Aku barusan pulang. Pulang dari nonton di bioskop bareng 2 biji adik sepupuku, Ganggas sama Gagar. Dari paginya, sih, kami rencananya pengen nonton “Inception”. Maka setelah aku pulang kantor, nganterin kaos bikinanku yang dipesen sama Yoga ke kampus, dan minum-minum sebentar bareng anak-anak yang masih pada nongkrong di situ, sampai di rumah aku langsung nyuruh adik-adikku itu siap-siap buat berangkat nonton.
Akunya sendiri nggak ikutan siap-siap. Tetap dengan kaos-nggak-disetrika yang sudah seharian kupakai ngantor, jeans lumayan belel hasil made by order produksi Trucuk, Klaten, dan jaket Ilmu Komputer 2006 yang sudah sebulan lebih nggak silaturahmi sama mesin cuci, aku merasa sudah lebih dari cukup buat berangkat nonton. Toh ini nontonnya nggak bareng gadis manis. Dan dalam kondisi apapun, pada dasarnya, aku ini selalu dalam keadaan ngganteng
Sesampainya di Empire XXI, untung betul-betul tak dapat diraih dan malang benar-benar terletak di Jawa Timur tak dapat ditolak, akunya kehabisan tiket. Sebenernya nggak bener-bener habis sih. Masih sisa sederetan kursi kosong pas di depan layar. Hanya saja berhubung manalah nikmat nonton bioskop di bagian situ, kami bertiga beralih kepengen nonton “The Sorcerer’s Apprentice”-nya Nicolas Cage. Tapi gembel! Lagi-lagi kursi yang tersisa cuma di depan layar. “Salt”-nya Angelina Jolie juga bernasib sama.
Apa boleh buat, terpaksa kami milih nonton tinju besi alias “Tekken” saja setelah sebelumnya aku, tanpa berekspektasi muluk, sempat berujar, “Sudahlah, apa boleh buat, kita nonton film busuk saja.”
Saking lumayan kecewanya “cuma” kebagian nonton “Tekken”, aku berulang-kali – mulai dari habis beli tiket sampai dengan filmnya selesai diputer – nyeletuk, “Hore, kita nonton film busuk!” π
Dan yang kuucapkan ternyata betul-betul menjadi kenyataan. Film ini lumayan parah kalo nggak mau disebut jelek. Isinya cuma baku-hantam yang basi tanpa jalan cerita yang mendalam. Pemain-pemainnya pun seakan berakting tanpa penjiwaan. Asal-asalan. Nggak ada karakter yang berkesanlah.
Tokoh utamanya tentu saja Jin Kazama, anak haramnya Jun Kazama hasil joinan usaha sama Kazuya Mishima. Ceritanya tentang si Jin yang berasal dari kampung di luar Tekken City yang berusaha balas dendam ke Tekken Corp. yang dikepalai sama Heihachi Mishima atas meninggalnya sang ibunda gara-gara ulah mereka.
Gelinya, film ini masih mengadopsi alur basi macam komik Jepang kebanyakan. Sang jagoan pastilah berhasil menang dengan membalikkan keadaan setelah babak-belur dihajar musuh-musuhnya. Tambah gelinya lagi, setiap jagoan kita mulai putus asa, dia bakal teringat sama nasehat ibunda. Mirip banget sama serial produksi tahun 70-an, “Kung Fu”-nya David Carradine, yang sempat diputer jaman aku kecil dulu di RCTI.
Di film ini juga diobral kata-kata nasehat bijak nan gombal ala petarung sejati. Cuma saja, gara-gara pemain-pemainnya berakting seolah cuma alakadarnya, kata-kata gombal itu jadi sekedar lewat saja, terkesan tanpa makna. Jalan ceritanya sendiri pun, selain kubilang tadi nggak mendalam, juga semrawut bin amburadul binti nggak jelas.
Jadi setelah si Jin menyelesaikan pertarungannya versus Marshall Law di babak kualifikasi, beliau yang terhormat itu berhak maju ke putaran final. Nah, di putaran final inilah ketidak-jelasan sistem turnamennya terjadi. Tanpa diketahui jelas siapa pemenang tiap-tiap pertarungan di babak pertama, si Jin, yang sebelumnya menang lawan Miguel Rojo, tau-tau sudah berhadapan dengan Yoshimitsu di babak kedua. Di sini Heihachi Mishima selaku promotor turnamen sempat ngomong, “Iki gelute diundi ulang wae yo, Dab? Cocoke sing iki luwih pas nek dinggo gelut pas semifinal.” Alhamdulillah rencananya si Heihachi ini batal terlaksana gara-gara anaknya, Kazuya, nggak setuju kalo undiannya diulang.
Badala… Dan tanpa ketauan siapa musuhnya si Jin di semifinal, tau-tau dia sudah harus berantem lawan Bryan Fury, yang di semifinal menghabisi Sergei Dragunov, di partai pamungkas. Wekz! π
Tambahan untuk melengkapi kejanggalan film ini juga bisa didapat waktu kita memperhatikan adegan Jin versi anak-anak berlatih sama ibunya. Di situ cetho tenan nek raine, eh, maksudku, di situ keliatan sekali kalo mukanya si Jin ini bertampang bule. Lhadalah…pas gedenya kok dianya malih rupo, eh, maksudku, berganti rupa menjadi bertampang Asia? Geblek ini sutradaranya.
Dan bicara masalah tampang-tampangan, entah kenapa kami bertiga berkesimpulan kalo tampangnya si Jin ini sekilas mirip banget sama aktor bokep paling kondang setanah-air kita ini, Ariel Peterpan. Entah gara-gara kemiripannya sama Ariel ini, kelakuannya si Jin dalam film juga 11-12 sama Ariel sendiri. Di situ digambarkan kalo pas di kampungnya si Jin ini ceritanya sudah punya pacar dan sempat ada adegan nyaris mesumnya mereka berdua. Ealah… Tau-tau pas cerita memasuki masa turnamen, Jin kedapatan menjalin hubungan suka sama suka bareng Christie Monteiro. Sempat make-out segala di diskotik pula. Jan, pancen Ariel tenan! π
Yeah, apa boleh buat… Menurutku film dengan tema 1 on 1 fighting tournament yang boomingnya diawali sama “Bloodsport”-nya Jean Claude van Damme itu sudah habis masanya pas tahun 90-an kemarin, dan sutradaranya harusnya sudah sadar tentang hal ini. Maka apalagi yang bisa dijual sama film dengan jalan cerita nan tiada bagus, akting yang nggak berkarakter, plus kebasian-kebasian lainnya, selain darah dan keseksian wanita? Setidaknya masih lumayanlah aku masih bisa nonton belahan pantatnya Christie Monteiro ditambah adegan three-some-nya Nina dan Anna Williams bareng Kazuya Mishima walopun – tentu saja – nggak totally naked!
Ariel kan pancen jago gelut, eh, gulat ding.. π
bergulat dengan syahwat π
hoaaahheemmmm… weii ndi, jare dikirim imel?
kesian… berarti lum kbagian ntn inception yah? kalo tekken mah karuan maen game nya aja. game nya aja busuk. apalagi film nya.
wah,,untung durung nonton aku π
m00nray:::
oot…minggat! π
dian:::
gamenya ga busuk kok. jaman itu, game ini adalah sebuah revolusi interface untuk sebuah game fighting
ah ya, jagoan saya eddy gordo lho
dewa:::
bukan tontonan yang wajib buat dibela2in nonton di bioskop, mon. donlot saja mendingan π
saia sudah nonton Inception kemaren,Jo. Nonton di 21 amplaz saja, ditanggung masih leluasa milih tempat duduk π
saya memang nyerah, mon. akhirnya saya memutuskan mau nonton di situ aja sama si parti
kok yo tega men tho bioskop sing sampeyan kunjungi kuwi muter film kuwi -_-“
wah elek, ra ono hwo arang…