Match Made in Heaven

novel match made in heaven terbitan ufukpress

Well, well, well, entah kenapa setiap aku mbaca novel terjemahan yang diterbitin sama Ufukpress akunya selalu aja nggak pernah merasa puas dan malah cenderung sedikit mengeluh. Kasusnya masih sama kayak yang dulu, buku hasil terjemahan dari penerbit yang bersangkutan selalu saja – menurutku – memiliki kualitas terjemahan yang minim, yang membuat keningku berkerut-kerut sedikit (meskipun overall wajahku tetap saja tampan) mencoba menangkap maksud dari tiap-tiap kalimatnya. Kadang-kadang saking kejamnya, aku jadi kepengen su’udzon sahaja kalo manusia-manusia di Ufukpress itu cuma bermodalkan software penerjemah bahasa semodel Transtool. Hasil terjemahan yang dikeluarkan sama mereka betul-betul njelimet!

Begitu juga yang kurasakan baru-baru ini waktu mbaca novel yang judulnya “Match Made in Heaven” karangannya Bob Mitchell, yang tentu saja diterbitkan dan diterjemahkan sama Ufukpress. Aku seakan dipaksa untuk mencoba mengira-ngira dan menerjemahkan lagi kata-kata yang tertulis di situ ke dalam bahasa Inggris untuk kemudian barulah kupahami maksud kalimatnya. Terjemahannya bikin kesel, John. Ya kesel dalam bahasa Endonesa, juga kesel dalam bahasa Jawa yang artinya adalah capek.

Ide cerita di buku itu sebenernya bagus. Ini tentang seorang profesor di Harvard yang mendadak koma gara-gara serangan jantung. Dan sepanjang masa komanya itu konon dia ketemu sama Tuhan untuk memohon perpanjangan nyawanya. Sama Tuhan permohonannya dikabulin bersama syarat dan ketentuan berlaku yang menyertainya. Elliott Goodman, sang profesor, harus bertanding golf 18 hole melawan 18 utusan Tuhan. Kalo dia seri atau malah menang, hidupnya diperpanjang. Tapi kalo sampe kalah, ya wassalam. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un-lah…

Serunya, 17 dari 18 utusan Tuhan itu bukanlah pemain golf beneran. Ke-17 utusan itu masing-masing adalah Leonardo da Vinci, W.C. Fields, Nabi Musa, John Lennon, Abe Lincoln, Joan of Arc, Sigmund Freud, Socrates, Shakespeare, Colombus, Edgar Allan Poe, Mildred Ella, Pablo Picasso, Beethoven, Babe Ruth, Mahatma Gandhi, sampai Marilyn Monroe. Satu-satunya pemain golf sungguhan yang menunggu Elliott di hole ke 18 adalah Ben Hogan.

Dahsyat, kan?

Kemudian cerita bergulir sambil Elliott menyelesaikan pertandingannya. Pada tiap-tiap hole Elliott banyak belajar tentang bagaimana menyikapi hidup dari lawan-lawannya. Diawali pelajaran tentang pentingnya untuk membuat rencana, berpikir masak-masak, dan tetap fokus dari da Vinci, Elliott belajar banyak tentang kejujuran, keadilan semu, integritas, kegembiraan, penilaian terhadap orang lain, ketenangan, rasa syukur, dan seterusnya dari tiap-tiap lawannya. Pendeknya, Elliott belajar banyak tentang hikmah tersembunyi yang dikasih sama Tuhan dalam setiap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Buku ini cocok buat orang-orang yang tingkat kepekaannya dalam menyerap hikmah sangatlah minim 😈

Isi buku ini seharusnya ringan dan menghibur juga sarat makna. Ide cerita yang seharusnya masuk kategori berat itu bakal nggak kerasa gara-gara kehebatan penulisnya. Tapi, ya itu tadi, gara-gara kualitas terjemahannya menurutku payah, buku ini jadi agak nggak aseek lagi. Beberapa kata dalam bahasa asing selain bahasa Inggris tidak diterjemahkan sama orang-orang dari Ufukpress. Bikin aku bener-bener bingung aja. Kata-kata perumpamaan dalam bahasa Inggris-nya juga diterjemahin mentah-mentah.

Seharusnya buku ini juga memuat banyak catatan kaki di halaman-halamannya untuk mempermudah pemahaman orang awam tentang golf (ataupun hal-hal lainnya yang nggak jamak buat orang Endonesa). Tapi dibanding catatan kaki, Ufukpress yang juga ada blognya itu malah milih membuat bab penjelasan di halaman terakhir. Bayangkan betapa malasnya harus mbaca buku dengan membolak-balik halaman dari depan ke belakang terus ke depan lagi, kan? Belum cukup sampai di situ, banyak penjelasannya yang bikin bingung. Misalnya saja istilah A dijelaskan dengan penjelasan yang berhubungan dengan istilah B. Tapi kaconya, istilah B ternyata berisi penjelasan yang mengacu pada istilah A. Macam lingkaran setan aja jadinya. Manalah mungkin atlit sepakbola dan futsal macam aku ini paham istilah-istilah golf, coba? Cocoknya buku ini dibaca aja sama bapakku yang atlit golf semi-profesional itu, kayaknya. Siapa tau aja beliaunya jadi tambah semangat main golf lagi dan rumahku jadi tambah dipenuhi sama barang-barang hasil jerih-payahnya menyabet juara. Lumayan, lho… Si bapak sempat mbawa pulang sepeda gunung, mesin cuci, sampai kulkas yang sekarang ngendon di kontrakanku di Jokja sini.

Terus lagi, ente pernah baca buku Harry Potter yang terbitan Endonesa? Di situ kalo ada terjemahan dari sajak yang aslinya dalam bahasa Inggris menggunakan rima, sedapat mungkin penerjemahnya juga menggunakan rima ketika diterjemahkan ke bahasa Endonesa. Tapi buku terbitannya Ufukpress ini tidak! Walopun disebutkan kalo Shakespeare berbicara dengan menggunakan rima, toh di terjemahannya tidak menggunakan rima babar blas. Main tancep aja nerjemahinnya. Yang ini bisa kumaklumi, sih. 1 bab tentang Shakespeare itu memang diceritakan kalo doi selalu menggunakan rima dalam pilihan kata-kata buat dialognya. Saking banyaknya ya wajar saja kalo penerjemahnya jadi kesusahan :mrgreen:

Jadi ya begitulah. Besok-besok kalo ada buku terbitannya Ufukpress lagi kayaknya aku bakal mikir-mikir kalo harus meluangkan waktuku buat mbaca. 2 kali kesempatan yang kuberikan ke mereka cukuplah sudah. Dan sepertinya, dibanding mbaca buku terbitannya mereka, aku bakal lebih milih buat mbaca berita dari koran-koran kuning sahaja, hahaha.


Facebook comments:

12 Comments

  • Chic |

    wahahahahahaha… saya baca buku itu dua tahun yang lalu, dan tidak pernah selesai dibaca sampe sekarang.. bacanya pusing karena terjemahannya yang aneh.

    btw, karena penasaran akhirnya saya beli versi inggrisnya, dan selesai dalam waktu 3 jam saja πŸ˜†

  • Mbah Suriph |

    Asw…
    Jon… Baru aja dapet Kabar dari teman sejawat di Purbalingga…
    Kabarnya, wanita yang bikin kamu kayak sekarang bakal nikah tanggal 17 Juli Jon… hari Jumat ini…

    Turut Berduka Cita Jon…
    gyagyagya…

  • Yang Punya Diary |

    chic:::
    euuuu…
    hahahaha, berarti bukan cuma saya aja yang menganggap mereka ngawur. 2x pengawuran rasanya cukup sudah buat mereka πŸ˜†

    Mbah Suriph:::
    gembel kamu rip!!!
    itu ndak ada hubungannya sama postingan

    hancur hancur hancur hatiku
    hancur hancur hancur hatiku
    hancur hancur hancur hatiku
    hatiku hancurrr!!!

    mamaaaaaaaaak…anakmu patah hatiiiii!!!

  • Mbah Suriph |

    Apalah daya Jon…
    daku berusaha menelpon tidak pernah nyambung…
    Jadi beta memutuskan nulis disini…
    Bagaimana Jon… meh ngado opo?

  • candera |

    gapapa mas, biar bukunya awet ga ada yang pinjem. haha..
    males juga minjem klo harus jadi ‘peramal’ makna buku.

  • Yang Punya Diary |

    Nazieb:::
    sebenernya memang keren…kalo terjemahannya nggak ngaco, hohoho

    candera:::
    kalo gitu semua buku saya ta’kasi stempel “terbitan ufukpress” aja, biar nggak dipinjem2 :mrgreen:

So, what do you think?