Lebarkan Sayapmu Luaskan Hatimu

Sidang pembaca semua, baik yang terhormat, kurang terhormat, maupun tiada terhormat, mohon maaf beribu maaf apabila beberapa tempo ini saban sampeyan nyasar ke blog ini tidak ada tulisan-rada-panjang yang relatif baru. Bukan apa-apa, duhai sidang pembaca semua, ini semua gara-gara beberapa tempo belakangan ini akunya sendiri selaku pemilik blog sedang berada dalam pergulatan batin yang sangat berat. Saking beratnya, Adis, adikku yang paling gemuk itu, berat badannya juga sampe kalah, lho.

Maka gara-gara pergulatan batin itulah aku jadi jarang nulis. Banyak yang harus dikerjakan di dunia nyata. Kerja keras bagai kuda, dicambuk dan didera. Perkara apa jenis pergulatan batinnya, tentu saja bukan karena masalah wanita. Bisa malu akika sama dunia kalo sampe ketauan terpuruk karena wanita. Mau dikemanakan gelar “Casanova dari Kampus MIPA” milik beta, coba?

Lalu apa masalahnya? Ah, situ nggak perlu mencari tau sampai sebegitunya. Tiap ditanya orang, jawabanku selalu sama: “Kangen Ayu.” Jadi ya anggap saja kalo problematikaku ini memang betul-betul seputar Ayu. Itu saja.

Eh, Akh Joe, Ayu itu, kan, wanita juga? Katanya tadi nggak pengen malu sama dunia kalo ketauan terpuruk gara-gara betina? Gimana, sih, antum ini, Akh Joe?

Eee…eeeowaeyooo… Iya juga ya… Ayu, kan, punya vagina juga (meskipun – sumpah mati! – belum pernah ta’intip. Ini cuma asumsiku sahaja). Tapi…tapi…tapi… Ah, biarlah. Malu sedikit sama dunia rasanya tak mengapa. Lagian kangenku ke Ayu toh cuma pura-pura.

Lha, jadi…terus apa problem antum yang sebenarnya, Akh Joe?

Crewet! Sudah, diam saja. Anggap saja aku memang kangen Ayu. Habis perkara. Nggak usah lagi tanya-tanya, malu pun tak mengapa.

Jadi mari kita kembali… Gara-gara urusanku itulah akhirnya aku baru bisa nulis lagi sekarang ini, meskipun sebenarnya ada banyak uneg-uneg di otak yang seharusnya bisa kutulis, termasuk perkara Irshad Manji dan Lady Gaga yang batal konsernya kemarin itu. Mohon maaf. Sumpah, mohon maaf. Tentang 2 hal barusan, aku janji kapan-kapan bakal kusinggung perkaranya. Tapi tidak sekarang. Kenapa tidak sekarang? Karena, eh, karena sekarang aku pengen nulis tentang yang ringan-ringan aja dulu.

Apa yang ringan itu? Ya tentu saja masalahku…

Interupsi, Akh Joe. Katanya tadi masalahnya berat, sampai kerja keras bagai kuda, dicambuk dan didera? Kok, sekarang malah bilang ringan? Ndak konsisten antum ini…

Crewet! Diam! Masalahku tentu saja berat – kalo dialami sama pecundang penghobi ngeluh. Tapi berhubung aku ini orangnya suka nggak mau kalah, termasuk sama masalah, kuanggap saja mereka semua itu lawan enteng. Lha, sama sesama manusia yang wujudnya nyata aja aku sering nggak mau ngalah, ya apalagi sama benda abstrak tak berwujud yang berjudul “masalah”? Sungguh mati aku gengsi kalo aku sampe bilang, “Masalahku kali ini berat sekali…”

Perihal masalahku sendiri, jujur aku – rasa-rasanya – sempat hampir kalah akibat Technical Knock Out. Tapi entah bagaimana caranya, setelah mencoba untuk tetap berdiri, berdiri, dan selalu berdiri tiap kali terkanvaskan, rasa-rasanya mendadak bala-bantuan datang dari kanan-kiri-atas-bawah-depan-belakang. Mulai bantuan berupa sandang, pangan, dan papan, sampai dengan jenis bantuan berupa pencerahan.

Salah satu jenis pencerahan ini kudapatkan dari buku berjudul “Lebarkan Sayapmu Luaskan Hatimu”. Buku ini tulisannya Gede Vasmana, sejawat yang entah bagemana akhirnya ada di daftar temanku di Fesbuk πŸ˜† Kenalnya kemungkinan besar dari Kiki (soalnya aku benar-benar lupa prosesnya gimana Bli Gede ini bisa ada di friendlist Fesbuk-ku), editor bakal bukuku itu (mari doakan bukuku terbit tahun ini :mrgreen: ). Seingatku kami malah nggak pernah ngobrol langsung. Hanya beberapa kali berbalas komentar di status Fesbuk masing-masing.

buku lebarkan sayapmu luaskan hatimu

Buku ini berisi tentang perjalanan seorang laki-laki bernama Sasmara, yang – gebleknya – ditinggal minggat sama pacarnya (sampai ente yang ditinggal minggat sama pacar ente, dan bukan ente yang ninggal minggat, berarti ada yang geblek dengan style berpacaran ente 😈 ). Dalam perjalanannya, beliau yang bersangkutan ini belajar banyak hal tentang hidup, termasuk tujuan dan makna hidupnya.

Buku ini diberi pengantar oleh Gede Prama. Katanya, “…sungguh layak disyukuri sebagai bagian dari kegalauan manusia akan kegelapan, sekaligus kerinduan akan cahaya…”

Maka ya begitulah… Menurutku buku ini cocok dikonsumsi oleh manusia yang sedang galau, yang sedang bermasalah, yang butuh amunisi tambahan untuk menghadapi problematika hidupnya, meskipun menurutku isi buku ini – secara garis besar – klasik sekali!

Iya, klasik. Sekali lagi, klasik. Saking klasiknya, Lulu bilang, “Buku ini cocoknya dibaca sama orang yang nggak punya pegangan buat menyelesaikan masalahnya. Buat kita? Kita sudah kebal, Mas. Buat orang-orang yang sudah punya pondasi untuk menyelesaikan masalahnya, buku ini nggak terlalu istimewa.” Begitulah kata Lulu dengan redaksional yang tidak sama persis.

Jadi, tidak istimewa? Mungkin iya. Mungkin iya buat Lulu. Mungkin juga buat aku… Tapi tergantung kondisi kita saat membacanya, sih, menurutku. Ada saatnya di mana aku lupa. Lupa kalo aku masih punya senjata. Dan sewaktu aku membaca buku ini, buku ini berfungsi untuk mengingatkanku semacam, hei, manusia tampan, kamu masih punya senjata yang belum kamu pergunakan. Begitulah posisi buku ini buatku kemarinan ini.

Selain itu, toh buku ini juga berfungsi sebagai kegiatan selama aku nggak punya kerjaan sepanjang perjalananku dengan kereta api malam dari Jokja menuju Jakarta…

Eh, ngapain ke Jakarta, Akh Joe?

Kangen Ayu, kampret! Kan, tadi sudah kubilang. Banyak tanya betul, sih…

Maka mari kuteruskan… Pas di kereta itu aku sempat memajang puisi di dalam buku itu sebagai status di salah satu akun media sosialku, yang tiba-tiba langsung disamber Wulan. Katanya, “Terima kasih sudah mengingatkan.” Dan sepertinya kami senada, buku ini memang punya fungsi untuk mengingatkan.

apa yang kau cari sedang mencarimu

Kelanjutannya kubilang ke Wulan, “Mau versi komplitnya? Itu potongan dari buku, kok. Kalo mau kukirim ke Bandung bukunya,” yang tentu saja langsung diiyakan sama Wulan. Maka besok-besoknya kukirimkan buku itu ke Wulan. Semua biayanya aku yang nanggung. Ah, aku memang baik hati sekali, ya?

Aku baik hati? Ahahaha, jangan salah. Aku masih saja tetap bejat, kok. Pada dasarnya buku itu memang gratis. Aku punya 6 eksemplar buku itu di rumah, dan semuanya memang kudapatkan dengan cuma-cuma. Yang baik hati sebenarnya ya penulisnya. Kata Kiki, dia mencetak ribuan eksemplar bukunya dengan duitnya sendiri hanya untuk dibagikan secara gratis. Aku sempat nggak percaya, wong rasa-rasanya kami ini masih seumuran, kok, ya…

Karenanya, buku ini nggak bakal ditemukan di rak buku toko buku mana pun, seperti jawabanku ke Wulan waktu dia bertanya, di mana aku beli bukunya. Kalau sampeyan – duhai sidang pembaca – mau, hubungi saja yang bersangkutan via akun Fesbuk-nya. Minta langsung sama beliaunya atau hubungi Kiki selaku pencetaknya.

Tapi berhubung aku ini orangnya suka iri hati, aku nggak mau kalo semua kebaikan menjadi milik penulisnya. Berhubung aku masih punya 3 biji lagi (yang 1 kukonsumsi sendiri, yang 2 biji lagi sudah kukirim ke Lulu sama Wulan), situ boleh minta supaya aku ngirimin bukunya ke alamat situ. Jangan khawatir, kutanggung ongkos kirimnya. Hanya saja buku ini tinggal tersisa 3. Jadi ya cepet-cepetan saja. Barangnya siapa, aeh, barang siapa yang jadi 3 orang tercepat yang mengirimkan ke SMS ke aku dengan format:

“Hai, Mas Joe tampan…bagi buku Lebarkan Sayapmu Luaskan Hatimu, donk. Saya [nama lengkap sampeyan], alamat saya di [alamat lengkap sampeyan]. Nanti saya doakan Mas Joe makin tampan, deh.”

bakal langsung kukirimin bukunya tanpa banyak flirting lebih lanjut (dengan asumsi bahwa sampeyan berjenis kelamin wanita dan masih berusia muda). Perkara nomer hapeku, silakan ubek-ubek blogku ini. Sungguh mati pasti ketemu, kok :mrgreen:

Dengan begitu setidaknya aku masih urun sedikit kebaikan seputar buku ini. Tidak semuanya dimonopoli sama Bli Gede πŸ˜†

Ah ya, sebagai pengingat pula buat sampeyan, sekali lagi ta’bilangin kalau buku ini cocoknya dibaca sama yang lagi galau dan butuh pencerahan – at least pengingatlah… Kalau ternyata ente sedang galau akibat punya masalah yang maha berat sampai-sampai ente yakin – khas abege – bahwa tidak ada bantuan apapun yang bisa mengurangi beban ente, buku ini tidak cocok untuk ente baca. Karena apa? Karena, eh, karena ya seperti keyakinan ente itu tadi, tidak ada bantuan apapun yang bisa mengurangi beban ente. Jadi untuk apa buang-buang waktu baca buku ini? Toh tidak akan membantu sama sekali. Sebaiknya sesegera mungkin ente bikin es teh manis dan campurkan racun tikus di dalamnya kemudian tenggaklah secepatnya. Masalah Anda akan hilang saknyawa Anda 😈

Dan 1 lagi, kalau kebetulan Anda yang mengirim SMS adalah jenis makhluk jelita, akunya siap untuk berkorban kebaikan lebih banyak lagi. Bukunya bakal kuantarkan langsung ke tempat tinggal Anda, selama masih di seputaran Jokja. Sisanya cukup sediakan secangkir kofimiks dan asbak, selanjutnya mari kita bicara seputar cinta dan romansa khas anak muda :mrgreen:

Update!
Buku sudah dikirimkan ke:

  1. Hanan Febriansyah, via Pos Indonesia, nomer resi 12569373204
  2. Adi Nugroho, via Pos Indonesia, nomer resi 12313419324
  3. Risga Lutfi Cahyanita, via Septo Adhi Nugroho, nomer resi…mana ada nomer resi kalo bukunya ta’titipin ke pacarnya!

Sisa buku tinggal 0 biji lagi, alias sudah habis. Terima kasih buat semuanya πŸ™‚


Facebook comments:

18 Comments

So, what do you think?