The Satrianto Show: Beraksi Kembali! My baby takes the morning pill, she works from nine till five AM.

Aku ini boros. Tentunya dalam perkara finansial, sodara-sodara. Bagaimana tidak? Seharusnya dengan kehidupan sebagai seorang perjaka tong-tong yang berpendapatan pokok 2,1 juta rupiah per bulan dan hidup di kota Jokja, yang terkenal dengan biaya hidupnya yang murah, aku sejokjanya (baca: seyogyanya) bisa menyisihkan pendapatanku buat tidak berhura-hura untuk kemudian ditabung sahaja guna nyicil rumah.

Aku ingat Bram. Temenku yang gendut itu pernah punya visi-misi dalam hidupnya. Dia bilang, “Kalo kamu terlahir dari orangtua yang kere, itu mungkin memang nasibmu. Tapi kalo kamu sampai punya mertua yang kere, berarti itu goblokmu.” Tentunya dia boleh jumawa kayak gitu ya sewaktu dia masih jadi pacarnya seorang gadis dengan penghasilan 40 juta rupiah per bulan! Tapi sekarang? Marilah kita sama-sama mengakak’i nasibnya, hahayyy!

Tapi iya juga, lho. Aku mungkin memang bolehlah disebut goblok dalam perkara mencari calon mertua (ini masih alhamdulillah… Lha, si Bram sekarang malah sudah nggak punya calon mertua. Gosipnya malah kepengen jadi gay saja lantaran terlalu lama dirundung duka gara-gara wanita). Gengsiku tinggi. Mati-matian nggak mau nikah kalo belum bisa nyicil rumah sendiri. Alangkah malunya hati ini jikalau sudah ngembat anak gadis orang, ealah…kok ya masih dibiayai juga kehidupan rumah-tanggaku sama orang yang anak gadisnya kuembat itu. Nehi!

(Sebenernya nggak gadis juga nggak pa-pa. Aku menerima barang 2nd berkualitas, kok. Ya kalo sudah terlanjur cinta ya mau bagemana lagi, coba?)

Nhaaa… Sayangnya gengsiku yang sedemikian tingginya itu tidak sebanding dengan perilaku hidupku. Aku boros. Boros yang kalo dipikir-pikir juga bersumber pada gengsiku yang lain yang tingginya juga naujubilah.

Yang pertama, aku ini lemah sama wanita padahal aku dikelilingi wanita. Gengsiku yang bikin boros semakin tertempa di sini. Kemarin-kemarin, setiap keluar sama cewek, tabu rasanya buatku kalo pas lagi makan kami harus membayar pesanan kami sendiri-sendiri. Cowok macam apa aku ini yang nggak bisa membuat cewek yang di dekatku merasa nyaman? Maka jadilah duitku kupake untuk membiayai gengsiku. Makanan kubayar lunas tanpa mewanti-wanti ke sang gadis, “Ojo lali, sesuk duitku dibalekke!”

Gembelnya, hal ini sering sekali terjadi. Gadis yang keluar sama aku bukan cuma 1-2-3 atau 4-5-6, apalagi kalo ditambah sama yang sudah nggak gadis. Entah bagaimana awal mulanya, aku sering kali dapet ajakan dolan sambil dijadikan ladang curhat. Aku juga males nginget-nginget sejak kapan aku jadi hobi jalan dengan cewek yang selalu berganti-ganti. Seingetku, dulu aku ini pemalu kalo sama cewek. Lha wong dapet pacar pertama kali aja pas saat detik-detik terakhir aku mau berangkat nyari tempat kuliah di Jokja, kok. Itupun nembaknya sambil gemeteran.

Maka sehubungan dengan gengsiku itu, duitku sering keluar buat kepake njajanin cewek-cewek. Dasar cewek UGM mentalnya pada kere, mereka tentu saja tidak pernah menolak kalo aku berniat mbayarin mereka makan. Sumpah mati, seumur hidup di Gadjah Mada aku belum pernah denger basa-basi, “Nggak usah repot-repot, Mas Joe. Biar kubayar sendiri aja,” atau malah, “Duh, nggak enak, nih, kalo Mas Joe terus yang mbayarin. Sekali-sekali mbok aku aja yang mbayarin ya, Mas?”

Ternyata memang… Mata pelajaran Budi Pekerti perlu dihidupkan kembali! 😈

Yang kedua, aku ini lemah sama pujian. Jadilah kalo misalnya pas giliran aku lagi nongkrong sama anak-anak cowok, dan mereka minta dibayarin jajannya, aku nggak pernah bisa nolak. Awalnya, sih, aku memang mati-matian menghindar. Tapi mereka pantang menyerah. Sanjungan dan pujian meluncur dari bibir mereka yang nggak seksi. Kalo masih mentok juga, mereka tak segan-segan meratap, “Ayolah, Joe… Di sini siapa lagi yang paling kaya kalo bukan kamu?” Dan melayanglah 50 ribuan dari dompetku.

Apa boleh buat, aku ini nggak tahan sama ratapan. Karena alasan yang sama pula aku ini juga nggak suka nonton sinetron. Kasian… Kebanyakan isinya cuma nangis-nangisan. Kadang-kadang dapet bonus jambak-jambakan juga, lho.

Yang ketiga, aku boros gara-gara ulahku sendiri. Kalo lagi jalan-jalan dan mendadak langkahku dihentikan sama barang-barang yang menurutku lucu dan nggak pasaran (nggak pasaran dipake sama cowok, maksudku. Aku ini suka pake baju gambar Hamtaro atau Hello Kitty), dengan beringas barang tersebut langsung kubeli. Kalo nggak bawa uang kontan, ya kugesekkan saja debit Visa-ku. Uang hilang, abang pun senang.

Perkara ulah borosku ini juga mencakup kebiasaanku belanja buku-buku plus komik silat dan makan yang enak-enak. Nasi Padang yang terkenal mahal itu, misalnya.

Tapi beberapa hari terakhir ini akhirnya kuputuskan menghapus paksa kegiatanku tersebut. Niat baik saja tidak pernah cukup, sodara-sodara. Orang kayak aku ini mudah khilaf. Punya niat menyisihkan duit di bank tapi kalo masih punya kartu ATM ya sama aja ngibul. Aku pasti tergoda buat ngambil duit di rekeningku itu. Entah mulai dari buat diriku sendiri, nraktir anak-anak singkong yang mentalnya pada kere semua itu, atau bahkan kepake buat main cewek (dolan-dolan barengan sama cewek, maksudku). Kalo model gitu, akhir bulan ya pasti wassalam.

Maka akhirnya, demi niat muliaku yang kepengen nyicil rumah sendiri itu, kemarin ini kuputuskan saja buat mbuka Tabungan Rencana Mandiri di Bank Mandiri. Di situ duitku ditarik tiap bulan senilai 500 ribu rupiah dari rekening regulerku selama 5 tahun (sebenernya 500 ribu per bulan selama 5 tahun itu bukan harga mati. Itu cuma opsi yang kupilih. Masih ada banyak opsi lainnya seputar perkara jumlah nominal yang disetor dan jangka waktunya). Duitku nggak bakal bisa kuutak-atik dengan cara biasa. Penuh birokrasi rumit yang memalaskan diriku andainya aku kepengen khilaf buat ngambil duit di situ.

Jadi mulai sekarang aku bakal kembali hidup susah. Tidak ada lagi foya-foya, tidak ada lagi acara obral-obral duit buat nraktir-nraktir dan beramal kepada sesama (yang sebenarnya tidak terlalu membutuhkan), dan tidak ada lagi jalan-jalan bareng cewek. Toh sikonnya lagi mendukung. Gadis-gadis yang kutaksir di kampus – mulai dari yang agak kutaksir sampai paling kutaksir – satu demi satu mulai melewati sidang skripsinya dan bakal minggat dari Jokja (rata-rata demi fatamorgana ala ibukota negara kita tercinta, Endonesa). Entah ini kabar bahagia atau derita, yang jelas duitku bakal selamat!