Sepakbola Eropa yang Bikin Nelangsa

Euro 2008 sudah mulai tadi malam. Dan gara-gara jadwal siaran tivi yang nggak valid, Saber sempat ngeluh ke aku via Y!M, kenapa opening ceremony-nya mulainya lama banget. Yang ada malah komentator-komentator yang ngobral cangkemnya. Sudah ndak sabar dia buat nonton partai pembukaan Swiss lawan Ceko.

Begitulah, beberapa waktu ke depan ini mungkin Euro 2008 bakal jadi topik pembahasan kalo aku dan teman-temanku lagi ngumpul-ngumpul. Sementara, maaf-maaf saja, nih, duhai gadis-gadis di kampus yang biasanya bikin kami horny… Untuk sementara waktu kalian kami nomor-duakan. Sampai akhir bulan, sepakbola jauh lebih panas dibandingkan dengan godaan syahwat dari kalian.

Malangnya, berhubung sekarang ini lagi musim Euro, aku malah jadi teringat sama negeriku sendiri – hiduplah Endonesa Raya – yang prestasi sepakbolanya nggak stabil dengan grafik yang cenderung menurun. Nggak percaya? Terakhir, kemarin kita ditahan sama Malaysia 1-1 di Surabaya, di kandang sendiri. Padahal dulu, kalopun tim nasional kita bertanding di kandang mereka, kita tetap bisa pesta gol, kok.

Padahal, kalo kita mau berbicara masalah kultur, apa yang kurang dari negeri ini perihal massa sepakbolanya? Malah kalo aku bilang, kita ini sama seperti Brazil! Kalo orang-orang bilang Brazil itu kultur sepakbola kental sekali, kita juga sama, John. Kalo di Brazil, di tiap sudut jalanan mudah ditemukan manusia-manusia yang sedang main sepakbola, di sini juga kayak gitu. Waktu aku kecil, begitu aku nengok ke bale banjar di samping rumahku tiap keluar rumah, biasanya selalu ada teman-temanku yang main bola di situ. Yeah, itu dulu, waktu banjar kami masih kere, masih belum bagus. Sekarang banjar kami sudah bagus. Saking bagusnya malah jadi selalu digembok, yang akibatnya kami malah nggak bisa beraktivitas dengan bebas di situ. Setidaknya itu yang aku rasakan kalo aku pulang ke Denpasar.

Waktu esempe juga, aku terbiasa naik sepeda sejauh 6 kiloan dari rumahku ke lapangan Renon buat main sepakbola di sana kalo sore (dan hampir tiap hari!). Malah ada temanku yang rumahnya di daerah Gatsu Barat yang juga nekat bersepeda cuma demi bela-belain main sepakbola di Renon. Nah, silakan bayangkan saja tingkat kefanatikan kami terhadap sepakbola.

Beberapa di antara kami ada yang skill-nya jauh di atas teman-teman lainnya. Ada Agung Bowo yang memposisikan dirinya sebagai libero dan suka ikutan naik menyerang. Ada Komang Gunawan yang biasanya mengambil peran sebagai game-maker. Terus ada juga Adnyana Sudewa yang kalo dia jadi kiper, aku lebih memilih untuk setim dengan dia (tapi kalo dia jadi gelandang kiri, aku yang biasa beroperasi di kanan bakal lebih senang kalo berhadapan sama dia. Rivalitas itu perlu, kan?). Sampai aku bubar esema, dia, anak yang lebih akrab dipanggil Doyok itu, tetaplah kiper yang sampai sekarang belum pernah bisa kubobol gawangnya (tunggu aku pulang, bangsat! Kali ini bakal kupermalukan dirimu ๐Ÿ˜ˆ ).

Waktu itu aku sempat ngayal, kalo kami bakal terus bermain sepakbola dengan konsisten seperti waktu itu, rasanya Endonesa bakal benar-benar bisa ke pentas dunia, atau setidaknya merajai Asia dengan kami semua di dalamnya. Gunawan, setidaknya dia bakal seelegan Fachry Husaini kalo saja dia terus konsisten berlatih. Itu yang ada di pikiranku waktu itu.

Tapi apalah daya. Pada akhirnya (namanya saja sekolah unggulan ๐Ÿ˜› ) kami mulai harus melupakan sepakbola dan konsentrasi ke studi. Karir akademis menjadi pilihan utama karena memang cuma itu yang bakal membekali kami besok-besok hari. Tidak ada masa depan di sepakbola! Setidaknya di sepakbola Endonesa.

Di titik inilah ternyata perbedaan Endonesa dan Brazil kurasakan. Di sana, sepakbola menjadi tumpuan, jadi impian buat mereka-mereka yang kepengen kaya. Artinya, ada motivasi untuk terus menekuni sepakbola: mengangkat diri dari kemiskinan, seperti yang dilakoni oleh Ronaldinho Gaucho. Di Endonesa? Bah…

Berita-berita tentang atlet yang merana di masa tuanya membuat kami berpikir, main bola cuma bakal bikin masa tua menderita (at least, sempat ada pikiran seperti itu). Di sini tidak ada pembinaan pemain muda secara serius dan berkala. Sepakbola Endonesa tidak terorganisir dengan baik. Cuma mengandalkan semangat dan nekat menekuni sepakbola, wah, siap-siap merana saja.

Itu bedanya antara kita dengan negara raksasa sepakbola lainnya. Beda yang akhirnya menyebabkan orang-orang seperti Gunawan tidak pernah termanfaatkan bakatnya oleh Endonesa. Doyok sendiri akhirnya tetap lebih memilih meneruskan pendidikannya ke Geofisika ITB, dan menjadikan sepakbola cuma sebagai sekedar hobi.

Nggak ada jaminan di sepakbola Endonesa, Mas Bro. Organisasi yang ngurus sepakbola di negeri ini nggak becus, soalnya. Lihat saja format kompetisi yang selalu berubah di tiap tahun. Lihat aja bagaimana birokrat-birokrat di situ mencoba mengakali ultimatum dari FIFA tentang sah-tidaknya seorang narapidana menjabat sebagai ketua. Lihat saja bagaimana seorang ketua umum yang pelaku kriminal itu malah begitu dipuja dan dilindungi. Kampret! Koruptor, kok, dipelihara? Penjahat, kok, dilindungi? Organisasi ini nggak valid!

Dan jelas, karena ketidak-validan organisasi yang ngurusin sepakbola inilah akhirnya sepakbola Endonesa nggak pernah bisa maju. Coba saja bandingkan dengan Jepang yang baru membangun kultur dan memulai revolusi sepakbolanya ketika awal 90-an. Sekarang, kita yang sudah memulainya berdekade-dekade sebelumnya cuma bisa menganga melihat Jepang merajai Asia.

Maka, dengan organisasi yang nggak profesional kinerjanya macam PSSI itu, anak muda mana yang mau menggantungkan masa depannya di sepakbola? Celakanya, anak-anak esempe saja ternyata sudah menyadari hal itu. Akibatnya, anak-anak berbakat seperti Bowo, Gunawan, atau Doyok (dan juga aku, hahaha), potensinya terbuang sia-sia.

Realistis saja, kita cuma menang massa yang sayangnya tidak terorganisir dengan rapi. Jadinya, ya jangan salahkan kami-kami yang (mungkin sebenarnya) berbakat ini kalo beranggapan jadi pemain bola di Endonesa tidak menjanjikan apa-apa.


Facebook comments:

20 Comments

  • alex® |

    Itu bolanya masih bola Mikasa yang kerasnya naujubilee itu ya, Joe?? :mrgreen:

    *ditimpuk*

  • sugeng rianto |

    Setoedjoe!!! sepak bola endonesiah ga maju-maju, lha wong energi pengurusnya cuma habis buat melindungi ketuanya yg lagi mendekam di hotel prodeo. Justru pemain2nya diterlantarkan. ๐Ÿ˜›

    Anywai, Euro 2008 semalam, pas partai kedua antara spanyol vs turki mata dah sepet dan ketiduran, malah saya yang ditoton sama televisinya. ๐Ÿ˜†

  • KiMi |

    Nda apa-apa PSSI gak valid. Yang penting Indonesia punya Bambang Pamungkas!! *aku cinta Bambang Pamungkas* Ahahahahaha……..

  • punk |

    gimana sepakbola endonesa mau maju, kompetisi junior aja ga ada. jangankan kompetisi junior, kompetisi utama aja masih amburadul gitu..

    oh, malangnya negriku ini..

  • chiell |

    Wah, pikiranmu podho karo aku mas.
    Aku kalah cepet nulis nang blog. Asem!!

    Aku mikir gitu setelah lihat skill cah-cah Himakom macam Faisal, Pepe, Fraka, Boedy Autis, aku, bahkan para youngster dari angkatan 2007. Mereka lebih milih kuliah di Ilmu Komputer UGM yang lumayan lebih jelas masa depannya daripada maen bola.

  • danalingga |

    Intinya sih belon menjanjika buat bergelimang harta.

    *sambil menatap iri pemain bola yang gajinya milyaran*

  • lambrtz |

    males nonton, ra ana jagoan…
    brazil ra melu sih :p

    mau coba kudeta pssi dan jadi ketuanya joe? ๐Ÿ˜€

  • Pras |

    Kita punya bibit berbakat Jhon… Buktinya, Arsenal membuka sekolah sepak bola di Indonesia (di Bali kalo gak salah)…

    Hanya saja para “bapak-bapak” yang enak2 duduk di kursi organisasi itu yang nggak becus… Gimana caranya bikin format kompetisi yang matang dan mantap, baik untuk level senior maupun junior.

  • Aday |

    Hoaaaaaahmmm
    Males bgt klo bahas Bal-balan Endonesa…
    Cuman bikin sakit tai aihh hati….

  • eshape |

    Sepakbola Indonesia memang makin tidak bermutu, tapi kok aku masih bisa menikmatinya ya?

    Padahal kadang uring-uringan sendiri liat gaya mainnya yang gak kayak aku (he..he..he… penonton kan lebih pandai dibanding pemain).

    Saat ini Kroasia unggul 1-0, tapi diserang terus tuh…

  • awik |

    heeheehee…
    itulah indonesia, harusnya kita bikin peraturan khusus untuk negara indonesia kalo pengen sepakbola indonesia maju. yaitu jumlah pemain yang sebenarnya cuman 11 di ganti jadi 100 orang.. nah pasti indonesia menjadi tim yang melegenda..
    -INDONESIA KRUYUKAN JAYA-
    piye jo? masalahe marai mumet memandang sepakbola indonesia jo… dadi FPI wae jo, hahaha Front Programmer Indonesia.
    opo Front Pe-…. (boleh di isi sesuai dengan kata hatimu, misal Pemancing, Pemerkosa, dll) Indonesia. gek dadi guru le…

  • wira |

    jadi atlet surf aja joe, body mu kan mirip papan selancar tuh.. hwhuahuahua.. sekalian bisa liat bule berjemur di kuta, wkakakakaka

    *ampun joe ampun.. takut ditendang pake ajian sorinji kempo ama si joe

  • Yang Punya Diary |

    booedy:::
    memangnya di spanyol ada samir nasri, bud? ๐Ÿ˜›

    alexยฎ:::
    itu dia, lex. dengan bola sekeras adamantium aja kami masih bisa menari2 di lapangan. lalu coba bayangkan bagaimana dahsyatnya kami kalo beraksi dengan bola resmi fifa untuk turnamen resmi yang ringan itu? :mrgreen:

    sugeng rianto:::
    spanyol lawan turki? sepertinya ente bener2 ngantuk, geng. turki musuhnya portugal, kok, hahaha

    KiMi:::
    ahahahaha, bambang…manusia yang lahir di saat yg tepat. jadi karena sepakbola endonesa belum maju, dialah yang kepilih jadi striker timnas. seandainya sepakbola endonesa itu menjanjikan, saya pasti bakal konsen jadi atlet, dan bambang harus pasrah menonton saya beraksi dari pinggir lapangan karena cuma dibangku-cadangkan ๐Ÿ˜ˆ

    punk:::
    kompetisi neng himakom yo podo amburadule, punk ๐Ÿ˜€ kakehan lawak neng lapangan

    chiell:::
    tentu saja, chiell. aku ini notabene kakak kelasmu. jadinya ya wajar kalo punya pikiran berlangkah2 lebih maju, kakakaka

    danalingga:::
    iya, saya juga iri ๐Ÿ™

    lambrtz:::
    saya bakal egois kalo itu terjadi, djo. soale saya bakal minta supaya diturunkan jadi starter timnas. pelatihnya nolak? pecaaaaaaaattt!!!

    Pras:::
    mantap atau tidaknya format suatu kompetisi aku pikir tergantung konsistensi mereka memelihara format yang ada, pras. masalahe bajingan2 itu seenaknya mengubah format setiap kali jeda kompetisi, hohoho. taun ini liga super, taun besok liga apa lagi formatnya? hyper? ultra?

    Aday:::
    apa boleh buat, day…gara2 aku terpaksa mengubur cita2ku, aku jadi bermimpi ngeliat anak laki2ku (yang entah sama dian atau zaskia) besok memakai ban kapten liverpool dan memimpin rekan2 setimnya di anfield stadium

    crizosaiii:::
    kesebelasan mana lagi yang punya karim benzema, franck ribbery, florent malouda, dan samir nasri kecuali prancis, john? ๐Ÿ˜€

    eshape:::
    tetap bertahan sampe peluit akhir kok, mas

    awik:::
    hahahaha…
    indonesia kruyukan jaya?
    wakakakakaka

    wira:::
    jangan! nanti kulit saya jadi item ๐Ÿ˜›

  • Payjo |

    Selanjutnya lawan Selandia Baru. Saya lebih menikmati permaina timnas kalo Ivan Kolev yang ngelatih. Arema dulu-dulu juga kurang begitu menarik mainnya pas masih dilatih Bendol.

  • persebaya |

    Yoo.. Ayooooooooooo..
    Ayo.. Persebayaaaaa..
    Moleneeeeeeeeeeeeeee..
    Kita Harus Menangggg..

    Hijau kotaku
    Juara Persebayaku
    Damai Bonekku

So, what do you think?