Ini konon hari terakhir Ramadhan tahun ini. Tentu saja “konon”, soale sampai dengan detik yang sekarang ini aku belum tau keputusannya pemerintah, 1 Syawal 1430 H jatuh pas tanggal Masehi berapa. Tapi ya sudahlah, anggap aja sekarang ini hari terakhir Ramadhan biar tulisanku jadi ada efek dramatisnya.
Sekarang aku lagi di Jakarta, di rumahnya Bapakku yang lagi kepengen supaya anak-anaknya Lebaran di Jakarta sahaja, sejak hari Rabu kemarin. Alhasil meskipun aku ini seorang yang anti-Jakarta, lebih pengen Lebaran di Denpasar atau minimalnya di Solo, demi nyeneng-nyenengin Bapakku ya aku sedikit memaksakan diri buat Lebaran di Jakarta. Dan seperti perkiraanku, aku di sini jadi tidak produktif. Aku nggak kemana-mana, cuma diem di rumah terus-terusan, nggak punya teman, nggak ada yang diajak nongkrong bareng. Ya bagaimana mau punya teman, lha wong teman-temanku yang termasuk golongan kaum urban di Jakarta ini jelas aja pada balik ke udiknya masing-masing kalo pas Lebaran. Maka jadilah kerjaanku sehari-hari sejak Rabu kemarin ini cuma ngenet sama nonton DVD aja. Betul-betul nggak produktif!
Sedikit kilas-balik, sebenarnya secara umum aku ngerasa kalo Ramadhan taun ini lebih bagus ketimbang Ramadhan taun kemarin. Meskipun sama-sama nggak sempat buka puasa berdua bareng gadis cantik seperti yang kulakoni terakhir 2 tahun lalu, setidaknya Ramadhan taun ini aku nggak terkapar gara-gara hepatitis kayak kemarin. Aku masih bisa nongkrong dan ngeceng-ngeceng dari masjid ke masjid dalam rangka Safari Ramadhan ala anak-anak kampusku dengan agenda (hampir) rutin yaitu tarawih keliling.
Safari Ramadhan ini sebenernya nyaris cuma jadi wacana sahaja (seperti tahun-tahun sebelumnya), karena tersebutlah seorang haji di bawah umur di kampusku yang berjudul Haji Wiwid. Haji Wiwid ini memang kampret. Doi hobi ngajakin adik-adik kelasnya buat menyambangi masjid demi masjid legendaris di Jokja untuk dijadikan tempat tarawih. Tentu saja ajakan mulia tersebut direspon dengan baik oleh anak-anak. Selain ngumpulin pahala, syukur-syukur kalo habis tarawih nanti kami bisa ketemu sama muslimah manis yang mau diajak kenalan. Pastinya dengan pembukaan perkenalan sambil pura-pura batuk khas anak-anak kampusku: “Ehem… Ilkomp UGM. Ehmmm…mmasa depan cerah!”
Tapi seperti yang aku bilang, Haji Wiwid ini memang kampret. Saat jema’atnya sudah terkumpul, biasanya dia bakal bertanya, “Jadi nanti sepakat ngumpul di kampus jam 7, kan? Siapa aja yang jadi ikutan?”
Massa tentu saja berteriak riuh demi mendengar ulama panutannya berorasi. “Saya…saya…saya! Allahu akbaaaarrrr…!” jerit anak-anak.
Dan Haji Wiwid menjawab, “Ya sudah, kalo gitu acaranya dibatalin saja. Saya capek. Mau tidur aja di rumah.”
Betul-betul biadab, kan?
Tapi tentu saja Gusti Allah itu bersama orang-orang yang berusaha berada di jalan-Nya. Meskipun Haji Wiwid berniat menggembosi acara tarawih bareng itu, entah bagaimana prosesnya Safari Ramadhan tetap berjalan. Selain aku, tercatat nama-nama seperti Aphip, Yosepin, Koko, Kibol, Gentho, Memeg, Pepe, dan Haji Wiwid sendiri yang entah karena apa akhirnya jadi ikutan.
Pertama-tama kami sempat njajal shalat di Masjid Syuhada. Di situ enak, adem, banyak gadisnya pula. Sudah gitu yang ngimami tarawih juga nggak hobi berpanjang-panjang kala membaca surat. Segalanya pas dan proporsional. Dan biasanya, kalo habis tarawih di Syuhada, acara kami lanjutkan dengan MABIT (Malam Bina Iman dan Takwa) alias curhat bersama di pinggiran Kali Code sambil ngeteh dan ngopi-ngopi. Kalo beruntung kami juga bisa mendapati pasangan muda yang lagi kasmaran. Bukannya ikutan tarawih, mereka malah pacaran di situ. Udah gitu kepalanya si cowok ndusel-ndusel di lehernya si cewek (sepertinya, sih, ini ancang-ancang sebelum ndusel-ndusel ke sekitar wilayah dada alias sekwilda). “Marai kepengen wae,” sungut Koko yang bersama Bendot dan Kibol tergabung dalam grup STMJ (Si Trio Macan Jomblo).
Yang kedua, kami sok-sokan tarawih di Masjid Kampus-nya UGM. Tobat dah shalat di sana! Imamnya hobi mamerin kefasihannya melagukan ayat-ayat Alqur’an dan khotbahnya sebelum tarawih juga lama. Gadisnya? Ya berhubung namanya aja masjidnya UGM, seringnya kami malah ketemu gadis yang sebelumnya sudah kami kenal. “Ketemunya kamu lagi kamu lagi!” gerutu kami di depan sang gadis. Buyarlah sudah rencana berkenalan dengan gadis manis yang masih fresh from the oven. Lagi-lagi kami ketemunya sama barang lawas dari kampus kami sendiri.
Masjid lainnya yang sempat kami jajal adalah masjidnya UIN Sunan Kalijaga. Sebenarnya, sih, itu bukan masjid, tapi auditorium. Gara-garanya berhubung masjidnya UIN lagi direnovasi maka acara tarawih berjamaahnya dipindah ke auditorium. Selanjutnya pula, kami juga sempat batal tarawih di Masjid UNY, soalnya pas kami nyampai di situ kami malah disambut sama gundukan pasir, tumpukan batu-bata, dan serombongan tukang bangunan yang lagi leyeh-leyeh. Masjidnya UNY direnovasi juga tanpa kami tahu acara tarawihnya dipindah ke mana.
Masjid UII juga gagal kami sambangi, padahal niat kami buat ngecengin cewek-cewek UII – yang sudah jadi rahasia umum kalo banyak akhwat binalnya – sudah diubun-ubun. Perkaranya ada kesimpang-siuran berita yang kami terima. Ada yang bilang kalo selama Ramadhan kampus UII libur, ada yang bilang juga kalo UII tetap masuk. Dan karena tidak mau mengambil resiko akhirnya kami terpaksa membatalkan rencana tarawih di Masjid UII. Rumah keduanya Yosepin di Kaliurang Atas yang rencananya bakal kami jadikan basecamp kalo jadi tarawih di UII terpaksa juga tidak jadi tersambangi dan terinapi oleh kami.
Kami sempat bareng-bareng shalat di Syuhada 2 kali. Yang kedua gara-gara penasaran pengen liat Abu Bakar Ba’asyir yang waktu itu didapuk jadi khotib. Masjid Syuhada malam itu jadi luar biasa rame. Kami nyaris nggak kebagian tempat. Di luar masjid, Koko juga sempat ngeliat beberapa polisi yang berjaga-jaga. Mungkin mereka khawatir kalo Ba’asyir bikin kisruh sambil berkhotbah yang isinya cenderung mengancam stabilitas nasional.
Tadinya aku mikir kalo khotbahnya Ba’asyir bakal berapi-api. Yosepin plus Haji Wiwid juga sempat berpikiran sama. Tapi nggak taunya ya biasa-biasa aja. Khotbahnya nggak yang sambil teriak-teriak. Cuma saja memang nadanya terkesan mendoktrin. Kibol yang juga jebolan pesantren itu bahkan beberapa kali berujar, “Wah, salah kie,” demi mendapati beberapa penafsirannya Ba’asyir terhadap perintah Allah yang dirasanya ngawur bin keliru binti ngasal. Aku sendiri, sih, ngerasa esensi khotbahnya Ba’asyir nggak ada yang salah. Semuanya betul kalo diliat dari kacamata seorang pemeluk Islam. Cuma saja – menurutku – implementasi yang dipengenin sama Ba’asyir betul-betul kaku, betul-betul nggak fleksibel, dan sepertinya Ba’asyir sendiri perlu membaca buku-buku yang membahas teori pemasaran Tapi, ah, kayaknya buat orang semacam Ba’asyir, boleh jadi teori pemasaran yang buah pikirannya orang-orang dari sebelah barat itu sama sekali nggak ada penting-pentingnya buat dipelajari π
Dan walaupun Ramadhan kali ini berlangsung lebih meriah buatku ketimbang Ramadhan tahun lalu, bukan berarti isinya cuma hal-hal yang bahagia aja. Pertengahan Ramadhan kemarin eyang putrinya bosku di kantor meninggal dunia, padahal sehari sebelumnya aku masih sempat ngobrol-ngobrol sama beliau waktu pamit mau pulang kantor.
Terus juga, oomku juga meninggal hari Jumat kemarin ini. Yang ini, sih, memang agak kontroversial dan sempat bikin aku ngamuk-ngamuk sama istrinya.
Jadi ceritanya, oomku itu menikah sama janda beranak 1 dan nggak punya anak kandung sampai sekarang. Nah, pas oomku bolak-balik sakit kemarin entah kenapa istrinya malah nggak ada perhatian-perhatiannya sampai akhirnya keluarga besar ibuku memutuskan supaya oomku dipindahin dari rumah sakit di tempat tinggalnya di Mataram sana ke RSUP Sanglah, Denpasar. Ketika di Denpasar ini juga yang rutin nungguin oomku di rumah sakit adalah saudara-saudaranya, sedangkan sang istri semprul itu malah sibuk shopping-shopping.
Tidak cukup diceritakan rentetan ulah kampretnya, kesemprulan si istrinya oomku ini memuncak waktu memaksa supaya oomku pulang aja ke Mataram. Ribut besar-besaran antara keluarga besar ibuku dan istrinya oomku waktu itu. Aku yang di Jokja sempat urun ribuan pisuhan lewat telepon. Nyaris puasaku kubatalkan karena aku ngerasa udah percuma puasa kalo ibuku nggak bilang, “Terusin aja puasanya. Diterima atau nggak, itu urusannya Allah.”
Dokter yang nggak mengizinkan oomku pulang dengan alasan karena di Mataram nggak ada fasilitas sebaik di Denpasar malah dimaki-maki habis-habisan sama istri oomku. Nggak jelas juga apa alasannya kenapa dia malah minta supaya oomku pulang. Kehabisan duit rasanya ya nggak tepat juga. Wong oomku itu General Manager-nya Senggigi Beach Hotel dan seluruh biaya perawatannya ditanggung sama perusahaan, kok. Oomku duitnya banyak dan asetnya nyebar di mana-mana. Maka di otakku sempat timbullah sebuah teori konstipasi, aeh, konspirasi:
Si istrinya oomku ini sengaja kepengen oomku pulang biar oomku cepet meninggal! Dengan begitu dia boleh berharap untuk menguasai seluruh hartanya oomku sebelum keburu habis untuk berobat. Istri model mana yang suaminya kena kanker tapi cuma berujar, “Nggak pa-pa, itu cuma panas dalam,” ketika disemprot sama keluarga besar ibuku supaya lebih perhatian lagi dan malah kelayapan shopping-shopping waktu suaminya terbaring lemah ditunggui saudara-saudaranya. Dan benar! 2 hari setelah oomku dipaksa pulang sama istrinya, oomku meninggal dunia. Dan sejak saat itu juga aku bersumpah seumur hidup nggak mau kenal lagi sama makhluk biadab yang isunya memang dialah penyebab oomku sakit lewat media santet, seperti yang diakui oleh seorang ustadz yang sempat muntah darah ketika sedang mendoakan oomku, kayak yang diceritakan sama ibuku dan saudara-saudaranya yang lain.
Tragisnya, keluargaku nggak bisa ngelayat ke Mataram karena kehabisan tiket pesawat jenis apapun!
Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.
weh sangarrrrr… konssspirrraaasssiii.. π
oiya, mas jon yg baru di Jakarte, saya mo bilang : Taqabballahu Minna Wa Minkum, siammana wa siammakum, Minal Adizin Wal Faidzin, Selamat Idul Fitri 1430 H π
Nderek belasungkawa Joe…
Dan Eid Mubarak π
Turut berduka cita Joe..
dan numpang ngucapin “mohon maaf lahir dan batin” yaa.. π
turut berduka cita…
Minal aidin wal faidzin…
mohon maaf lahir dan batin…
njaluk nomere si tante bojone almarhum kene jon!!
tak pedekate trus hartane tak balekke koe meneh..
NB: bagi 2 wae yoh…
turut berduka cita kang..
sekaligus..
“tidak ada system sempurna, pasti ada bug salah menyebalkan, sehingga patch maaf diperlukan..
minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir batin”
Turut berduka jua kang , semoga rezekina di lancarkan sama allah