The Satrianto Show: Beraksi Kembali! My baby takes the morning pill, she works from nine till five AM.

Mohon mangap, aeh, maap, duhai para penggemar tulisan-tulisanku yang dimuliakan Allah, jikalau beberapa tempo terakhir ini beta tiada sempat menulis, menulis, dan menulis di blog yang kalian gemari ini (gyohohoho!).

Hal ini dikarenakan tidak lain dan tidak bukan aku lagi sibuk-sibuknya jadi panitia operasional pameran komputer di Jogja Expo Center mulai dari tanggal 3 kemarin sampai tanggal 7 Mei ini.

Cuma sebentar, eh? Jadi sebenarnya bukan alasan yang valid untuk nggak mengapdet tulisan di blog, eh? Oh, oh, oh, jangan salah. Pamerannya memang cuma 5 hari itu, tapi persiapannya yang sedikit rumit dan lama. Mulai dari jadi pewawancara buat anak-anak di kampus yang kepengen jadi panitianya, menyeleksi mereka, sampai ngatur loading barang barengan sama panitia lainnya 1 hari sebelum hari H pameran, semuanya bikin aku jadi sulit terhubung ke jaringan world wide web.

Mohon mangap, aeh, maap!

(Pengumuman! Ini aja aku mostingnya di tempat pameran sambil nyuri-nyuri waktu buat bikin tulisan)

Dan cerita tentang pamerannya sebenarnya standar-standar aja; semuanya masih nggak jauh berbeda dengan acara pameran komputer lainnya di jaman aku muda dulu di mana aku juga terlibat di dalamnya sebagai panitia. Aku masih setia diplot buat ngisi stand informasi, jaga pintu, atau sweeping barang dari 1 stand ke stand lainnya, sambil sesekali ngecengin mbantuin panitia-panitia cewek yang jaga ticket box.

Tapi 1 hal yang pasti kualami setiap pameran adalah bahwasanya aku selalu diliputi perasaan mangkel saban ngeliat-ngeliat peripheral yang dipajang di tiap-tiap stand itu. Perasaan mangkel nan mendalam itu biasanya disebabkan oleh, misalnya, awal tahun ini aku beli flash-disk 2 giga seharga 145 ribu (jumlah yang lumayan kalo dipake buat nraktir Ayu jalan-jalan. Bisa 2-3 kali kencan itu… Meskipun pendekatanku ke dia tidak pernah menghasilkan sesuatu yang positif ). Dan di pameran yang sekarang ini ternyata harga 145 ribu itu bisa membuatku mendapatkan sebiji flash-disk dengan kapasitas 4 giga. Betapa menyebalkannya dunia teknologi informasi itu. Hampir tiap bulan selalu ada barang dan teknologi baru. Bah!

Di pameran sekarang ini, pas hari pertama, aku juga sempat disinisi sama seekor bapak-bapak dari stand Fedora (yang bukan distro Linux) waktu lagi jaga stand informasi. Ceritanya, si bapak kampret itu ujug-ujug datang ke stand informasi buat nanyain daftar branding barang yang diproteksi dan yang tidak.

(Untuk menambah pengetahuan pembaca yang budiman, yang dimaksud dengan branding diproteksi itu adalah kalau misalnya ada produsen yang mendaftarkan merek dagangnya buat diproteksi, berarti merek dagang saingannya yang nggak didaftarkan untuk diproteksi nggak boleh ditampilin di pameran itu)

Nah, si bapak itu sudah dijelasin sama temanku yang kebetulan juga ada di stand informasi kalo daftarnya baru dibagiin nanti sorenya buat semua toko. Eee… Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, si bapak (yang nggak seganteng aku) itu malah menjawab dengan galaknya, “Saya tau kalo nanti sore dibagiin. Tapi kalo saya sampai datang ke sini itu artinya saya butuh sekarang!”

Seandainya waktu itu statusku bukan panitia aku pasti nggak akan mencoba menanggapi dengan keramahan yang dibuat-buat. Tapi berhubung statusku adalah panitia, maka dengan memaksakan senyum yang nggak ikhlas aku mencoba menghubungi temanku yang lain yang ngurusin masalah daftar branding buat nyariin solusi untuk si munyuk, aeh, si bapak itu lewat HT (handy-talkie, Bol. Bukan Hizbut Tahrir). Hasilnya, si bapak disuruh datang ke sekretariat pameran aja.

Si bapak nyaut lagi, “Sekretariat di sebelah mana?”
“Itu, Pak. Bapak jalan lurus aja, mentok, terus belok kiri, nanti ada pintu yang tulisannya ‘sekretariat’,” jawabku.
“Ini benar? Tadi saya sudah ke sekretariat tapi malah disuruh ke sini.”

Batinku, bapak ini memang tolol atau sekedar nggak tahu kalo dia sedang berhadapan dengan Hercule Poirot dari Timur? Kalo tadinya dia memang sudah ke sekretariat, ngapain juga dia nanya tempat sekretariatnya di sebelah mana? Ngapain coba? Ngapain hayo? Hayo, jawab! Jawab!

Tapi aku mencoba tetap tenang dan menjawab, “Ini barusan saya klarifikasi lewat HT sama teman saya, katanya gitu, Pak. Dicoba aja.”
“Siapa nama kamu?”
“Joe.”
“Coba liat tanda pengenal kamu!”

Setan alas! Si Chiell yang kebetulan berdiri di belakangnya bapak itu sudah memberi isyarat ke aku sambil mengayun-ayunkan tinjunya, manas-manasin supaya aku segera saja bertindak brutal. Tapi aku tetap berlagak cool. “Ini, Pak,” kataku sambil ngasih liat co-card-ku.

“Ini supaya kalo saya ditanya di sekretariat, siapa yang nyuruh saya ke sini, saya bisa bilang nama kamu,” kata bapak itu dengan sinisnya.

Itu baru aku. Besoknya si Azvin yang dapat masalah masih bersama kera yang sama. Azvin yang dapat bagian buat check-list barang tiap hari di stand-nya Fedora dimarah-marahin.

Kronologisnya, sebenarnya si bapak itu yang nyari perkara duluan. Sebelum pameran dimulai sebenarnya sudah disosialisasikan ke tiap-tiap stand kalo jadwal check-list barang sebelum pameran dibuka adalah tiap jam 9 sampai 10 pagi. Nah, pas waktu itu entah kenapa sampai jam 11 – ketika pameran sudah dibuka selama 1 jam – belum ada 1 oknum pun yang nongol di stand-nya Fedora. Terang aja Azvin yang juga punya tugas lain lebih memilih untuk meninggalkan stand laknat tersebut dan merampungkan kerjaannya yang lain itu.

Pas check-list malam, setelah pameran ditutup, si bapak itu protes ke Azvin, memperkarakan kenapa nggak ada 1 panitia pun yang njagain stand-nya pas dia datang. Dia ribut, gimana kalo misalnya ada barang yang hilang, apa panitia mau tanggung-jawab? Eh, Azvin menjawab kalem, “Semua pihak, masing-masing punya hak dan kewajibannya sendiri-sendiri, kan, Pak?”

Lanjutannya, kata Azvin, si bapak itu muring-muring nggak jelas sendirian. Yeah, memang sendirian, karena nggak ditanggapin sama Azvin, hahaha.

Tapi ternyata yang suka muring-muring nggak jelas bukan cuma si bapak itu. Besoknya lagi pas lagi jaga pintu depan waktu check-list pagi ada mas-mas dari stand aku-lupa-namanya yang memaksa masuk padahal nggak bawa formulir check-list. Perintah dari koordinator pameran cukup jelas: kalau di sebuah stand belum ada penunggunya yang membawa formulir check-list datang, siapapun nggak boleh masuk ke area pameran meskipun dia itu orang dari toko yang menyewa stand tersebut.

Mas-mas gorila (badannya gendut, item, pake anting-anting gede. Kayak gorila, dah, pokoknya) itu mendadak ngambek waktu kubilangin kalo dia belum boleh masuk sebelum temannya yang bawa formulir check-list datang. “Lha, kalo misalnya sampe jam 11 temanku belum datang juga, berarti tokoku nggak jualan-jualan, dong?” tanyanya sambil bersungut-sungut. Duh, ente mirip gorila lagi mecucu, lho, Mas.

“Lha, ya iya, Mas. Kalo nggak check-list, kan, memang berarti nggak bakal ada transaksi. Wong barang-barang sampeyan belum dicek kelengkapannya sama panitia,” jawabku yang kemudian tidak menanggapi gerutuannya.

Hahaha, tapi memang begitulah jadi panitia pameran itu. Seninya menanggapi berbagai macam watak manusia itu ada. Buatku, itu bakal ngasah kemampuanku buat ngeladenin berbagai macam manusia besok-besok. Dan yang jelas aku senang dengan kerepotan semacam ini. Semuanya apalagi kalo bukan karena sebuah konsekuensi yang berupa kesempatan buat ngecengin gadis-gadis manis. Hanya sayang… SPG-SPG cantik yang biasanya bertebaran kalo ada pameran, untuk kali ini tidak sebanyak pameran yang sudah-sudah. Ah, apa boleh buat. Kita coba peruntungan kita lain kali aja, Joe!