Jaman dulu, waktu masih nak-kanak – kalau mengacu pada istilahnya Bu Bariyah – aku pernah ngayal kepengen jadi detektif atau agen rahasia. Keliatannya enak, soalnya. Bisa lompat dari 1 negara ke negara lain, bisa gonta-ganti hotel dan segala fasilitas tambahan di dalamnya dengan dibiayai negara, sama tentu saja kalau ada gadis khilafnya ya bisa ta’cangking ke kamar juga.
Entah ini yang disebut sebagai hasil dari konsep law of attraction ataupun mestakung, alias semesta mendukung, 2 dari 4 hal yang kucita-citakan waktu kecil di atas sekarang sudah kesampean. Sekarang aku sudah jadi detektif. Bukan detektif swasta, tapi detektif negeri sipil. Dan justru karena detektif negeri sipil itulah akhirnya aku jadi sering keluar-masuk hotel dengan dibiayai negara, ya tidurnya, ya makannya, tapi tidak untuk pijet dan spanya, apalagi yang pakai kategori plus-plus di dalamnya.
Gara-gara sering keluar-masuk hotel itulah rasanya, kok, ya aku jadi kepengen bikin review tentang hotel demi hotel yang kusambangi ya. Mungkin ini juga gara-gara insting untuk tidak mau ikutan arus mainstream yang terjadi di kalangan teman-teman blogger-ku, yang kalau nggak bikin review tentang buku, biasanya ya tentang film atau musik atau ma’eman atau juga kesan-pesannya setelah travelling ke suatu tempat. Nah, berhubung aku ini suka sekali tampil beda (kalau nggak mau disebut nggaya), sekarang aku kepengen bikin genre baru di blogku ini: review tentang hotel demi hotel yang kuinapi, karena boleh jadi di review tentang travelling-travelling-an sangat jarang sekali ada yang mau mengulas tentang tempat nginapnya, mungkin travel-blogger yang bersangkutan sungkan kalau ketahuan bahwa ternyata beliaunya tidur di masjid π
Ah, anggap saja akunya nggaya. Tapi apa hendak dikata, memang beginilah nikmatnya jadi agen rahasia. Sangat jarang akunya harus nginep di masjid kala bertugas demi negara, kecuali kalau pas kebetulan aku harus menyamar dengan berperan sebagai marbot masjid demi mengintai musuh.
Wiken kemarin akunya mendadak ada tugas negara. Walaupun harusnya libur, buat agen kosong-kosong-tujuh-tiga-perempat macam aku ini tentunya tidak ada istilah leyeh-leyeh sepenuhnya. Karena apa? Karena yang namanya penjahit, aeh, penjahat tidak pernah libur. Seperti kata Bang Napi, kejahatan bukan hanya karena niat pelakunya, tapi juga didukung oleh kesempatan yang ada. Maka oleh sebab itulah, walaupun harusnya aku bisa nonton “Guardian of Galaxy” sambil ngemil pop-corn di bioskop terdekat, sewikenan kemarin akunya malah dikirim ke Bogor, nginep di Hotel Amaroossa Royal Bogor.
Setelah seharian pengintaian di lapangan, berkubang peluh, bermandi debu, sambil sedikit menderita gejala flu, malamnya aku tepar langsung begitu masuk kamar hotel. Blas nggak merhatiin apapun, langsung nggletak bobo’ begitu ketemu kasur. Ini hal jelek. Bisa saja centeng musuh sudah mengendap duluan dan menanti di kamarku, berniat menjerat leherku dengan benang baja atau mengrukupi kepalaku dengan bantal pas aku tidur, kemudian menarik pelatuk pestulnya sehingga peluru menembus tengkorakku. Ini kesalahan mendasar nan fatal bagi seorang agen rahasia macam aku. Jadi buat agen-agen yang lain, tolong jangan tiru tindakanku di malam itu, kecuali kalau identitas keagenan kalian adalah agen elpiji dan agen minyak tanah. Tetap siaga, periksa dahulu kamar Anda, dan seperti kata Bang Napi lagi, waspadalah, waspadalah!
Paginya pas bangun Subuhan (pengumuman! Sekarang aku sudah bertaubat) aku baru nyadar, lha jebul interiornya kamar hotel kelas deluxe ini bagus juga. Sesaat malah bikin aku inget sama film-film James Bond jaman lawas. Klasik. Alhasil aku jadi senyum-senyum sendiri. Oh, Mamak, oh, Babah…anakmu ini jebul memang sudah benar-benar mirip Roger Moore hidupnya.
Begitu berniat cibang-cibung sehabis ngeteh tawar anget (konon, kata mamakku, bagus buat gejala diare), aku juga baru menyadari kalo kamar mandinya ada pembatas kacanya yang cuma ditutupi korden. Seandainya bawa cewek pastilah aku bakal bisa ngeliat beliaunya pas lagi mandi, tentunya kalau yang bersangkutan nggak malu buat mbuka kordennya. Pokoknya ini jenis kamar dan kamar mandi yang cocoklah buat indekos, aeh, indehoy.
Jadwal di Minggu pagi itu aku ada briefing, laporan tentang apa saja hasil pengamatanku seharian kemarin. Sebelum briefing tentu saja aku berniat sarapan dululah, ngisi perut yang semalaman lupa ta’isi saking ngantuknya.
Tapi apalah daya, jebul tempat sarapannya cuma macam hall sejenis tempat meeting yang dijadiin ruang makan. Mungkin memang tempat sarapan benerannya lagi direnovasi. Tapi ya tetap saja nggak bonafid! Lha wong ini meja dan kursi yang disediakan jadi amat terbatas. Belum lagi nggak ada dapurnya – yang ostosmastis jadi nggak ada chef-nya yang standby – di mana kalau di hotel lainnya di situlah biasanya aku minta sebutir telur mata sapi 3/4 matang buat sarapan.
Rampung sarapan, aku keluar ke halaman depan dari lobi buat ngerokok. Kuamati lagi, ini hotel tempat parkirnya sempit betul. Agak nggak cocoklah kalau kebetulan ada sekitar 7 mobil yang harus nurunin penumpang di pintu masuk hotelnya. Pasti antrian bakal memanjang sampai ke jalan raya di depannya. Semacam kurang ideal buat hotel yang letaknya di pojokan jalan.
Balik ke kamar, aku kepengen srupat-sruput ngopi dulu. Masih ada 45 menit sebelum aku ngumpul menghadap Pak Bos. Kugodog banyu di ceret elektrik yang standar disediakan di kamar hotel kelas bintang 4. Tapi…byajilak! Kopinya ada, gulanya ada, cangkirnya ada, krimernya juga ada…tapi mana ini sendok kecil buat ngaduk kopinya? Semprul bercula! Untung saja manajemen hotel gembus ini lagi berhadapan dengan Angus MacGyver dari Timur. Jatah sikat gigi dari si hotel terpaksa kupakai gagangnya buat mengaduk kopiku. Setan belang! Ditambah demi melihat air mineral yang tersedia di situ ternyata tiada gratis alias dibandrol 15 rebu perak, lengkap sudah aku geleng-geleng kepala di pagi nan tiada buta tersebut.
Jadi sementara sekian dulu sahaja perjumpaan kita pada kesempatan review hotel kali ini. Besok-besok kalau aku dinas lagi, nginep di hotel lagi, review-nya inshaallah bakal kutulis lagi. Tapi yang sekarang, sampai di sini dulu teman-teman. Merdeka!
Itu kamarnya hampir sama kayak hotel Amarossa yang di jl. Antasari Jakarta. Tapi pengalaman sarapanku di sana lebih menyenangkan. Di resto-nya beneran, bukan hall yg dialihfungsikan.
Sebenernya pernah juga kepikiran bikin review tiap hotel yg pernah diinapi, tapi rasanya enggan buat foto-foto kamar yg ditinggali. Bukan apa-apa, kuatir malah keliatan ada hantunya kan nginepku di sana jadi ga tenang gitu.. π
Interior bagus bgt, terkesan mewah. Restorannya lg renov kali, bulan lalu ga disitu, di deket lobi kok.
Parkiran? Hmmm ada pengalaman buruk yg ga patut dishare dimari. >:)
emyou:::
alasan sahaja. foto2nya pas udah mau cek aut kan juga bisa π
Yuyun:::
patut, yun. cepat beritau, saya kepengen ngerti ini!