Tarik-tarik, Ulur-ulur, Mbak

Begini, Mbak…

Aku ini ndak suka disalah-salahkan, dicap kurang gigih berusaha memperjuangkan hati sampeyan ketika aku sendiri sudah merasa cukup berusaha.

Hidupku bukan s(h)i(t)netron, Mbak. Pun bukan eftivi, bukan juga drama Kroya Korea, di mana sang tokoh utama rela membuang-buang waktunya demi setia menanti pujaan hatinya.

Buatku, Mbak, ketika aku sudah merasa cukup menunjukkan bahwa aku suka sama situ, enough is enough, lanjutannya ya tergantung respon sampeyan, Mbak…

Kalo ada timbal-balik, itu bagus, berarti kita berdua bisa lanjut. Tapi kalo yang terjadi kemudian adalah sampeyan jual mahal, jaga gengsi dengan argumen bin dalih mau ngetes keseriusanku, lalu kemudian aku memilih untuk tidak membuang waktuku yang berharga dengan mengejar-ngejar kamu, salah siapa? Itu lak ya bukan salahku tho?

Maka ketika sekarang sampeyan sudah bersama laki-laki lain, sambil menyalahkan binti beralasan bahwa ini semua gara-gara aku pada waktu itu – menurutmu, Mbak – kurang gigih mendekati situ, lambemu, Mbak! Aku ndak suka disalahkan seperti itu.

Kamu, Mbak… Kamu yang maem gengsi, kamu yang kebanyakan kamuflase, lha, kok, sekarang malah aku yang dituduh sebagai biang keladi keputusanmu?

Ta’kasih tau…

Mbak, urusan romansa itu bukan tanggung-jawab sepihak untuk mengejar-ngejar sementara pihak lainnya boleh sok-sokan jual mahal. Romansa itu perkara timbal-balik. Keduanya mesti saling memberi umpan dan saling merespon. Romansa itu urusan tarik-ulur dan tarik-ulur, bukan tarik-tarik dan ulur-ulur.

Jadi tolong jangan seenaknya menyalahkanku bahwa “ketidaksungguhan”ku adalah penyebab kenapa kita akhirnya tidak bisa bersama.

Paham?

si mbak...


Facebook comments:

9 Comments

So, what do you think?