusia yang ngomong tanpa argumen yang valid. Kuasumsikan saja SMS barusan itu dikirim oleh manusia yang masih berkaitan dengan masalah pulsa yang sama. SMS-nya kubales. Kubilang, aku sudah bilang bakal ngembaliin besok, soalnya tadi lagi nonton Piala Thomas. Lain kali nggak usah ngomong kayak barusan. Kalo cuma perkara duit, kuganti 10 kali lipat aku juga mampu. Jindal!

Eh, SMS-ku nggak dibales lagi. Yang ada Aday malah sempat ngomong, “Sesuk aku ta’salah nransfer pulsa neng nggonanmu 100 ewu yo, Joe. Ra sah mbok ganti 10 kali lipat wis. Cukup 9 kali lipat wae.” Wooo… Semprul!

Sekarang, sampai dengan hari ini, aku belum nerima SMS lagi dari orang yang salah masukin pulsa itu. Malah aku juga udah nanya lagi harus ngembaliin pulsanya dengan cara gimana yang tetap saja nggak ada balasannya. Cuma, entah ada hubungannya dengan kasus di atas itu atau tidak, sekarang tiap pagi, di hape CDMA-ku, aku selalu dimiskol sama nomor yang di-hidden.

Begitulah, sodara-sodara, cerita tentang malapetaka Piala Thomas yang kualami. Terus apakah sekarang kasusnya sudah selesai? Oho, ternyata belum, John. Kasusnya sekarang malah berkembang semakin biak, aeh, semakin berkembang-biak.

Lanjutannya begini: kemarin malam aku dolan ke kosnya Afif. Ceritanya aku mau ngopi driver buat kabel datanya hapeku itu sama sekalian njajal ngenet di tempatnya dia pake hapeku. Tapi ternyata memang nggak bisa otomatis. Aku nggak bisa tinggal nyolokin hape ke komputer lalu langsung terhubung ke jaringan world wide web. Aku ternyata harus ngaktifin layanan internetnya Starone ke operatornya.

Nelepon operatornya pertama kali, aku ditanya identitasku. Kujawab. Lanjutannya lagi, aku ditanya nomor yang saat itu sedang kupakai. Kujawab lagi, nomorku 02743299279. Eh, lha, kok, si mas-mas operatornya bilang kalo aku menyebutkan nomor yang salah. Aku jelas heran, wong nomor di hapeku itu ya yang kusebut itu, seperti yang tertera di bungkusnya waktu aku beli perdana. Tapi aku tetap disuruh ngecek nomorku lagi. Okelah, telepon kututup dulu. Ceritanya aku mau pura-pura ngecek nomorku. Tapi ya nomorku yang tertera di bungkus perdananya ya tetap aja seperti yang kubilang.

Sambil terheran-heran, aku coba nelepon operatornya lagi. Kejadian di atas berulang lagi. Untung Afif tiba-tiba punya solusi cerdas, coba aku njajal miskol ke hapenya pake nomorku yang bermasalah itu. Tapi aku waktu itu juga bawa hape GSM-ku sendiri. Daripada ndadak nyari-nyari hapenya Afif dulu, kuputuskan miskol ke nomor GSM-ku aja. Dan… Jreng! Jreng! Jreng! Nomorku ternyata bukan 02743299279, sodara-sodara! Aku baru nyadar, ternyata nomorku itu 02743300279!

Bajingan kie! Kalo begini keadaanya, pantes aja kemarin ada yang salah nransfer pulsa ke nomorku. Tiwas aku pas kemarin misuh-misuh dalam hati ke orang itu, yang teledor dia, kok, malah ngomel-ngomel sama aku, eh, ternyata semuanya ini ulahnya Starone sendiri. Ya Allah, jauhkanlah kami dari godaan syaitan yang terkutuk… Ternyata kasus yang kemarin itu gara-gara kesalahan manufakturnya Starone sendiri.

Ini jelas-jelas merugikan. Aku sekarang malah jadi nggak enak hati sama manusia yang merugi 50 ribu itu. Starone kayaknya harus ngasih kompensasi ke orang itu, deh. Terus, habis ngasih kompensasi ke orang itu, Starone juga harus ngasih kompensasi ke aku juga. Aku nggak jadi punya nomor ganteng, soalnya. Padahal, aku beli perdana itu dengan harga yang lumayan jauh di atas bandrol harga resminya gara-gara nomornya yang bentuknya lumayan ganteng itu. Bah, Starone, kembalikan nomor gantengku, kampret!