Kalau Cuma Buat Kalah, Mending Kami Saja!

Apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, dan buburnya sendiri sudah terlanjur terlalu encer untuk disebut sebagai bubur (sup mungkin malah lebih tepat). Diganyang 10 gol tanpa balas sama Bahrain tentu saja memalukan. Tapi ya mau bagaimana lagi? Wong timnas sepakbola Endonesa dalam kondisi terbatas gara-gara kisruh mawut ala PSSI, kok. Jadi ya apa boleh buat…maju dengan pasukan seadanya dan jadi bulan-bulanan kesebelasan lawan tentu adalah konsekuensinya.

Kalo sudah begini aku malah jadi kasihan sama pemain kita. Mereka itu pemain bola profesional. Profesional dalam artian jadi pemain bola adalah pekerjaan yang mereka pilih untuk mereka geluti dalam rangka menyambung hidup. Dipecundangi di bidang yang mereka geluti sehari-hari, ah, susah dibayangkan seberapa besar pukulan batin yang mereka terima.

Sekali lagi, mereka itu profesional. Atau, setidaknya, anggaplah mereka semua itu pada bermental profesional. Dengan demikian akunya bisa lega dan lapang dada ketika memutuskan untuk mengucapkan turut berduka-cita.

Sekali lagi, dan sekali lagi, anggaplah mereka itu bermental profesional, yang tetap tetap berjuang mati-matian memenangkan pertandingan sampai peluit akhir berbunyi meskipun nalar dan logika tidak lagi berpihak pada mereka.

Kasihan mereka…

Maka sekarang ijinkan aku memprotes PSSI sebagai induk organisasi sepakbola di Endonesa! PSSI yang seharusnya bertugas mengayomi mereka yang berlindung di bawahnya kenapa tega berbuat sedemikian bejat memberikan tekanan mental yang begitu berat? Apa PSSI nggak sadar, di samping para pemain itu dibebani misi mustahil, mengalahkan Bahrain di kandangnya (hei, lagi-lagi, tetap anggap mereka bermental layaknya para profesional, lho ya), mereka juga menanggung cap publik sebagai – kalau istilahnya komik “Our Field of Dreams” – Reserve Dogs, alias “anjing-anjing cadangan”. Iya, cadangannya pemain-pemain yang nggak bisa main gara-gara kisruh PSSI ini.

Tapi tentu saja protesku bukanlah sekedar protes macam troll-troll di Goal.com cabang Endonesa, yang hobi protes tapi jarang punya solusi jitu itu. Aku tentu punya solusi yang lumayan jitu, tepat, dan akurat. Seakurat tawaran-tawaran solusi dariku biasanya, maksudku :mrgreen:

Jadi kalo PSSI sekarang ini tidak ingin timnasnya dihuni oleh pemain-pemain dari liga sebelah yang dianggap ilegal, tanpa harus membebani mental pemain-pemain “seadanya” milik liga legal mereka sendiri, kenapa nggak bikin undian berhadiah buat seluruh masyarakat Endonesa saja?

Kalo PSSI berpatokan pada aturan FIFA yang – katanya – tidak membolehkan timnas diperkuat pemain dari liga bohong-bohongan, dan – lebih jauh lagi – kalo PSSI gengsi merekrut tenaga mereka, kenapa nggak bikin undian berhadiah buat seluruh masyarakat Endonesa saja?

Maksudku gini… Kita ini Endonesa, dude. Kita hidup di negara di mana segala-galanya bisa diakali, misalnya aku aja sudah jamak dikenal teman-temanku sebagai kampret yang memiliki 2 ID card yang berbeda. Maka apa susahnya, sih, pemain-pemain inti penghuni timnas di pertandingan sebelumnya yang sekarang main di liga ilegal itu dibikinin surat sakti yang menyatakan kalo mereka sesungguhnya sudah ditransfer ke liga nan sah?

Tapi aku paham, PSSI pastilah gengsi. Itu sama saja dengan menundukkan kepala di hadapan pihak yang kepengen mengkudeta mereka. Tidak boleh. Tidak bisa. Kata komik silat, ksatria boleh dibunuh tapi pantang dihina. Jadi kenapa nggak bikin undian berhadiah buat seluruh masyarakat Endonesa saja?

Bikin undian via kartu pos, eh, via SMS (kartu pos sudah nggak jaman, soalnya) untuk semua laki-laki di Endonesa. Yang menang undian dapat kesempatan memperkuat timnas buat tanding lawan Bahrain. Toh ini sudah bukan pertandingan yang menentukan, kan? Ketimbang membebani para profesional, kalo cuma buat kalah thok ya kirim saja yang amatiran. Kalopun nanti kalah, ya itu memang sudah sewajarnya, sementara kalo menang tentu saja para pemenang undian itu berhak berbangga.

Aku yakin yang bakal ikutan undian pasti rame. Seperti yang pernah kubilang, separuh dari jumlah total laki-laki dewasa di negara ini pastilah pernah memimpikan mengenakan jersey dengan lambang Garuda di dada sebelah kiri, bermain atas nama negara, sebagai wakil Endonesa. Maka apa salahnya PSSI berusaha menyenangkan mereka? Toh ini bukan pertandingan dengan level hidup-mati. Mereka senang, PSSI juga senang; terhindar dari cemoohan publik seperti yang terjadi sekarang ini.

Lha, tapi, kan, mereka bukan pemain liga legal seperti aturan dan syarat dari FIFA, Mas Joe?

Oh, memang iya. Tapi apa itu masalah? Ingat, kita ini bangsa Endonesa. Bangsa sakti yang saking saktinya bahkan surat pun bisa kita jadikan sebuah barang yang sakti pula. Ingat juga, aku aja bisa punya 2 ID Card yang berbeda biodatanya. Jadi apa susahnya buat bikin katabelece yang menyatakan bahwa para pemenang undian itu adalah pemain-pemain profesional dari liga nan legal? Dengan begitu orang-orang seperti aku – pada gilirannya – bakal punya kebanggaan, besok-besok bisa cerita ke anak-cucu kami, “Le, mbahmu iki mbiyen pemain timnas Endonesa, lho. Yakinlah sumpah!”

Iya, kan?

Iya, kan?

Iya, deh. Jadi kalo besok-besok menghadapi situasi yang mirip lagi, silakan jajal solusi dariku ini. Soalnya kalo cuma bertanding buat kalah, kami juga bisa. Jadi ya biar kami saja yang jadi wakil Endonesa!

Dan akhirul kalam, tentang permainan timnas Endonesa kemarin pas lawan Bahrain ini (juga ketika timnas U-21 dibantai Myanmar), lagi-lagi cuma nasehat yang bisa kuberikan pada PSSI: seleksi juga itu kualitas IQ para atlit penghuni timnas. Selain itu, ketika diadakan pemusatan latihan, berikan porsi kepada mereka bermain Pro Evolution Soccer untuk masing-masing atlet selama 4 jam sehari.

Memalukan! Judulnya atlet sepakbola, kok, nggak bisa melakukan passing dan positioning dengan benar, sih? Pantesan aja statistik pemain cap Endonesa di Football Manager pada jelek semua! 👿


Facebook comments:

2 Comments

  • anget anget |

    ati-ati Bro darah tingginya naik. Kalo sy sih lg ngadain program bikin anak laki-laki terus saya ekspor ke spanyol kalo dah pinter main bola baru saya impor lg dengan label made in indonesia biar nggak kaya pemain indonesia sekarang

  • Raffaell |

    Yaaaa, begitulah demokrasi, kalo suara yang busuk menang, busuk semua deh, hahahaha. Memang sih di pelm pelm diajarin kan, jagoan nya dikit, musuhnya banyak, di dunia demokrasi ga bisa begitu bisa kaco..

    *sory jadi oot… wkwkkwkw
    Btw itu Spelling Endonesa nya di ganti yang bener lah bang, soalnya kita suka ngamuk kalo dipanggil Indon, jadi ga enak gitu…

So, what do you think?