Siapapun yang berbahagia hari ini, ta’ucapin selamat saja, dah!
“Heh, ente gendeng, Mas Joe. Valentine itu harom. Budaya kapir! Itu peringatan atas pemartirannya St. Valentine, orang kapir. Murtadlah sampeyan!“
Apa? Peringatan atas pemartirannya St. Valentine? 14 Februari? Yang bener saja? Setauku Valentine yang 14 Februari itu nggak ada sangkut-pautnya sama peringatan buat St. Valentine, kok.
Setauku, malah, budaya Valentine yang diperingati setiap tanggal 14 Februari itu nggak ada hubungannya langsung sama mati-hidupnya St. Valentine. St. Valentine ndak pernah dianggap sebagai “martir cinta” sampai dengan abad 14 gara-gara karyanya Geoffrey Chaucer yang ngetop sebagai tukang bikin puisi pas jaman itu. Dan pendeta Kristen yang mana yang sebenernya dianggap sebagai St. Valentine, sampai sekarang juga nggak ada yang tahu persisnya merujuk ke siapa.
Si Geoff sendiri malah ngomong kalo Valentine itu sendiri sebenernya jatuh pas tanggal 2 Mei. Jadi, Valentine yang tanggal 14 Februari itu nggak ada hubungannya sama kapir-kapiran, Oom. Itu cuma penerjemahan budaya yang salah-kaprah. Ngawur. Kesimpulannya, kalo ada yang bilang bahwa Valentine yang tiap tanggal 14 Februari itu peringatan hari besar Kristen dan yang Muslim dilarang untuk ikut-ikutan berpartisipasi merayakan, ya berarti itu cuma omongan orang ngawur aja. Sama aja kalo ada yang nganggap bahwa Valentine sejak jaman dulu itu identik dengan cokelat. Itu juga ngawur. Budaya cokelat-cokelatan itu baru ngepop pas abad ke-20, kok.
Maka, sori, Oom. Entelah yang ngawur bin tidak nyambung.
“Ndobos kowe, Joe! Sekarang perkaranya bukan sekedar nyambung atau nggak nyambung. Perkaranya sekarang adalah bahwa Valentine itu bukan budaya Islam. Itu tetap saja berasal dari budaya kapir, dan kita yang Muslim nggak boleh bertingkah menyerupai orang kapir. Miring otake sampeyan iki!”
Lho, apa salahnya ngikutan budaya non Muslim selama itu baik, bagus, dan bermanfaat. Lihat aja, Valentine sudah merangsang kreativitas anak-anak muda; ada yang inisiatif jualan bunga, cokelat, juga kartu ucapan, kan?
“Tetap aja itu ikut-ikutan!”
Ikut-ikutan memangnya nggak boleh? Jangan terlalu sempit menafsirkan dalillah… Liat-liat juga konteksnya. Nyatanya, budaya kapir apa, sih, yang sekarang ini nggak kita ikutin? Ilmu pengetahuan, teknologi, perkembangan dunia, semuanya saat ini adalah produk budaya kapir. Mau nggak ikut-ikutan secara total? Silakan, dan kembalilah ke jaman batu.
“Oke, Mas Joe boleh aja berpendapat kayak gitu. Tapi, kan, problemnya tetap saja ada. Apa, sih, bagusnya Valentine sehingga kita berhak untuk ikut-ikutan? Nggak ada, kan?”
Itu tergantung persepsimu, Oom. Tapi kalo persepsiku, Valentine itu mengajarkan kasih-sayang. Itu bagus, kan? Itu sejalan dengan ajaran Islam, kan? Nah, masih mau bilang kasih-sayang itu bukan ajaran Islam?
“Tapi itu, kan, bukan omongan ulama Muslim. Itu, kan, omongan orang kapir…”
Kapir atau bukan, bukan di situ poinnya, Oom! Analoginya, Hukum Newton tetaplah berlaku sebagai Hukum Newton sekalipun yang mengucapkan itu bukan Sir Isaac Newton sendiri, melainkan cuma seorang murid kelas 3 esde. Apa lantas kalo yang ngomongin Hukum Newton itu bukan Newton sendiri maka lalu nilai kebenarannya langsung menjadi lenyap? Apa esensinya lantas hilang?
Sama aja, Oom. Siapapun yang mengucapkan tentang kasih-sayang, kapir ataupun bukan, kasih-sayang tetaplah kasih-sayang.
“Tapi, kan, kasih-sayang itu nggak cuma diungkapkan selama 1 hari. Kasih-sayang itu, kan, harus diimplementasikan setiap hari. Kalo kayak gitu caranya, ini sudah merupakan bukti shahih bahwa perayaan Valentine itu bukanlah sesuatu yang becus, Joe. Masak iya kasih-sayang, kok, cuma 1 hari aja?”
Tobat… Sampeyan itu ngeyel tapi nggak berdasar banget, tho?
Gini ya, Oom… Pernah tahu tentang Hari Pahlawan yang kita peringati saban tanggal 10 Nopember? Pernah denger ungkapan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya? Pernah? Pernah, hah?
“Hubungane opo, Joe?”
Hubungannya? Mbok punya otak itu dipake mikir dikit tho, Oom. Hubungannya, ya masak iya dengan penetapan 10 Nopember itu sebagai Hari Pahlawan maka kita cuma mengingat jasa-jasa pahlawan kemerdekaan Endonesa selama 1 hari? Masak iya di hari-hari lainnya itu berarti kita nggak perlu mengingat jasa-jasa pahlawan kita?
10 Nopember itu cuma momentum, Oom. Momentum peringatan. Cuma sebagai pengingat bahwa kita haruslah tetap menghargai jasa para pahlawan kita, sekalipun di hari-hari yang lain.
Palagan Ambarawa, Serangan Oemoem, Puputan Margarana, Bandung Lautan Api, Pertempuran Medan Area, semuanya itu toh juga bukan pas tanggal 10 Nopember. 10 Nopember itu, kan, kebetulan nama sebuah institut negeri, aeh, nama sebuah pertempuran kemerdekaan pas tanggal itu di Surabaya. Kebetulan juga tanggal itulah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
Misalnya lagi, tahu tentang peringatan Hari AIDS Sedunia?
“Tahu.”
Nah, apa lantas kita cuma bakal mencegah AIDS pas hari itu aja, lalu di hari-hari sisanya dalam 1 tahun itu kita nggak bakal berusaha mencegah penyebaran virus HIV?
Sekali lagi, Oom, waktu atau tanggal itu cuma momentum. Esensinya ya jauh lebih luas daripada itu.
“Assshhh… Kowe kakehan cangkem, Joe. Dikandani sa’kecapan, sanggahanmu werno-werno. Angel omongan karo wong sing kakehan cocot koyo kowe!”
Angel? Hahahaha, itu bisa kupahami kok, Oom. Pernah main game Final Fantasy VII? Kalo level sampeyan masih rendah, Oom, ya sampai kapanpun sampeyan nggak bakal mampu berhadapan dengan Sephiroth. Level kalian jauh berbeda, hahaha.
jeg mantap joe
Setelah mbaca blogmu yang lama, Saya kok demen mbaca tulisanmu yang ini =)
Assalamu’alaikum.
Intinya qt umat Islam mesti merasa cukup atas dua hari raya yg telah disyari’atkan oleh Allah yaitu ‘Iedul Fithri & ‘Iedul Adha. Yg mana pd keduanya pun terdapat kasih sayang yg jauh lebih besar drpd valentine’s day. Kasih sayang yg datangnya dr Allah dan saudara2 sesama muslim.
orang-orang yang mengaku penganut kebebasan berpikir kadang-kadang juga ditelikung oleh hitam-putih yang dibuat-buat.
padahal anjurannya mengikuti budaya kafir yang mana yang dilarang dan mana yang bukan itu ada batasnya.
orang kafir kasih madu kita ambil, tapi kalo ngasih racun ya jangan dimakan? emang bego?
valentine itu racun. kenapa? karena di dalamnya ada tetek bengek yang bertabrakan dengan ajaran agama. jadi, batasannya bertabarakan dengan agama dan tidak. kalau misalanya menyayangi fakir miskin, memberi bantuan kepada dhuafa memberi hadiah kepada orang tua, itu sangat dianjurkan. karena saling memberi hadiah itu untuk saling mencintai.
substansinya adalah valentine=perempuanxlaki2 berduaan,berkata mesra, berpegangan, berpelukan, berzina. itu sebenarnya mengapa ditentang. dan banyak lagi..
intinya rendahnya pemahaman agama yang membuat tulisan2 macam ini berkembang dan digemari… yang mendukung sungguh banyak. semoga masih ada jalan untuk kembali….
lahapasi:::
kalo sama saya? 😈
kimbul:::
ya, sama2 😀
gingsul manis:::
lebih baik disuruh belajar langsung sama aku aja, gyakakaka
wawan_waun:::
ada wan…cuma aku lupa terus ngirimnya. 4 desain kan? tenang aja 😛
ekspansi:::
semoga…
amin ya robbal alamin…
wira:::
hahaha, apa boleh buat. saya gitu loch
calonprasasti:::
terima kasih 🙂
Rijal:::
sayangnya hari (yang keliatan) raya yang lain juga nggak dilarang sama nabi, kan? dan, well, seperti yang saya bilang, ini cuma momentum. semuanya kembali kepada kemampuan kita untuk menyerap hikmah dari momentum itu atau mengingkarinya sama sekali 😉
wahyu:::
wah, sayang sekali, kayaknya komentator lain yang setuju sama tulisan saya tidaklah memandang kasih sayang yang menjadi inti valentine dengan substansi yang terlalu sempit seperti anda 😉
sayang…saya sangat menyayangkan sempitnya pandangan tentang kasih sayang yang seperti demikian 😀
rendahnya pemahaman agama atau rendahnya pemahaman terhadap substansi kasih sayang? ah, saya sendiri malah jadi menduga2 siapa di antara kita yang posisinya lebih tinggi atau lebih rendah 😆 semoga masih ada jalan untuk terus membuka wawasan…