Sisa-sisa Pasar Raya FKY Kemarin

Kemarin lusa dan kemarinnya lagi – atau lebih gampangnya kita sebut kemarin Senin – aku jalan-jalan buat pertama kalinya ke Pasar Raya-nya Festival Kesenian Yogyakarta bareng Saber. Blusukan nonton barang-barang langka yang dijual di situ (barang yang nggak langka nggak aku tonton. Toh percuma, besok-besok juga bisa kutonton lagi, soale). Berangkat dari rumah selewat Isya’, Saber sempat manja dengan minta kubonceng di jok motorku yang bagian belakang. Lagi capek, ngakunya. Padahal tadinya aku sempat pengen ngasih opsi ke dia, “Berangkatnya pakai motormu atau nggak pakai motorku?” Cuma ya berhubung itung-itung balas jasa – karena biasanya kalo pergi sama dia selalu pake motornya dan aku yang dibonceng – akhirnya aku berbesar hati memboncengkan dia pake motor (adik)ku. Lihatlah, betapa aku ini pria tampan yang baik hati, kan?

Masuk kompleks Benteng Vredeburg, wow, di situ rame sekali. Mungkin juga itu gara-gara, konon, hari itu adalah hari terakhir Pasar Raya. Dan aku nyesel, kenapa aku jalan-jalannya bareng Saber, bukan bareng Didit Komeng. Bukan apa-apa, Dab. Di situ ternyata banyak gadis manis bersliweran yang tentunya bakal bikin Komeng girap-girap kesenengan.

Bukan cuma itu saja. Usut punya usut, ternyata Saber ini termasuk golongan cowok dengan kemaluan yang besar, aeh, maksudku, dengan rasa malu yang besar. Beberapa kali aku suruh dia buat ngambil gambar cewek-cewek manis itu sambil sembunyi-sembunyi, dia selalu bilang, “Isin, Joe. Aku, kan, cowok pemalu.” Di situlah letaknya perbedaan antara Saber dan Komeng (selain juga dalam urusan menganalisa algoritma dan mengimplementasikannya).

Kalo Komeng? Temanku yang bernama lengkap Didit Yudha Alfiansyah itu memang terkenal bermental adamantium (alias lebih keras daripada baja). Sedikit cerita tentangnya, Komeng, yang temanku itu, kebetulan memang punya anatomi wajah yang mirip dengan Komeng asli yang sering muncul di tivi-tivi, apalagi kalo dia pas rambutnya dia lagi setel gondrong (kadang-kadang juga malah mirip Pailul, side-kick-nya Panji Koming dari “Kompas Minggu”, kalo rambutnya lagi digelung). Cuma saja, Komeng versi Ilkomp UGM ini lebih kurus, dan sekarang lebih seneng cukuran cepak. Tapi sumpah, bahkan dosen-dosen di kampusku lebih suka memanggilnya sebagai Komeng, atau mentok-mentoknya Didit Komeng.

Komeng ini juga sosok yang tidak tergantikan di Himakom, terutama kalo anak-anak lagi pentas drama. Kalo anak-anak yang lain bisa dengan mudahnya berganti-ganti karakter peran, maka tidak ada yang bisa menggeser posisi Komeng untuk berperan sebagai banci (tidak juga aku, meskipun kemarin sempat nyamar sebagai Zaskia Mecca)! Gayanya luwes, gesturnya pas banget. Di Himakom, tidak ada banci yang bisa sebanci Komeng! Meskipun setiap latihan selalu misuh-misuh, “Wegah! Pokok’e aku wegah dadi banci meneh,” tapi setelah dipaksa-paksa dan akhirnya tampil di panggung, Komeng adalah man of the match.

Pun Komeng ini tetap mempertahankan mental adamantiumnya kalo berhadapan sama cewek asing. Kalo saja kemarin pas jalan-jalan di FKY itu ada dia, boleh kupastikan kalo dia nggak bakal sungkan buat tiba-tiba berdiri di hadapan seorang gadis manis sambil ngomong, “Mbak, boleh minta fotonya, ya?” Dan sebelum sang korban sadar akan keberadaannya yang mendadak itu… Jepret! Wassalam, wajah sang gadis bakal sudah berada di dalam memori kameranya.

Tapi yang sudah terjadi tidak bijak untuk terlalu disesali. Faktanya, kemarin itu aku jalan-jalan sama Saber, bukan sama Komeng.

Dan di Pasar Raya kemarin, selain nonton barang-barang langka yang dijual di sana, aku juga sempat ketemu sama makhluk-makhluk langka lainnya pas nonton aksi panggungnya Sawung Jabo. Ada Tika, Pangsit, Anto, Leksa, juga Sandal. Yakinlah, mereka-mereka itu juga langka. Di dunia ini cuma ada 1 spesies yang bentukannya seperti masing-masing mereka itu. Dan makhluk-makhluk langka itu cuma bisa kutemui di Pasar Raya-nya FKY kemarin. Seandainya waktu itu aku lagi jalan-jalan di Orchard Road, aku yakin kalo aku tidak bakal mungkin bisa menemukan makhluk-makhluk seperti mereka. Betul-betul langka, kan? Tentu saja!

Tentang Sawung Jabo-nya sendiri (yang ini juga langka. Cuma ada 1 juga), oh, banyak lagu-lagunya yang terdengar baru untuk telingaku. Tapi entah kenapa aku bisa menikmatinya saat itu juga. Aransemennya aseek. Beberapa bule yang ikutan nonton di situ juga kedapatan joget-joget kayak orang mabuk. Padahal aku nggak yakin apa mereka itu ngerti sama isi lirik lagunya Sawung Jabo. Aku sendiri baru bisa teriak-teriak ngikutin lagu ketika Sawung Jabo menyanyikan lagu yang jadi isi bagian “About Me” di profilku di Frenster: “Nyanyian Preman”-nya Kantata Samsara. Selanjutnya, semua penonton berdiri pas lagu “Badut”, “Bongkar”, dan “Bento” setelah sebelumnya Sawung Jabo ngomong, “Tinggal 3 lagu, lho. Sing ra njoget bajingan.” Hahaha. Tentu saja aku mencoba nggak ikutan joget, supaya tetap dikenali sebagai bajingan, meskipun akhirnya tetap khilaf untuk ikutan teriak-teriak berhubung aku kenal sama 3 lagu terakhir itu.

Setelah “Bento”, aku terpaksa harus mendahului yang lain. Aku cabut dari Pasar Raya selewat jam 9 malam gara-gara ada janji kencan sama Rixa, cewek dari Teknik Informatika UII. Dan malam itu aku dan Saber menembus dinginnya Jokja menuju Gedong Kuning sampai akhirnya di sana kami berdua disuguhi kopi campur (baca: coffeemix, bego!) sama Rixa. Setelahnya, apa yang terjadi di antara aku, Saber, dan Rixa, biarlah itu menjadi rahasia kami bertiga. Si Komeng nggak perlu tau.

Maka apa yang tersisa dari Pasar Raya kemarin? Tentu saja sebingkai umbul langka gambar wayang seharga 150 ribu yang berhasil kutawar sampai 125 ribu yang bakal kupertahankan mati-matian supaya jangan sampai ketahuan sama bapakku. Celaka kalo beliau sampe tau. Bisa-bisa barang tersebut diangkut paksa ke Jakarta sama dia.


Facebook comments:

15 Comments

  • septo |

    “Setelahnya, apa yang terjadi di antara aku, Saber, dan Rixa, biarlah itu menjadi rahasia kami bertiga. Si Komeng nggak perlu tau.”

    saya tau lho… mau saya beritahu komeng njuk anda dicium ataw anda mentraktir saya???!!??

    hahahahhah

  • cK |

    saya kok fokus ke gambar pizang hotnya… πŸ˜†

    itu beneran dijual? πŸ˜•

  • Nazieb |

    Byuh, umbul 125ribu?? 😯 Mau umbulan sama saya? nanti saya pake yang gambar Dragon Ball..

    Betewe Pizang Hot-nya kreatif itu…

  • Yang Punya Diary |

    itikkecil:::
    sebenernya ada yang lebih keren lagi. cuma keburu diembat sama orang lain. menyesal saya tidak datang 24 jam lebih cepat. katanya sih yang beli bule belanda πŸ™

    ulan:::
    jualan pisang, mbak. kalo jualan pizza, setau saya namanya pizza hut :mrgreen:

    septo:::
    bilang saja sama komeng, biar dia misuh2. mengko aku ta’ngejokke si chiell ben ambung2an karo komeng πŸ˜†

    cK:::
    wah, ndak tau chik. aku ndak sempat tanya2 sama tukang jualannya πŸ˜›

    Nazieb:::
    wooo…itu umbul berharga. ejaannya masih pake ejaan belanda. barang langka yang 50 tahun lagi kalo kujual bisa laku puluhan juta. apalagi kalo ditambah fakta itu bekas punyaku, bisa nyampe ratusan juta mungkin, hohoho

  • wib |

    paaaaakkkkk…,
    anakmu si joe punya umbul langka gambar wayang….
    paaaaaaakkkkkk….

  • emyou |

    uda lama gak maen umbul. dulu seringnya yang gambar superhero ato tokoh-tokoh di tipi yang lagi ngetren waktu itu.

  • Yang Punya Diary |

    Rasyeed:::
    lho, narsis? kapan saya narsisnya? :mrgreen:

    wib:::
    bapakku jarang onlen. onlennya kalo ta’suruh πŸ˜›

    didut:::
    saya menyebutnya investasi jangka panjang

    emyou:::
    apa boleh buat…umbul memang sudah ndak difungsikan lagi. buktinya operasional terminal umbulharjo skrg sudah dipindah ke terminal giwangan πŸ˜†

    yang punya bramantyo.com:::
    adapun kethoke kowe ra bakal dolan2 mrono, hohoho

So, what do you think?