Kerennya Jadi Agnostik

Sekitar semingguan kemarin aku nongkrong di warung kopi buat ngobrol ngalor-ngidul sebagaimana umumnya obrolan warung kopi; tidak ada topik khusus, selain topik seputar mempertahankan kewarasan di tengah hingar-bingarnya dunia. Iya, warung tempatku nongkrong ini entah kenapa jadi tempat ngumpulnya oknum-oknum yang mati-matian berusaha untuk tidak terjebak dalam sesat-pikir ketika dihadapkan sama isu-isu ngepop di Endonesa. Aku sendiri menyebut kalau tempat ini adalah tempat yang bisa menjagaku tetap bertahan dengan idealismeku walaupun di dunia nyata batasan untuk bertindak ideal nyata-nyata semakin kabur.

Kemarin itu, entah bagaimana mulanya, yang jelas ketika aku datang, aku sudah disuguhi topik yang sebenarnya sudah lama membuatku geli tapi nggak pernah kutulis di blogku ini: tentang agnostisisme ala (orang geblek) Endonesa πŸ˜† Continue Reading


Hai, Anggi

Jaman kuliah sarjana dulu aku punya temen cewek namanya Anggi. Anaknya pinter (setidaknya lebih pinter ketimbang kuartet Yosepin, Yanto Ucup, Saber, dan Bongkre yang lulusnya injury time), nilai mata kuliahnya nyaris A semua (IPK totalnya nggak perlulah ta’sebut karena khawatir menyinggung SARIP: Suku, Agama, Ras, dan Indeks Prestasi), padahal – menurut pengakuan yang bersangkutan sendiri – kerjanya cuma main game online. Mbuh waktu kecil beliau ini dipakani apa sama orangtuanya. Mungkin dedak sama kroto. Nggak mungkin nasi. Lha, wong buktinya aku dan 4 karakter di atas yang makannya nasi nyata-nyata kalah pinter dari dia, meskipun kami juga sudah njajal mencontoh pola hidupnya. Ikutan rajin main game online, misalnya. Continue Reading


Sombong dan Dilema dan Paradoks

Semalem aku nggak bisa tidur. Entah kenapa, mungkin gara-gara kebanyakan ngopi. Saking nggak bisa tidur itulah pikiranku malah jadi ke mana-mana sendiri (karena aku geletakan di kasurnya sendiri jadi ya mikirnya juga sendiri. Coba berdua sama gadis manis, boleh jadi aku malah nggak pake mikir lagi. Mungkin langsung hajar bleh sahaja). Beberapa hal yang sudah lewat kemarin-kemarin mendadak malah mampir. Untunglah nggak ada problem bin masalah berat, kecuali yang kubuat sendiri jadi sok berat seperti yang berikut ini: Continue Reading


Pilih Salah 2

[VACANCY]

Bukalapak is looking for promising GSDP members. What is GSDP? GSDP is Growth Specialist Development Program, a program to create and develop young talents who have high logical and analytical thinking to be parts of BLteam.

*Offered positions*: Data scientist, market researcher, digital marketing, and others.

*Requirements*: Bachelor degree (S1) majoring Engineering/Natural Science/Statistics, IPK > 3.25, High Communication Skill, good analytical thinking, Fresh grads & experienced are welcomed to apply, Max. Age of 25 yo.

Meet the requirements above? Please send your CV to recruitment@bukalapak.com with email subject: GSDP_your name before June 30, 2016

Tatkala jaman kuliah dahulu kala, seorang sejawat bernama Bowo pernah bersabda, “Money, woman, education. Take any two.” Dan memang begitulah keadaannya. Misalnya si Azwar, temenku yang dulu hobinya dugem dan mroyek jual-beli apapun yang bisa diperjual-belikan. Waktu kuliah ceweknya gonta-ganti, duitnya juga banyak, cuma ya itu…kuliahnya baru rampung pas babak perpanjangan waktu nyaris habis. Continue Reading


Soal Buku dan Membaca

Aku ini, sungguh mati, sangat jarang diwawancarai, apalagi wawancara tertulis. Heran juga, sih, padahal aku ini lak termasuk jajaran orang top ke-sekian di Endonesa. Bahkan kalau aku lagi mandi, aku ini adalah orang paling top se-kamar mandi. Tapi ya sudahlah, mungkin wartawati-wartawati itu aja yang belum terbuka mata hatinya, makanya belum tergerak untuk mendokumentasikan hikmah demi hikmah yang bisa mereka dapatkan dariku.

Hanya saja akhirnya beberapa hari kemarin tau-tau si Kimi bilang ke aku. Katanya, dia pengen nanya-nanya ke aku soal hobi membacaku, draft pertanyaannya bakal dikirimin ke imelku. Kuiyain aja, soalnya aku juga seneng bisa dapat kesempatan berceramah yang bakal disimak oleh khalayak ramai 😎 Bagaimana isi wawan jaran wawancaranya, silakan simak lebih lanjut sahaja, deh. Read the rest of this entry »


Tidak Baik Jadi Pendendam

Balas dendam itu tidak baik. Konon, sih, begitu. Tapi meskipun sudah dikasih tau kalau itu nggak baik, aku ini tetap saja seorang natural born pendendam. Susah ngilanginnya. Parahnya lagi, aku ini termasuk jenis pendendam yang suka membalas dengan bunganya sekaligus. Kadang bunganya bisa cuma 0,09%, atau kutambahi 100%, atau bahkan kuikhlasin 400%. Nggak ada pedoman pasti untuk itu. Yang jelas rasanya hepi aja kalau ngeliat orang yang berlaku sompret sama aku lalu merangkak-merangkak penuh derita.

Jahat ya?

Lha, salahnya juga dia jahat duluan sama aku πŸ˜› Continue Reading


Perkara Dosa

Haji Wiwid bilang, aku ini tiada bosannya bergaul (bergumul, kalo istilahnya dia) dengan gadis yang aneh-aneh. Ya mungkin beliau memang bener bahwasanya aku ini seperti itu. Beberapa dari temen-temenku yang cewek, kalo diliat dari kacamata remaja masjid, memang agak sodrun, sih, seperti yang baru terjadi kemarinan ini.

Kemarin aku entah kenapa terjebak obrolan sama Vina (sebut saja demikian. Perkara mau dianggap nama asli atau nama palsu, kali ini sahaya putuskan penilaiannya kepada sidang pembaca yang terhormat sahaja). Continue Reading


Kusembelih

Hubunganku sama mbak-mbak mantan pacar pada umumnya sehat-sehat sahaja. Meskipun lebih seringnya adalah beta yang ditinggal nikah duluan, tapi kalau untuk repot-repot sakit hati dan merasa terkhianati, aku seringnya nggak punya waktu untuk itu. Ditinggal pacar itu simpel. Buatku, kalau aku sampai ditinggal gadis, berarti kesalahan ada padaku. Aku yang nggak bisa menjaga kadar kemenarikanku di matanya. Aku juga yang nggak bisa membuatnya yakin kalau aku adalah manusia yang sungguh rugi untuk dilepas begitu sahaja. Jadinya ya kayak ngadu jualan barang. Kalau calon konsumen akhirnya beralih ke produk lain alih-alih produk daganganku, konsumen nggak bisa disalahkan. Akulah yang gagal menjawab ekspektasi pasar.

Dari situ biasanya aku dapat feedback, tentang apa-apa yang harus diperbaiki pada produksi seri berikutnya. Siapa tahu besok konsumen yang kemarin batal beli daganganku akhirnya insyaf, terus kemudian beralih lagi kembali mencicipiku barangku (errr…barangku? Kok kesannya jadi agak gimana ya?). Continue Reading


Pak Gendut, Orang Tengah, dan Penjajah Ide

Pak Gendut sedang dalam gejala stress. Tugas Akhir program magisternya nggak selesai-selesai, sementara di kantornya banyak tenaga – yang menurutnya – handal yang resign karena tawaran gaji dan fasilitas yang lebih menggiurkan dari kantor sebelah. Alhasil kalau biasanya kerjaan dari kantornya bisa di-handle sama Pak Gendut cukup di-remote dari rumah, sekarang beliau harus rajin sowan ke kantor buat nyelesaiin langsung problematika-problematika yang dihadapi perusahaannya. “Semua-mua sekarang jadi tanggungan saya,” keluh Pak Gendut, “tapi ya beginilah resikonya seorang fantasista,” lanjutnya sambil tidak lupa untuk jumawa.

Tentu saja karena adanya seorang kawan yang mau stress, aku dan Yosepin tidak bisa untuk tinggal diam. Melihat betapa menderitanya Pak Gendut yang beberapa hari terakhir ini ketambahan terserang insomnia, tidak bisa tidak, aku sama Yosepin merasa harus ke rumahnya, bertindak, dan ambil bagian. Ambil bagian buat meledeknya, tentu saja. Continue Reading


Nggak Percaya

Kita bisa nggak percaya sama sesuatu biasanya karena 2 hal: kita tidak mengalaminya atau kita pernah mencoba buat mengalaminya tapi gagal.

Biasanya, sih, gitu. Continue Reading


Kirain

“Lho, kan, dulu aku sudah pernah bilang kalo aku suka kamu, tapi habis itu kamunya nggak ngerespon. Malah jual mahal.”

“Kirain kamu cuma main-main, Mas.”

“Makanya tanya.”

“Lagian kamu, kan, punya pacar, Mas.”

“Kata siapa?”

“Kataku barusan.”

“Sekarang? Sekarang, sih, iya. Waktu itu ya enggak.”

“Habisnya fotomu banyak yang berduaan sama cewek, Mas. Kirain…”

“Makanya tanya.” Continue Reading


Pages:1234567...41