Kapan hari kemarin aku ngobrol-ngobrol sama Rian, adik sepupuku. Doi lagi nginep di rumah sehubungan dengan acara ospek di kampus barunya. Yeah, gara-gara dia akhirnya resmi jadi mahasiswa dan kampus barunya letaknya lebih deket dari rumahku ketimbang dari rumahnya yang harus nyebrang propinsi itu, akhirnya untuk kebutuhan ospeknya dia memilih buat nginep di rumahku sahaja.
Kami ngobrol banyak hal, mulai dari gagalnya dia keterima di universitas negeri sampai dengan teman-temannya yang, ealah…jebulnya pada bernasib sama. Sama-sama gagal tembus SNMPTN, maksudnya.
Rian bercerita banyak. Dia sendiri, sih, nggak nyesel gagal kuliah di kampus negeri. Menurutnya dia memang nggak kepengen-kepengen banget buat bisa sekolah di sekolah negeri. Jurusan yang kemarin dipilihnya buat tes masuk menurutnya sebenarnya nggak begitu sreg di hatinya. Justru di kampusnya yang sekarang ini dia merasa memang soul-nya dia ada di situ. Yeah, jurusan hotel-hotelan, tempat dia kepengen jadi chef hebat, katanya.
Tapi Rian juga cerita, betapa banyak teman-teman esemanya yang sungguh-sungguh mempersiapkan diri buat tes SNMPTN tapi nyatanya gagal juga. Segala macam usaha sudah ditempuh, bimbel rajin diikuti, poster bertuliskan kalimat-kalimat motivasi ditempel di penjuru kamar, waktu yang ada dihabiskan buat belajar, tapi nyatanya mereka gagal juga, kata Rian. Maka aku iseng-iseng bertanya, “Kalau sudah seperti itu kamu percaya dengan pepatah Arab ‘Man Jadda Wa Jada’, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil, nggak?”
“Ya…kalau sudah seperti ini, sih, ya…nggak,” jawab Rian.
Aku mesem. “Salah,” kataku, “kamu harus tetap percaya.”
“Lho, kok?”
“Sini, biar kujelaskan,” kataku.
Dan siang itu di Pizza Hut – seusai kami menghabiskan loyang pizza masing-masing – aku memulai khotbahku:
“Sebut aku manusia yang nggak pernah gagal. Apa yang kumau selalu bisa kudapatkan,” kataku nyombong. “Tapi jika ternyata aku terlihat gagal mendapatkan apa yang kumau, itu artinya aku belum benar-benar mau. Masih ada bagian dari diriku yang menolak apa yang kumaui itu,” lanjutku kemudian.
Yeah, dan itu benar. Apa yang kubilang ke Rian waktu itu adalah apa yang aku alami selama ini. Seumur hidup tidak satupun hal yang benar-benar kuinginkan gagal kudapatkan. Catat: tidak satupun.
Nggaya? Memang iya. Aku berhak gaya, dong, dengan rentetan ketidak-pernah-gagalanku itu. Di saat orang-orang lain mengeluh gagal ini gagal itu, akunya selalu bisa berhasil melenggang dengan tenang. Diberi anugerah macam begitu sama Tuhan, keberuntungan terus-menerus yang nggak ada habisnya, masak iya sedikit pun aku nggak boleh nggaya? Ah, mbok sekali-sekali dibolehin, dong.
Lha, Mas Joe, masak iya kamu nggak pernah gagal, sih? Itu buktinya kamu pacaran putus melulu. Ditinggal nikah pulak. Yang macam itu di mana letak keberhasilannya coba?
Lho, iya. Iya aku memang kalau pacaran putus melulu, John. Lagipula mana ada pacaran yang nggak putus, sih? Entah putusnya itu putus hubungan beneran atau putus dan berganti status jadi suami istri, yang jelas yang namanya pacaran itu hasilnya pasti putus. Gagal atau berhasilnya orang pacaran itu baru bisa dinilai dari apa kelanjutan statusnya setelah putus. Kalau setelah pegatan kemudian statusnya berubah jadi suami-istri ya itu berarti berhasil, dan kalau statusnya masing-masing berubah jadi single, simpel, itu artinya pacarannya gagal!
Nha…iya tho… Berarti kamu pernah gagal tho, Mas Joe? Jangan bilang nggak. Itu Mitha, Desti, Tika, Mada, pada ke mana semuanya? Udah pada nikah tho? Paling-paling yang belum tinggal Agis sama Ayu aja sisanya. Itu juga tinggal menghitung hari.
Ooo…tidak bisa. Menjalin hubungan dengan mereka tidak bisa disebut gagal. Mengapa tidak bisa disebut gagal, marilah simak pledoiku terlebih dahulu.
Begini, seperti yang aku bilang ke Rian, seperti yang aku bilang tadi, jika aku terlihat gagal itu artinya aku belum benar-benar kepengen. Belum benar-benar kepengen itu artinya aku masih punya keraguan. Dan jika aku punya keraguan, maka…bum! Lenyap semuanya. Itu wajar.
Sebut ini perkara ikhlas dan tidak ikhlas. Ikhlas itu bukan cuma problematika ketika kita kehilangan sesuatu yang kita sayangi seperti yang selalu dibilang sama mereka-mereka di luar sana: “Udah, ikhlasin aja…ikhlasin aja…”
Ikhlas tidak cuma sebatas itu. Ikhlas itu juga perkara apakah kita memiliki kelapangan ketika kita (akan) diberi sebuah karunia oleh Tuhan. Itu menurutku.
Sebagai ilustrasi, ya perkara pacaran tadi. Ketika aku merasakan sebuah keraguan untuk meneruskan hubungan, itu artinya saat itu aku sedang tidak ikhlas. Pas lagi diem-dieman, biar kata mulutku komat-kamit berdoa tiap habis shalat, mohon sama Tuhan supaya nggak jadi putus, kalau ternyata di dalam hati aku merasa, apa iya aku bisa menikah dan hidup berdua dengan istri yang kalo lagi ngambek tingkahnya macam gini, ya sudah, itu artinya semuanya bakal lenyap pada waktunya. Tinggal menghitung hari saja maka kami bakal berstatus sebagai mantan pacar. Lha wong akunya sudah tidak ada kemantapan hati, mau dilanjutkan apanya lagi, coba?
Ini sebenarnya perkara simpel. Jika kita menginginkan sesuatu, fokus. Fokus itu artinya adalah segala daya, upaya, pikiran, dan imajinasi kita menuju ke 1 titik sasaran tanpa pernah dipusingkan dengan hal-hal lainnya yang berpotensi mencemari apa yang kita inginkan itu. Gampangannya, jika kita kepengen berhasil ya fokuskan pikiran kita pada keberhasilan itu. Jangan pernah berpikir dan berfantasi bahwa kita akan gagal. Jika kita berpikir dan takut gagal, hantu kegagalan itulah yang bakal menguasai imajinasi kita, dan hasilnya? Gagal sudah kita.
Mungkin ini sedikit mirip dengan konsep law of attraction. Tapi dari sudut pandang agamaku, aku menafsirkan ini adalah hasil dari kata-kata Tuhan sendiri bahwa Dia sesuai dengan prasangka hambaNya. Mati-matian berdoa minta supaya usaha kita berhasil, tapi kalau dalam hati kita ternyata kita masih berpikir bahwa mungkin saja Tuhan akan menakdirkan sebuah kegagalan bagi kita (atau malah kitanya sendiri yang masih ragu apa iya isi doa kita itu betul-betul tentang hal yang benar-benar kita maui), buatku itu sama saja dengan tidak ikhlas. Tidak ikhlas untuk menerima karunia kenikmatan dari Tuhan. Tidak ikhlas karena kita masih menyimpan keraguan pada kalimat Tuhan sendiri, bahwa jika kita meminta padaNya maka Dia akan mengabulkannya. Lha kalau kitanya aja berprasangka bahwa Tuhan bisa saja tidak akan mengabulkan keinginan kita, lha tentu saja Dia akan bertindak sesuai dengan prasangka kita seperti yang sudah dijanjikanNya π
Maka dari itu ikhlaskanlah. Ikhlas itu berarti tidak ada perasaan berat, tidak ada keraguan. Fokuslah pada apa yang kita maui, bukan pada apa yang kita takuti.
Jadi kelanjutannya aku bertanya lagi kepada Rian, “Itu temenmu yang gagal terus gimana? Tahun depan dia mau nyoba lagi buat masuk UI?”
Jawab Rian, “Kayaknya nggak. Dia udah milih buat masuk ke kampus swasta aja kayak saya.”
“Wah, ya kalo gitu kamu jangan pernah ragu sama pepatah Arab ‘Man Jadda Wa Jada’ tadi itu. Percayalah, kalo kamu benar-benar bersungguh-sungguh dan nggak pernah ragu, kamu bakal dapetin semua yang kamu mau. Perkara temenmu itu, kamu tahu kenapa dia gagal?
Dia bilang dia serius kepengen masuk UI, tapi buatku dia cuma non sense. Lha kalo dia memang bersungguh-sungguh, tahun depan dia pasti bakal njajal lagi. Kalo tahun depan gagal lagi, tahun depannya lagi dia bakal njajal lagi. Maka kalo dia nggak pernah bener-bener kepengen jadi anak UI, seumur hidup pun dia nggak bakal pernah bisa jadi mahasiswa UI, Ri.”
super sekali!
inspiratif bung joe π
as usual…tentu saja
Salah satu keberhasilan sekaligus ketidak-pernah-gagalanku Mas Jon tentu saja menggebet duo-D (Desti-an dan Didit). Salam hormat π
baggio brarti ga sungguh2 nendang penalty ke gawang brazil di world cup 1994?
Subhanallah…
wiwid:::
matamu!
yudi:::
lho, memang iya. bisa dimaklumi. cedera lutut garagara diforsir di perempat final pas lawan nigeria, ditambah masih saja main fulltime pas semifinal versus bulgaria, sangat wajar kalo pas penentuannya mbah bagyo malah ragu, bisa ndak ya dia menang dengan cedera yang ditanggungnya. hasilnya? ya begitulah…
nah, cukup sekian penjelasan saya. case closed
joe. kenapa dibawah saya ini koq isinya iklan obat kuat ya…
Amd:::
alhamdulillah…
awik1212:::
mana, wik? di bawahmu kan aku
Subhanallah Mas Joe…
btw MJ, kamu bener bgt lho, kdang berdoa A tapi msh mikir tapi B tapi C.
hmm kamu bisa bener juga to, Mas π kayak sugesti2 bersyukur tiap hal kecil yg sering kamu tweet itu aku jadi mikir2 lagi kalo mau ngeluh. kadang omongan kamu yg kyk ngasal tapi jadi pengingat.
Persaingan semakin ketat, menuntut kita harus lebih keras dalam belajar dan berusaha.
selain gak niat ada lg penyebab gagal jon.. oknum2 lain, semisal saya sama septo yg dtg tiba2 dan ting tong, menggagalkan kamu yg lagi mo masak royco π